0. |PROLOGUE|

447 56 7
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

















A man and his devil.






























Hujan masih menemani malam.

Bulan enggan memperlihatkan dirinya, tatkala kilatan-kilatan sepersekon detik yang datang, gemuruh kecil hingga besar yang terkadang bunyi seolah menggerogoti langit, dan rintikan bulir air awan cumolonimbus deras dijatuhkan oleh angin, mengalahkan presensinya yang kian lama kian meredup diatas sana.

Tampak tak menghiraukan sekitar, gadis berambut blonde yang sedang duduk di sudut cafe itu kini kembali membalikkan lembaran kertas yang terbuat dari bubuhan pohon papyrus di genggamannya.

Divergent - Veronica Roth, tertulis dengan font yang cukup besar di sampul bukunya. Headseat berwarna warm white juga senantiasa ikut bertengger di kedua telinga.

Wangi espresso khas dari Italia kini ikut menyeruak masuk ke dalam indra penciuman sang gadis, seolah-olah membantu menghangatkan malamnya yang dingin.

Tak terlalu banyak orang disini dan ia suka itu. Ini adalah salah satu nilai plus dari cafe yang sedang ia singgahi sejak 30 menit yang lalu.

Gadis itu bukan pecinta berat kopi. Tapi barista pembuat segala hal yang berbau caffeine di tempat ini yang membuat dirinya begitu tergila-gila akan euphoria rasa yang menyentuh lidahnya saat ia menyicip cairan berwarna hitam kecoklatan pekat itu.

Tangannya buru-buru kembali meletakkan gelas porselen dari espresso tersebut keatas piring.

Lembar novel yang sedang di bacanya kini sedang berada di puncak klimaks.

Krieet...

Ia mendengus kesal, kehangatan beberapa detik lalu yang mendominasinya tampak menguar begitu saja dari sisi tubuhnya. Ia menyentakkan novelnya sedikit kuat ke meja sembari ikut melepaskan headseat tercintanya dari telinga.

Mencari posisi nyaman dalam keadaan seperti ini sangat susah tahu.

Netranya menoleh langsung, menatap seorang pria bersurai coklat nan berwajah datar, dan yah sedikit tampan? Yang kini duduk tepat dihadapannya.

Mata lembut yang kian semakin tajam itu mampu masuk menelisik dan seolah-olah menusuk titik lemah gadis itu. Jantungnya berdebar kuat, ia menelan salivanya perlahan. Apa-apaan ini?

"Ini sudah hampir jam sebelas malam, dan kau masih berkeliaran disini? Nona Park Gowon?" ucapnya dengan tersenyum antara terlalu datar dan agak ramah.

Gadis itu tampak menaikkan kedua alisnya bingung. "Maaf, tapi apakah sebelumnya kita saling mengenal? Aku tak mengingatmu sama sekali."

OBLIGED Where stories live. Discover now