PROLOG

1.2K 75 8
                                    

***


Langkahnya mulai melambat diiringi deru napas yang kian tersengal. Air matanya tak terbendung, berbalut ketakutan yang mengurungnya seperti sebuah mimpi buruk. Anak laki-laki itu masih terus berlari, menembus pekatnya malam. Sendirian.

Pikirannya terus saja memintanya untuk berhenti, berhenti berlari. Bukan karena kakinya yang polos telah penuh oleh luka, tapi karena ada seseorang di belakang sana. Seseorang yang tengah bergelut dengan kematian. Untuknya.

Kelelahan luar biasa semakin membuat ia kehilangan dirinya. Tubuh kecil yang penuh dengan luka itu perlahan mulai berhenti berlari untuk mengambil sebanyak mungkin oksigen, berharap ia bisa bertahan lebih lama lagi.

Ia hendak menoleh ke belakang saat ingatannya seolah tersambar oleh sesuatu, "Apapun yang terjadi, itu bukan salahmu. Apapun yang terjadi, terus saja berlari. Lari! Jangan pernah melihat ke belakang, lari Seung Gi-ya!"

Suara gelegar guntur sempat membuatnya terperanjat, namun bukan itu yang lantas membuatnya kehilangan pijakan. Dunianya seperti luruh ketika ia melihat dari kejauhan ada kepulan asap gelap yang membumbung tinggi, berusaha menggapai langit tak berbintang di atas kepalanya.

Asap gelap yang kemudian diiringi dengan suara ledakan besar itu membuatnya melangkah mundur, takut dan tidak percaya. Ia membeku seolah waktunya berhenti.

Ada sesuatu yang ingin ia serukan. Ada sesuatu yang ingin ia teriakkan dengan lantang. Tapi, tubuhnya seperti mati. Lidahnya kaku, suaranya seolah lenyap.

Pandangannya mulai mengabur. Sebelum diselimuti oleh sesuatu yang gelap, ia sempat melihat sebuah sorot lampu yang datang ke arahnya. Semakin dekat sampai akhirnya ia tak lagi bisa melihat dan mendengar apapun.

Apakah aku akan mati?
Sekarang?

***

IGNITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang