10: make a toast like a thunder

2.1K 343 12
                                    

"Eunwoo!"

Mama memelukku dengan erat, membuat San sedikit menepi dariku, bergabung dengan papa. Dapat ku lihat dari sudut mataku jika papa menatap anak bungsunya dengan tatapan yang berbeda dari biasanya, sedikit lebih tajam dan dingin.

Mama melepas pelukannya dan tiba-tiba membelai pelan perutku. Mama menghela napas, "Kamu baik-baik aja, kan? Udah ilang sakitnya?"

Aku mengangguk pelan, "Gak apa-apa, ma."

"Jangan terlalu dipikirin, ya? Jangan sampai stres, jangan terlalu sedih," ucap mama.

"Ma," papa menyentuh bahu mama, memberi isyarat untuk berhenti, "Jangan bahas itu."

"Ah, aku udah baik-baik aja kok, pa, serius," ucapku sok tegar walaupun yah, sejujurnya aku belum bisa merelakan anakku pergi begitu saja, namun apa boleh buat.

"Mama and papa feel so sorry about your loss. Hope you'll catch up soon," ucap papa.

Aku kembali menganggukkan kepalaku. San sepertinya sangat pandai melihat keadaan, ia mengajak mama dan papa untuk segera masuk ke ruang makan, sedikit menyelamatkanku dari topik menyedihkan ini.

Acara makan malam berlangsung dengan cukup khidmat. Papa dan mama duduk bersebelahan, dengan aku dan San di hadapan mereka. Selama makan malam, mata mama dan papa seakan tidak pernah lepas dariku dan San, entah mengapa.

Dan, tiba lah kami di akhir yang juga merupakan inti dari acara makan malam, ketika papa dan mama mulai menjauhkan alat makan dari hadapan mereka. Oh, inilah saat yang setidaknya sedikit ku benci dalam acara makan malam keluarga, di mana orangtua kami akan bertanya macam-macam.

"Jadi, kita harus mulai dari mana?" tanya papa.

"Eum, Eunwoo?" ucap mama, "Gimanaㅡ"

"Mama, it was my fault," San memotong pembicaraan, "don't blame her."

"I am not," ucap mama.

"San," tegur papa.

"Ah, oke, maaf," ucap San cepat.

Papa menggelengkan kepalanya, "Ok, let me hear some words from you, son."

Aku melirik San, pria itu tampak sedikit kebingungan menata kata-kata. "Y–ya, I was so busy lately, aku jarang ketemu Eunwoo, and it happened too fast," jawab San. "I'm sorry, it was my bad."

Papa memicingkan matanya dengan tajam ke arah San, "OF COURSE IT'S YOURS!!" papa menghardik San, "Gimana bisa kamu lebih mentingin pekerjaan daripada anak kamu?!"

"Papa," mama memegang tangan papa, berusaha meredakan emosi papa, "Jangan terlalu keras."

"I just can't believe this?! Andai papa tau lebih awal, papa gak akan ijinin kamu ke kantor," ucap papa dengan keras. "I don't raise you to be a such loser."

Tiba-tiba aku merasa tanganku ditepis dengan cukup keras oleh San. Pria itu menundukkan kepalanya, tetapi tangannya tak berhenti bergerak.

"Eum, jangan salahin San, pa, ini salahku juga," ucapku.

"No, dear, you're not. Sudah seharusnya suami kamu selalu siaga buat kamu, apalagi kondisinya kamu hamil muda, masih rentan," balas papa, kemudian menghela napas, "Papa gak mau kejadian kayak gini keulang lagi. Papa gak mau kamu selalu kerja, kerja, kerja, tapi gak inget sama istri kamu sendiri."

Aku ikut menundukkan kepalaku. Baru pertama kali ini aku melihat papa marah pada San. Aku menoleh sedikit pada San, ia tampak marah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Daybreak ➖ATEEZ San [✔]Where stories live. Discover now