20. KETERPAKSAAN

2.6K 163 1
                                    

Minggu, 16 Februari 2020

20. KETERPAKSAAN

"Tak apa jika hanya terpaksa. Karna aku yakin suatu saat dia akan berubah pikiran."—Thalia Anastasya.

....DIEGO....

Peluh demi peluh terus mengalir di kening cewek itu. Sudah berkali-kali, dia berlari mengitari lapangan basket. Sendirian. Tanpa memperdulikan orang-orang yang terkadang menatapnya dengan bertanya.

Lima putaran lagi.

Bel masuk belum berbunyi. Cewek itu harus menyelasaikan tantangan yang Diego berikan padanya. Harus! Karna jika tidak, maka yang dia usahakan sejak tadi akan berakhir sia-sia—tanpa hasil yang sudah ia harapkan.

"Empat putaran lagi." serunya menggumam. Cewek itu nafasnya sudah sangat tersengal-sengal.

"THALIA!"

Thalia menoleh ke arah dua temannya yang melambaikan dari pinggir lapangan. Mata Thalia terkunci pada botol minum yang Anggi bawa. Tapi tidak menghiraukannya lama—lama. Memilih terus berusaha lari hingga hitungan yang terakhir.

"BERAPA LAGI?!!" Rere bertanya pada dia, saat Thalia melintas di hadapannya dan Anggi.

Nafasnya yang sangat kelelahan, membuat Thalia susah untuk mengeluarkan suaranya keras-keras. Cewek itu hanya mengacungkan tiga jarinya, untuk menjawab seadanya.

Detik berikutnya, merasa sudah tidak kuat, Thalia menghentikan langkahnya. Kedua temannya yang melihat, langsung menghampiri cewek yang sedang membungkuk menahan tubuhnya dengan kedua tangan di kedua lutut.

"Lo masih kuat?" tanya Rere.

"Kalo gak kuat, mending lo stop aja, Thal!" Anggi menyarankan.

Thalia menggeleng. "Ng—nggak! Gue kuat..., kok." cewek itu berkali-kali berusaha mengatur nafasnya yang tidak teratur seraya berkali-kali juga menelan ludah susah payah. "Lo...berdua tenang aja! Dikit lagi nih. Dua puteran lagi."

Berdecak, Anggi memilih mengulurkan air mineral yang ia bawa. "Terserah lo. Nih, gue beliin minum tadi. Minum lo udah abis kan?"

Dia menerimanya. "Thanks." setelah meminumnya sedikit, Thalia mengulurkan kembali pada Anggi. "Tolong bawain lagi, Nggi. Gue mau lanjutin."

"Iya."

"Cemungutttt.., Thalia kuuu..," seru Rere saat Thalia kembali memulai berlari mengitari lapangan basket.

Thalia tersenyum pada temannya itu. Ternyata seperti ini berjuang untuk memenangkan hati seorang Diego. Apapaun bisa dilakukan untuknya. Tapi satu. Dia harap, cowok itu tidak membuatnya kecewa karna mengingkari janji. Setidaknya, walau keras Diego masih bisa memegang janjinya.

Setelahnya, yang Thalia rasakan setelah berlari mengitari lapangan dalam hitungan terakhir, adalah matanya terasa buram. Nafasnya lebih tidak teratur dari sebelumnya. Cewek itu terduduk di tengah lapangan.

"THALIA!!"

....

Seorang cewek yang baru saja keluar dari pintu kantor SMA Kebangsaan sedikit terkejut saat melihat Diego berdiri disebelah pintu keluar. Bersender, menatapnya dan memasukan tangannya ke dalam saku celana.

"Ngapain lo?"

Diego mendengus. "Harusnya gue yang tanya sama lo. Ngapain lo di sekolahan gue?"

Sekar menghela nafasnya, lalu berjalan ke arah bangku yang terletak di depan kantor. Duduk di sana, dan menolah pada Adiknya itu. "Gue di sekolah lo, ya karna kelakuan lo. Lo tuh, gak capek apa, selalu aja berantem. Orang rumah terus yang dipanggil sekolah."

DIEGOWhere stories live. Discover now