Bab 28

1.7K 149 1
                                    

Happy reading...!

Alika menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidur membentuk bintang besar. Posisi ternyaman untuk keadaan capek seperti ini.

Diliriknya jam yang terletak diatas meja belajarnya. Pukul setengah delapan malam. Sudah masuk waktu Isya. Tapi rasanya masih ingin berlama-lama rebahan.

Bolong sekali aja Ya Allah. Maafkan Alika capek Ya Allah. Pintanya memelas.

Ditanggalkannya kerudung yang masih setia melekat meski bentuknya sudah tak karuan. Kemudian ia tidur lagi. Sungguh capek sekali seharian duduk, mendengar ceramah, shalat, game dan lainnya.

Memang Lika tak suka keramaian tapi dirinya enjoy hari ini. Entah karena akhwat-akhwatnya yang friendly, atau karena Arya yang selalu mengecek keadaannya. Entahlah.

"Kak. Udah salat?." tanya Arya tadi siang saat dirinya duduk dibawah pohon sambil mengipas-ngipas tubuhnya.

"Udah. Tapi laper." rengek Alika.

Arya terkekeh. Lalu mengeluarkan dua kotak nasi dari belakang punggungnya. Membuat Alika senang.

"Yuk makan." ajak Arya memberikan satu kotak pada gadis itu. Tapi kemudian ia pergi meninggalkan Alika sendirian.

"Mau kemana Ya?. Katanya pengen makan bareng." Alika heran.

Arya balik lagi. "Kakak lihat orang-orang itu?." Arya menunjuk beberapa orang dipinggir sana dibawah tenda yang melihat kearah mereka.

Alika tak mengerti.

"Disini tak boleh akhwat dan ikhwan berduaan. Mereka sedang mengawasi kita kak." jelas Arya.

"Haa?. Trus gimana?. Bakal dimarahin gak?. Idih sana deh Ya." tanya Alika beruntun.

"Iya. Kakak kesana. Saya kesana." Arya menunjuk tempat Thania dan akhwat lainnya berada. Kemudian beralih kearah para ikhwan.

"Siyap bos." Alika hormat. Lalu mereka berbalik saling bertolak punggung.

Kadang baik banget. Kadang nyebelin.–Alika.

"Eh kak. Mulai besok saya mau kakak ngafal. Saya tagih setiap hari. Minimal lima ayat."

Gadis itu melotot. Kala setelah makan mereka bertemu lagi. Dan Arya mengatakan itu.

"Buseet!." tapi percuma. Protesnya tak akan membuahkan apa-apa toh orangnya sudah pergi. Jiwa santuy Alika meronta-ronta.

Tuh kan nyebelin lagi.

Alika memiringkan tubuhnya. Lalu ia sadar bahwa  dari tadi ia tak melihat keberadaan Bunda Lis. Apa dia malam ini nginap di pondok?. Ah, mana mungkin Bunda Lis pergi tanpa bicara pada Alika.

Gadis itu memilih mencari Bunda Lis. Diruang tamu, diteras, dan di dapur tak ada. Alika kini menuju kamar ibu Arya itu. Tak terkunci. Berarti Bunda Lis ada didalam.

"Bun—." ucap Alika terhenti saat mendengar orang yang ia cari sedang berbicara lewat telfon. Niat untuk menemui Bunda Lis kini ia urungkan. Ia lebih memilih... Nguping.

"Iya. Alika sehat." ujar Bunda Lis pada orang diseberang sana.

"Oo. Jadi kalian kisini besok?. Alhamdulillah, Alika pasti senang." ucap Bunda Lis lagi.

"Yo. Waalaikumsalam." akhirnya telfon itu terputus.

Dapat dipastikan itu adalah orang tua Alika. Besok mereka ingin kesini. Menemui Alika yabg sudah lima bulan lamanya tak mereka kunjungi. Alika berbalik badan dan berlari kembali kekamarnya.

Mereka masih peduli sama gue?. Batin Alika tersenyum miring.

Mengingat lima bulan lalu, ketika dua orang itu datang menemuinya. Bercakap layaknya keluarga harmonis, tapi Alika dingin. Hanya kata singkat yang ia ucapkan. Tak ada kehangatan seperti ia kecil dulu. Semua berubah karena satu malam pahit.

Lalu ia harus bersikap seperti apa besok?

Ia mengingat sebuah ucapan dari ustadz pengisi acara Radar tadi siang.

"Allah saja maha Pemaaf. Lalu kenapa kamu masih dendam dan mengungkit kesalahan masa lalu?. Bukankah masalalu telah usai?. Ingat kita hidup di masa sekarang dan masa depan. Jangan pelihara dendam." ujar ustadz Erik.

Apa gue harus maafin dan lupain semua ya?. Pikir Alika dalam-dalam.

Aggrr. Gue ga ngerti.

Alika membanting tubuhnya dan menenggelamkan kepalanya diantara dua bantal. Kemudian ia tertidur lelap.

•••

Arya & Alika (Ayat Cinta Anak Rohis) |TAMAT|Where stories live. Discover now