Anugerah Terindah

96 1 0
                                    

Tanggal 4 Januari, kami kembali ke Jakarta. Pukul 15.30 WIB waktu Vienna, kami pulang dan tiba keesokan harinya pukul 15.40 WIB. Saat pulang, kami dijemput Keyra, juga mamiku dan ayah serta mama. Kami memutuskan untuk menginap dirumah mami bersama keluarga lainnya. Ini dilakukan karena selain kangen, juga mempermudah koordinasi dalam rangka persiapan ngunduh mantu di Pontianak, tepatnya di Qubu Resort. Untuk mempermudah segalanya, tepat tanggal 7 Januari, kami berangkat menuju Pontianak. Disini, karena kelelahan, Renatta sempat drop kondisinya begitu di Pontianak. "Don. Nanti malam, kita ngecek persiapan, termasuk ketemu sama MC, dan nyoba sekali lagi pakaian pengantin kalian, sekalian cek dekorasi gedung," ujar mami begitu kami dihotel. "Iya Mi. Tapi ini tadi mendadak Renatta sakit. Saya mau lihat dulu kondisi Renatta. Kalau nggak memungkinkan kami kesana, mami, mama, ayah, Keyra dan Bobby aja yang pergi. Kasihan Renatta. Dia capek kayaknya," ucapku. "Iya. Kamu cek dulu dia. Kalau butuh beli obat, kan, ada Go Medicine atau minta tolong receptionist untuk beli. Bentar lagi, tante-tante dan om-om kamu bakalan kesini juga," usul mami. Aku setuju.

Begitu dikamar, kulihat istri tercintaku sedang tidur. "Sayang, gimana? Masih pusing ya," tanyaku. "Lumayan, sayang. Udah nggak terlalu sih. Cuma lemes gitu," jawab Renatta. "Ya...mungkin kamu masih jetlag, sayang. Makanya sampe anget gini loh badannya. Tensi kamu tadi juga drop," sahutku. Kebetulan, sebagai dokter, entah kenapa, aku kepikiran membawa alat kesehatan saat ke Pontianak dan terbukti, kepakai juga. "Mas. Aku kok mual ya," tanya Renatta. "Sayang. Nih, minum teh hangat dulu. Tadi udah aku buatkan dan mau suruh kamu minum, tapi kamu tidur," jawabku sambil menyuapi Renatta teh hangat perlahan. "Gimana sayang? Masih mual nggak?," tanyaku. "Bentar, Mas," jawab Renatta, sembari melangkah cepat ke toilet dikamar kami, yang hari itu disulap dengan dekorasi khusus untuk pengantin baru. Tak lama, kudengar istriku itu muntah. Aku segera hampiri dia. Kupijit pelan tengkuk dan punggungnya. "Sayang. Maag kamu kumat deh kayaknya ini. Tadi sarapan kan, padahal," ujarku. "Iya. Tadi kan, kita sarapan roti berdua, Mas. Tapi ini enek banget. Masih mual aku," sahut Renatta. Tak lama, mami dan mama mengetuk pintu. "Yang. Sebentar, ya. Ada yang ketuk pintu," ucapku. Renatta mengangguk. Ia masih merasa mual.

"Don. Gimana Rena?," tanya mama. "Barusan dia muntah, Ma. Kalau kayak gini, sih, mau dibawa ke IGD aja. Kan, saya nggak bawa alat lengkap," jawabku setelah menyuruh mama dan mami masuk. Ayah sendiri sedang tidur. Ayah memang kupesankan kamar sendiri, karena mama tidur berdua dengan Keyra. "Ma, Mami. Bentar. Saya nyusul Rena dulu," sahutku. Begitu menyusul Renatta, kulihat ia masih muntah. "Yang. Gimana? Makin mual ya," tanyaku. "Iya, Mas. Tapi, anehnya, ini gak ada muntahnya sedikitpun. Lemes banget ini," jawab Renatta. "Astaga Tuhan. Sayang. Kamu lemes banget. Ke rumah sakit sekarang aja, ya," sahutku, yang langsung menggendong Renatta ketempat tidur sembari kutelepon taksi hotel. "Rena. Lemes banget kamu, sayang. Mami pijitin ya," ujar mami. Ia memang sayang sekali dengan menantu perempuannya itu. "Don. Udah telepon taksi?," tanya mami padaku. "Udah, Mi. Ini saya mau bawa Rena dulu sebentar," jawabku. "Mama ikut, Nak," ucap mama. "Iya, Ma. Mami sekalian juga," ujarku. Alhasil, kami berempat segera ke rumah sakit yang paling dekat dengan area Qubu Resort, yang menjadi lokasi pernikahan kami. Aku memutuskan untuk membawa istri tercintaku ke Anugerah Bunda dahulu, karena itulah rumah sakit yang tak terlalu ribet secara prosedur dan memungkinkan untuk mendapat pelayanan cepat.

Di rumah sakit. Sebagian dokter disana mengenaliku dari acara TV dan symposium yang kuisi di beberapa daerah. "Dokter Doni. Anda benar-benar beruntung dan harusnya bahagia. Istri Anda sekarang sedang hamil," ucap Dokter Lubis, salah satu rekanku yang juga dokter disana. "Serius, Dokter?,," tanyaku. "Iya. Usia kehamilannya memasuki 4 minggu, karena, dari HPHT nya, ya...HPHT nya tadi, menurut istri dokter, tanggal 6 Desember, dan dia selesai haid tanggal 12 Desember. Kalau usia janin sih, baru 2 minggu," jelas Dokter Lubis. Sebagai dokter, aku paham akan penjelasan beliau, dan itu artinya, saat kami menikah, istriku tercinta sedang dalam masa subur. "Mas. Gimana? Seneng nggak kamu?," tanya Renatta usai diperiksa. "Pastinya, Sayang. Aku senang banget. Nah, sekarang, kamu nggak boleh capek-capek. Nih, aku udah ambil resep obatnya. Ada vitamin, penguat kandungan, juga untuk ngurangin mualnya," jawabku sambil mencium kening Renatta dan kuusap sayang perutnya. Aku merasa, saat ini, aku adalah pria paling bahagia didunia. Selain sudah memiliki istri yang kucinta, Tuhan menambah kebahagiaan kami dengan hadirnya buah cinta kami berdua di rahim Renatta.

This I Promise YouWhere stories live. Discover now