Liyodira - Part 8

2.2K 19 2
                                    

"Kita akan bicara soal pengobatan nenekmu, tapi kumohon berhentilah menari untuk siapapun." Ujar George saat mengantar gadis itu pulang.

Claire berkaca-kaca menatap pria itu, dia tidak sanggup menjawab tapi sebelum turun dari mobil George, Claire mengangguk pelan. Claire masih membayangkan obrolan mereka sebelum mereka sampai di depan rumah nenek Claire Carrington.

"Aku punya teman di Detroit yang membuka kelas balet, mungkin kau bisa mengajar di sana." Ujar George.

"The Balley?" Tanya Claire.

"Kau tahu tempat itu?"

"Sangat terkenal, tapi aku sudah pernah mengirim lamaran ke tempat itu dan tidak pernah dipanggil untuk interview."

"Besok aku akan bicara pada pemiliknya, kami berteman sejak kami kecil." Ujar George sebelum akhirnya mereka berpisah.

***

"Entahlah, kau datang seperti malaikat penolong. Thank you." Tulis Claire dalam pesan singkatnya sebelum dia pergi tidur dan itu membuat George tersenyum sambil mendekap telepon pintarnya.

"Dan aku mungkin baru saja menemukan dan merasakan apa yang disebut surga." Gumam George dalam hati.

"Inikah alasan mengapa setiap orang memilih untuk mengorbankan apapun demi apa yang mereka sebut dengan cinta?" Pertanyaan itu timbul di benak George dan sejak saat itu semua berubah. Dunia George Corner yang semula hitam dan putih menjadi jauh lebih berwarna. Meski awalnya kembali ke Detroit terdengar seperti sebuah kutukan apalagi ditengah perekonomian keluarga yang sedang memburuk, tapi dia menemukan Claire Carrington, wanita istimewa yang membuat dunianya berwarna.

***

George harus kembali ke kota tempat dimana semua bisnisnya berada untuk melanjutkan hidup. Karena kembali ke Detroit seperti sebuah mimpi baginya, dunianya yang sebenarnya adalah di New York.

"Bagaimana dengan proyek pembangunan pusat perbelanjaan itu?" Tanyanya pada sang sekretaris.

"Sudah mulai di robohkan beberapa bangunan yang berdiri di atas tanahnya."

"Sounds good." Ujar George singkat.

"Tapi ada sedikit masalah karena ada salah satu warga di sana yang menolak untuk pergi dari rumahnya."

"Kau tidak perlu melaporkan ini padaku, harusnya masalah ini beres tanpa harus ada campur tanganku." Ujar George.

"Akan kami bereskan."

"Laporkan padaku perkembangannya saja, untuk masalah kecil aku sama sekali tidak ada waktu memikirkannya." George meminta Hartman keluar dari ruangannya dan pria itu kembali sibuk dengan urusan bisnisnya bernilai miliaran dollar Amerika.

Entah mengapa ditengah kesibukannya dan setelah berhari-hari tidak terpikirkan olehnya, George mengingat kejadian semalam sebelum ia kembali ke New York, kala itu dia bertemu dengan Claire untuk ketiga kalinya.

"Hai . . ." Ujar George canggung.

"Hai." Claire menyibakkan rambut coklatnya dan menyisipkannya ke belakangan telinga, sama canggungnya dengan George.

"Terimakasih sudah datang." Ujar George.

"Terimakasih sudah mengundangku Mr. Corner." Claire tersenyum, dia masih berdiri dengan coat hitam yang dia kenakan.

"Silahkan masuk." Ujar George dan Claire mengikuti pria itu masuk ke dalam kamar hotelnya. Presidential Room, ruangan terbaik di hotel ini tentu saja terlihat sangat mewah.

"Aku juga mau mengucapkan terimakasih, karena kebaikanmu, sekarang nenekku dirawat di rumahsakit." Ujarnya tulus, George tersenyum sekilas.

"Semoa nenekmu lekas membaik."

LiyodiraWhere stories live. Discover now