BAGIAN 3 - Kunjungan dan Tinjauan

77 5 0
                                    

Pak Adinata Parviz adalah salah satu pengusaha berpengaruh di Indonesia. Beliau memiliki banyak café serta kedai makanan yang tidak hanya viral di Jakarta, melainkan juga di beberapa kota besar lainnya. Bisnisnya tak hanya berupa makanan di restoran, tapi juga merambah ke makanan kemasan yang ngetop sekali di kalangan food vlogger Indonesia, baik online maupun offline. Bisnis kerajaan kuliner tersebut berdiri di bawah naungan Parviz Culinary. Perusahaan kuliner yang digadang-gadang akan pindah tangan ke Arion sebentar lagi. Semua terjadi murni karena Kenan memilih untuk sibuk menjadi arsitek hingga mau tak mau Arion harus menerima tanggung jawab besar memegang kendali perusahaan dengan ribuan karyawan di bawahnya.

Tiba-tiba saja, Arion mual bila ingat dengan semua fakta tersebut. Ingin menolak, tapi dia tak mau dicap sebagai anak durhaka. Nasib baik yang tak selamanya baik, menurut Arion. Pemuda itu kembali menyuap sarapan saat ponselnya berdering. Siapa gerangan yang meneleponnya di pagi ini? Tidak cukupkah penderitaannya setelah kemarin lusa menemani sang mama berbelanja dengan wajah memar? Dia ingin menikmati awal pekan pertamanya di Jakarta dengan tenang dan rehat sejenak dari membaca rekomendasi profil café yang dikirimi sang papa sejak setibanya dia di Jakarta.

Arion menyeret langkahnya ke ruang TV untuk mengambil ponsel lalu melihat nomor yang tertera. Asing. Dia menautkan alis sembari menelan cepat kunyahannya, menggeser tombol ke atas kemudian terdengar suara seorang pria di ujung.

"Selamat pagi."

"Iya, selamat pagi?" Arion duduk di sofa terdekat.

"Maaf mengganggu waktunya, apa benar dengan Pak Arion Parviz?" Suara penelepon tersebut terdengar sangat sopan dan berhati-hati.

"Betul, saya sendiri."

"Saya Handoko, pegawai di Kabar Kopi."

"Kabar Kopi?" Arion bergumam.

"Iya, salah satu café milik Parviz Culinary. Saya mendapat kabar dari kantor pusat kalau Pak Arion akan datang ke café kami hari ini dan mereka menyarankan saya untuk menghubungi Pak Arion."

Arion mengelola informasi tersebut secepat kilat dan dia paham sekarang. "Ini pasti ulah papa!" gerutunya sembari menjauhkan sejenak ponsel dari mulut. Dia berdeham dan melanjutkan. "Iya Pak, benar."

"Saya dengar juga, kalau Pak Arion akan bekerja membimbing kami di sini sebagai manajer café?"

"Manajer café?" Lagi-lagi dahi Arion berkerut atas informasi yang sama sekali baru baginya. "Benar-benar papa! Seenaknya sendiri." Gerutunya lagi.

"Kenapa Pak?"

"Ng... nggak Pak. Ehm, maksud saya, iya." Mau tak mau Arion sementara menyiyakan keputusan sepihak itu.

Suara Pak Handoko yang semula berhati-hati, kini terdengar lega. "Mungkin bisa diberitahu apa saja yang harus saya siapkan untuk kunjungan dan tinjauan Pak Arion hari ini ke café?"

Arion tak bisa berpikir. Tak ada hal terlintas di benaknya mengenai info yang baru saja dia terima. Menjadi manajer café di Kabar Kopi? Bagaimana bisa sang papa memutuskan hal tersebut tanpa merundingkannya terlebih dahulu dengan Arion? Meski dia pernah berkarir di perusahaan bisnis, tapi menjadi manajer café adalah pekerjaan baru baginya. Maksud Arion menjadi karyawan di salah satu café adalah benar-benar menjadi karyawan. Tidak memegang jabatan apalagi manajer. Juga satu hal, dia ingin sekali identitasnya disembunyikan dari para rekan kerja. Bukannya malah diberitahu secara resmi oleh kantor pusat, sampai-sampai membuat karyawan di café harus menghubunginya.

"Pak Arion, apakah masih tersambung?" suara Pak Handoko dari seberang menyadarkan pikiran Arion.

Arion menghela napas panjang. "Iya, Pak. Saya masih di sini." Pemuda itu memijat pelipisnya dan berpikir sejenak. Dia mencoba mengingat, apakah sang papa sudah mengirimkan profil tentang Kabar Kopi di balik tumpukan file dalam surelnya? "Bapak tidak keberatan kalau menunggu sebentar? Saya akan mengecek sesuatu terlebih dahulu."

A-KU & A-MUWhere stories live. Discover now