#36: Terlalu Jauh

1.1K 75 5
                                    

Ku kira jarak bukan penghalang terbesar. Tapi malah yang terjadi sebaliknya, aku salah berfikir.

🍁

...

"Ara pamit ya Mas." kata ku.

Mas Ridwan melirik jam yang ada di dinding kamar Ibunya.

"Sudah malam, Ra. Gak bisa besok saja?"

"Maksudnya nginap disini?" tanyaku.

"Temani Ibu saya malam ini. Saya ada urusan mendadak di kantor. Saya mohon."

Aku melihat matanya. Dia bohong. Mana mungkin tengah malam seperti ini ada yang di kerjakan.

"Ibu baru aja dirumah, masa Mas mau pergi."

"Saya minta tolong, Ra. Sekali saja. Besok saya pulang. Sekalian setelah itu ngantar kamu pulang."

Aku mengangguk pelan.

Dia mengambil kunci mobil dan jas miliknya.

"Tas kamu, Mas. Masa gak dibawa." kataku sambil menyerahkan tas miliknya.

"Terima kasih."

Aku mengambil ponselku dari dalam tas.

Sambil melirik Bu Siti yang tertidur pulas, aku membuka aplikasi whatsApp milikku.

Ada banyak pesan dan panggilan yang sama sekali belum aku lihat.

Satu pesan dari Mas Imam.

Aku masih binggung tentang ini. Semua nya seolah minta di selesaikan.

Sekilas aku melihat cincin yang melingkar di tanganku. Cincin ini ku pakai atas nama Mas Ridwan. Lalu bagaimana dengan Mas Imam?

Dulu Abi kagum sama Mas Imam, sampai ingin menikahkan aku dengannya. Tapi mengingat janji dengan Bu Siti, rasanya semuanya harus putar haluan.

"Ra. Kenapa di perhatiin terus cincinnya? Gak nyaman, ya? Atau kekecilan? Biar Ibu suruh Ridwan buat tukar cincinnya." kata Bu Siti yang memperhatikan ku dari tempat tidurnya.

"Loh, Ibu kok udah bangun? Ara ganggu ya?"

"Enggak kok sayang. Kenapa? Kamu mau di buatin acara lamaran gitu ya? Maaf kemaren karena Ibu sakit, jadi kalian gak bisa buat acara."

Aku berjalan mendekati Bu Siti.

"Ara suka sama cincinnya, Bu. Gak ada masalah apapun, sekalipun gak ada acara apapun, Ara gak mempermasalahkan itu. Asalkan kedua keluarga kita bahagia, Ara juga ikut bahagia."

"Ibu mau nelpon Abi mu, nyuruh dia ke Jakarta buat pernikahan kalian."

Dengan semangat Bu Siti menelpon Abi, aku hanya bisa diam, memandang jemariku. Bagaimana ini? Bukannya cuma sandiwara? Aku butuh penjelasan kamu Mas Ridwan, kenapa sekarang malah kamu yang lari dari ini semua.

Aku lihat Bu Siti bicara dari telepon dengan Abi pastinya. Entah apa yang Abi jawab saat Bu Siti mengajukan pertanyaan. Jujur aku takut. Aku masih belum yakin sama perasaanku.

"Apa yang di bilang Abi, Bu?" tanyaku saat Bu Siti sudah menutup teleponnya.

"Abi kamu setuju aja. Dia ikut kamu katanya. Dan Ibu yakin, kalau kamu pasti setuju." jawab Bu Siti penuh dengan senyuman.

Aku hanya bisa terdiam.

Dan diam ku di artikan sebagai tanda setuju dari Bu Siti. Beliau tersenyum dengan lebarnya.

Aku bingung harus apa.

Yang pasti, setelah rasa sakit yang Mas Ikhsan beri dan kehilangan Mas Fahri membuat ku tak percaya diri tentang cinta.

Ikhtiar Menjemput Cinta [REVISI + END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang