Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

9 | Akibat

6.6K 225 3
                                    


9 | Akibat


"...dan kemudian dia hanya mengatakan sampai bertemu. Sampai bertemu? Siapa yang akan bilang begitu setelah putus?"

Aku duduk diam, benar-benar menikmati cerita panjang si rambut cokelat. Sampai akhirnya, dia berhenti menangis dan mulai bangkit untuk bergerak menuju wastafel. Sekarang, di sela-sela membersihkan matanya yang tampak seperti rakun dan dia menggumamkan kutukan di setiap helaan napasnya, dia selesai menceritakan kisah tentang mantan kekasih berengseknya yang memutuskannya hanya lewat sambungan telepon sekitar satu jam yang lalu.

Di sebuah pesta yang mereka datangi bersama-sama.

"Sepertinya kau harus melupakannya," kataku dengan bijak. "Dia tidak pantas untuk kau tangisi, terutama setelah semua yang baru saja kau katakan."

"Kau benar," gumamnya, matanya yang sekarang bebas dari riasan memandang ke mataku di cermin. "Terima kasih."

Aku berhasil tersenyum. Walaupun waktunya sangat singkat dan aku harus keluar dari elemenku sebenarnya, aku benar-benar menikmati ini. Gadis itu bisa tetap jenaka bahkan ketika patah hati dan kesal. Mungkin, mungkin saja, Kappa Phi tidak semuanya semengerikan itu. Mungkin ada orang lain seperti dia juga.

Namun sekali lagi, aku sudah terlalu lama di sini dan sekarang aku harus benar-benar pergi.

"Apakah kau baik-baik saja sekarang?" tanyaku padanya dengan nada serius dalam suaraku.

"Oh, aku baik-baik saja," dia kembali untuk menghapus riasannya. "Tapi aku pasti akan lebih baik ketika aku berhasil menendang asetnya di lain waktu saat dia melihat ke arahku. Dan percayalah, aku akan melakukan hal itu."

Ya, dia baik-baik saja.

"Semoga beruntung dengan itu," aku berdiri, dan berjalan ke pintu. "Dan sampai ketemu lagi."

"Ha, lucu," kudengar ketika aku menutup pintu kamar mandi di belakangku.

***

Aku menelusuri kembali langkah-langkahku sambil terus menatap ponselku, membaca pesan dari Matt (yang dia kirim sepuluh menit yang lalu) bertanya di mana keberadaanku. Merasa gelisah tentang itu dan akhirnya menemukan jalan ke tangga, aku berpapasan dengan seorang laki-laki yang hendak menaiki tangga dan dia menabrakku. Dia meraih lenganku tepat sebelum aku kehilangan keseimbangan dan dia memaki dengan keras sebagai balasan sebelum melihatku.

Dia tampak tercengang. "Kau lagi?"

Alisku menyatu saat aku memandangnya juga, wajahnya terasa sangat familier. "Kau lagi?"

Keterkejutannya tidak berlangsung lama, dan langsung tergantikan seringai tipis. "Yah, aku sepertinya benar-benar dikutuk. Sepertinya kita ditakdirkan untuk saling bertemu sesekali."

Dia orang jahat di pertandingan football waktu itu.

Dia memang sudah meminta maaf waktu itu, tetapi itu tidak mengubah fakta bahwa dia tetaplah orang yang menabrakku dan kemudian masih memiliki keberanian untuk menyalahkanku untuk itu.

Jadi ya, aku tidak pernah terpesona padanya.

"Tidak mengira ini adalah tempatmu," komentarnya seperti kami ini teman lama.

"Tidak," jawabku dengan tajam. "Dan aku baru saja akan pergi, jadi..."

"Oh, maaf sudah menahanmu," dia memahami isyaratku dan bergeser, berdiri di sisiku. "Apa kau bisa membantuku? Apa kau pernah melihat seorang gadis di sini yang mungkin sedang menangis? Dia tinggi, rambutnya berwarna cokelat, atasan hijau? Kurasa dia memiliki kunci mobilku."

Hey, Noah (Edisi Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang