Bab 6

64.8K 5.3K 423
                                    

Selamat Membaca










Mereka menjadi pusat perhatian pengunjung restoran. Nadella masih diam di tempatnya, dia malu. Sungguh. Gadis itu meraih tasnya dan berjalan ke arah kamar mandi yang ada di sana. Elang diam melihat kekacauan yang baru saja dia timbulkan. Ada apa dengannya? Kenapa dia bisa lepas kendali seperti ini.

“Ini, biar kita yang ganti,” kata Syam begitu pelayan datang untuk membersihkan pecahan kaca, dan lantai yang basah.

Elang memejamkan matanya, hendak menyusul Nadella di kamar mandi, tapi dering ponselnya membuat lelaki itu tertahan di tempatnya.

“Ya?"

“Ada pasien di UGD yang harus segera di operasi, Dok.”

Elang memejamkan matanya. Kenapa di saat seperti ini, tugas malah menjadi penghalangnya.
Mengembuskan napas pelan, sebelum kembali membuka matanya. “Saya ke sana sekarang.” Elang berdiri, menatap ke arah teman-temannya. “Ada yang bisa antar Nadel pulang?”

“Gue ada operasi satu jam lagi. Si Elo mau kontrol bentar lagi. Tapi, Syam udah mau balik. Iya kan, Syam?” tanya Andrian yang dijawab Syam dengan anggukan kepala.

Elang diam dan menatap Syam sambil berdecak pelan. Kenapa harus Syam? Selama ini, walau berteman, sering kali Elang dan Syam berselisih. Bahkan untuk hal kecil.

“Kenapa? Antar Nadel pulang?"

Elang kembali diam. Setelah kejadian tadi, tidak mungkin juga dia membiarkan Nadella pulang sendirian. Sial. Tapi, kenapa harus Syam?

“Selesai makanan di piring gue. Gue langsung pulang,” kata Syam.

Mengembuskan napasnya kesal. “Fine!” teriaknya keras. “Lo antar Nadel pulang, tapi jangan mampir ke mana-mana. Selesai operasi gue telepon lo.” Setelah mengatakan itu, Elang segera berlari keluar restoran menuju rumah sakit.

Beberapa menit setelah Elang pergi, Syam bisa melihat Nadella yang baru saja keluar dari kamar mandi. Lelaki itu bangkit berdiri.

“Lo yang bayar, An,” katanya yang membuat Andrian tersedak makanannya.

“Sialan lo berdua!”

Syam tidak memedulikan umpatan Andrian, dan lebih memilih berjalan menghampiri Nadella.

“Elang suruh aku antar kamu,” ujarnya begitu sampai di depan Nadella.

“Memang Mas Elangnya ke mana? Marah ya, ke aku?” tanyanya dengan eskpresi yang menahan tangis, yang membuat Syam mengumpat pelan di dalam hati.

Sial. Jika saja tidak mengingat kalau gadis di depannya ini adalah istri temannya, Syam sudah akan meraih Nadella ke dalam pelukannya. Gadis itu tidak terlalu cantik, tapi kenapa rasanya dia sangat menarik di mata Syam? Nadella, gadis itu seperti memiliki aura tersendiri.

“Enggak. Elang ada operasi dadakan. Jadi, pulang sekarang?”

Nadella mengangguk.

Keduanya pun berjalan berdampingan keluar restoran menuju rumah sakit, karena mobil milik Syam masih terparkir di sana.

“Kamu umur berapa?” Syam mulai bertanya lebih dulu ketika mereka sudah beberapa menit di dalam mobil.

“Dua puluh,” jawab Nadel pelan.

Syam benar-benar terkejut. Jadi, gadis ini memang masih sangat belia. Dia pikir, hanya wajahnya saja yang masih terlihat anak-anak, tapi umurnya juga masih sangat muda. Beruntung sekali burung Elang itu bisa memiliki istri muda seperti Nadella.

NadellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang