Bab 4 - Raden Mas Sastro Sumitro

31 3 0
                                    

Ada beberapa orang dalam persaingan meraih kedudukan dan jabatan tertentu, mampu melakukan segala macam cara untuk me-realisasi-kan ambisinya. Cara-cara biasa yang wajar, cara-cara yang tidak biasa, bahkan ada yang menggunakan jasa paranormal. Termasuk Raden Mas Sastro Sumitro.

Untuk jabatan kepala desa yang sekarang diembannya, dia telah menggunakan jasa paranormal. Kasak-kusuk yang beredar di masyarakat, RM Sastro Sumitro didampingi mbah Item. Seorang paranormal yang dikenal mau melakukan apa saja permintaan klien. Melalui jalur khusus maupun jalur lambat. Tergantung tumpukan rupiah yang disodorkan kepadanya. Semakin banyak pertolongan yang dilakukannya, semakin tinggi pula rupiah yang harus dijejalkan ke rekeningnya.

Selain pertolongan mbah Item, RM. Sastro Sumitro juga meminta pertolongan Drs. Tahyudin Purnama, SE, MM, seorang Bupati di wilayahnya. Sebenarnya tanpa menyuap Bupati, selaku pejabat yang berwenang dalam memilih panitia pemilihan kepala desa, RM. Sastro Sumitro sudah memenuhi syarat sesuai yang ditentukan dalam Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Tinggal pelakunya saja, mau tidak berkompetisi secara sportif.

Ambisi telah membakar lelaki itu, sehingga jalan apa pun dia tempuh, termasuk menyuap pejabat terkait. Laki-laki itu telah melakukan praktek money politics. Langkah berani yang satu ini bisa membawanya berhadapan dengan aturan KUHP. Disinilah peran mbah Item sangat dibutuhkan. Kekuatan ghoib mbah Item, diyakini Kades muda yang sok ningrat itu, dapat menutupi praktik suapnya.

Namun, inilah kenyataannya, suka atau tidak seorang Raden Mas Sastro Sumitro telah terpilih menjadi Kepala Desa Kembang Jati.

***

Dua akik sebesar biji rambutan menghias jemari laki-laki perlente yang baru menghentikan mobil ber-body rally di depan kantor kelurahan Kramat Jati. Turun dari mobil disambut laki-laki berbaju sewarna dengannya.

"Sugeng enjing, Pak Raden. Selamat pagi."

"Pagi, Ed," jawab Pak Kades. Lelaki itu menepuk bahu penyapa sambil menyerahkan kunci mobil.

"Tolong ya, Ed," pinta RM. Sastro Sumitro.

"Siap, Raden," balas Ed.

Seorang lelaki setengah baya sudah berdiri di samping pak Kades.

"Selamat pagi, pak Raden. Selamat pagi pak Edi."

"Pagi, Pak," jawan pak Kades.

"Selamat pagi, pak Darmo," jawab Edi.

Raden Mas Sastro Sumitro, SH. Nama yang tertera di atas meja kerjanya. Terpancar di wajah ganteng itu sebuah kepuasan saat menatap meja kerjanya. Mungkin dia merasa lega setelah berhasil memenuhi keinginan besar orang tuanya. Tatapannya menerawang jauh melalui jendela terbuka di samping tempat duduknya. Ingatan Kades muda itu berhenti pada sosok Romonya. Bapaknya.

"Sumit, kamu harus sekolah dengan baik. Minimal harus lulus S1. Kamu harus bisa menjadi seperti eyang buyut Mintorejo," pesan orang tua RM. Sastro Sumitro.

"Buyut Mintorejo dulu jadi lurah, Romo?" tanya Raden Mas sewaktu masih sekolah pada bapaknya.

"Iya. Lurah yang mengabdikan hidup untuk desa Kembang Jati selama 32 tahun. Hanya kamu harapan terakhir romo untuk bisa melaksanakan pesan Eyang Buyut," jawab RM. Wirakarta.

"Ah Romo...." Anak muda itu sepertinya enggan hidupnya direpoti segala hal berbau birokrasi.

"Hust! Kamu ndak boleh seperti itu. Di tubuhmu itu mengalir darah seorang lurah yang disegani," sergah RM. Wirakarta.

"Tapi Romo ...."

Belum selesai RM. Sastro Sumitro bicara, Romonya sudah memotong.

"Sudah, sudah. Ingat, Romomu menjadi seperti ini karena Eyang Buyut, kamu sekarang mempunyai banyak fasilitas itu karena Romo hasil gemblengan Eyangmu."

"Ndak ada tapi-tapian. Mulai sekarang Romo akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk pencalonanmu menjadi Kepala Desa Kembang Jati," lanjut RM. Wirakarta. Lalu meraih cangkir berisi kopi yang masih hangat dan menyeruputnya.

"Selesaikan SMA dengan nilai yang baik. Kamu harus bisa diterima di universitas negeri terkenal," ujar Raden Mas Wirakarta.

Laki-laki bernama RM. Mintorejo Wahyu Sumitro mendapat warisan yang tidak sedikit ketika menikahi Nyai Dumilah. Anak satu-satunya seorang tuan tanah di desa Kembang Jati pada waktu itu. Pernikahan itu melahirkan seorang anak lelaki, RM. Wirakarta Sumitro. Anak itu kemudian dididik untuk menjadi penerus usaha keluarga Nyi Dumilah. Ketika RM. Mintorejo Wahyu Sumitro berhasil menjadi lurah dengan perolehan menang telak dan bertahan selama empat periode. Artinya tidak ada warga desa yang berani menyalonkan diri karena merasa Raden Mas Mintorejo sudah mumpuni dalam pekerjaannya selain karena susah dianggap sebagai sesepuh desa. Selama itu pula desa Kembang Jati berkembang dan menjadi terkenal. Tidak dipungkiri selama 32 tahun tanah yang dimilikinya pun bertambah luas.

Anak semata wayang RM. Mintorejo dengan Nyi Dumilah tumbuh menjadi lelaki yang keras kepala. Segala keinginanya harus segera dipenuhi. Nyi Dumilah memang memanjakan sejak kehamilan yang pertama keguguran.

Jika dulu RM. Mintorejo menikah dimana Nyi Dumilah yang jatuh cinta lebih dulu pada RM. Mintorejo, maka yang terjadi pada anak mereka, RM. Wirakarta kebalikannya. Wirakarta jatuh cinta lebih dulu pada Ni Mas Sekarwangi. Anak gadis seorang ulama baik yang dipercaya sebagai titisan seorang walimullah pada waktu itu.
.
Setelah lulus kuliah anak lelaki Nyi Dumilah mempunyai gelar Bsc dibelakang namanya. Berbekal pendidikan dan kekayaan orang tuanya, RM. Wirakarta Sumitro, Bsc melamar anak Ki Abdul Malik.

Salah satu ulama terkenal se kabupaten pada waktu itu mempunyai seorang anak gadis yang juga terkenal karena kecantikan dan kecerdasannya. Wanita idaman laki-laki pada masa itu. Melihat keberanian RM. Wirakarta datang melamar sendiri ke rumah dan bertemu ayahnya, membuat hati Ni Mas Sekarwangi berdebar. Apalagi lelaki itu berwajah cukup ganteng. Tetapi Ni Mas Sekarwangi hanyalah wanita yang taat pada agamanya. Dia menunggu keputusan Sang ayah. Seperti biasanya apa pun keputusan yang diambil akan diterima gadis itu dengan ikhlas. Namun, Ki Abdul Malik bukanlah tipe orang tua yang tidak memperhatikan pendapat anak. Beliau cukup peka membaca gelagat anak gadisnya. Dan dia tidak berani memaksakan kehendak. Ulama itu hanya ingin menantu yang rajin beribadah. Beberapa lelaki yang pernah datang untuk melamar Ni Mas Sekarwangi tidak ada satu orang pun yang lulus.

"Apapun syaratnya, Ki, saya akan penuhi," jawab RM. Wirakarta mantap. Bola matanya melekat pada gadis yang sedang meletakkan dua cangkir minuman di meja.

Ki Abdul Malik tersenyum melihat tingkah anak lurah Kembang Jati itu.

"Nak Mas, belum tahu syaratnya kok sudah menyanggupi. Sebaiknya didengar dulu," kata Ki Abdul Malik.

"Tidak apa-apa, Ki. Saya pasti sanggup memenuhi." RM. Wirakarta sesumbar yang ditanggapi ulama itu dengan kembali tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Dasar anak muda," gumam Ki Abdul Malik.

Raden Mas Wirakarta waktu itu yakin syarat ulama kondang itu pasti dapat dipenuhinya mengingat kekayaan yang dimiliki orang tuanya. Namun, perkiraan pemuda itu meleset. Bukan harta benda yang disyaratkan ulama itu.

"Bulan ramadan nanti, kamu harus puasa, tarawih, dan salat malam satu bulan penuh bersama saya," ucap Ki Abdul Malik.

Anak semata wayang RM. Mintorejo kaget. Sejenak tidak punya kata untuk menjawab.

Ambisi SesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang