Chapter 1

1.4K 302 574
                                    

Ayo ditekan dulu bintangnya. Jangan lupa vote dan comment ya.
Love you guys 💖.

♤Karena hanya harapan yang mampu melihat bahwa akan ada setitik cahaya dibalik pekatnya kegelapan.♤

Stella Silverin Reynand menatap langit-langit malam yang cantik dan didampingi banyaknya bintang-bintang. Perempuan yang sering disapa Stella itu menundukkan kepalanya, rasa pusing memenuhi kepalanya. Kemudian, ia segera memasuki kamarnya dan melirik laci yang terletak di sebelah kasurnya.

Perlahan Stella membuka laci tersebut, lalu mengambil botol obat , mengeluarkannya beberapa butir, lalu meminumnya bersamaan dengan jatuhnya air mata Stella. Ia sudah tidak bisa menahannya lagi.

Tok-Tok-Tok!

"Stella, kamu udah tidur sayang?" ucap seorang perempuan paruh baya yang bernama Myrabella Ravenna Reynand dan sering disapa Bella. Bella merupakan mamanya Stella. Ia sangat menyayangi anak perempuan semata wayangnya itu.

"Belum Ma, Mama masuk aja." Stella segera menghapus air matanya agar mamanya tidak khawatir. Ia akan berusaha tetap tersenyum untuk mamanya, seseorang yang sangat ia sayangi.

"Kamu kenapa belum tidur? Besok mau sekolah kan?" ujar mamanya sambil mengusap puncak kepala Stella.

"Belum ngantuk Ma, tapi sebentar lagi aku tidur kok," ucap Stella tersenyum. Stella memang selalu tersenyum, bahkan ia merupakan perempuan yang riang ketika ia berada disekolah.

"Ya sudah, Mama keluar ya sayang. Kalau udah ngantuk langsung tidur ya." Stella bisa merasakan mamanya mencium puncak kepalanya dengan sayang.

"Iya Ma, pasti kok."

Stella menatap pintu yang barusan ditutup oleh mamanya. Ia kembali berpikir, harus bagaimana ia menghadapi kehidupannya ini? Lelah terus berpikir, Stella pun menghampiri ranjangnya dan mulai tertidur.

☆☆☆☆☆

Sinar matahari mulai memasuki kamar melalui celah-celah jendela. Perempuan cantik tersebut pun mulai mengerjapkan matanya dan membuka matanya dengan perlahan. Ia menatap jam kecil yang ada di atas nakas dan tersenyum.

Stella berjalan, mengambil handuk dan pakaian seragam sekolahnya, kemudian memasukki kamar mandi. Setelah selesai, ia menuruni tangga dengan hati-hati dan tersenyum cerah.

"Pagi semua ...," sapa Stella saat sampai di ruang makan. Ia melihat papanya, Alvaro Reynand, mamanya, dan kakaknya, Nathanael Ludwick Reynand yang sudah duduk di meja makan. Mereka tersenyum melihat Stella yang selalu ceria meskipun mereka tahu bahwa Stella tidak sebahagia itu.

"Waduh, anak papa udah bangun, ayo sini kita sarapan," ujar sang papa sambil melambaikan tangan pertanda menyuruh anaknya untuk segera duduk.

"Stella?" panggil Nathan sambil menatap Stella.

"Iya Kak, kenapa?" ujar Stella membalas tatapan kakaknya itu.

"Minggu depan lo ikut gue ya?" ucap Nathan lembut, ia ingin membawa adiknya untuk berobat ke negara tetangga di seberang Pulau Sumatra yang terkenal dengan julukan Negeri Singa.

"Kemana Kak?" Stella menatap kakak yang sangat ia sayangi itu. Ia tahu bahwa kakaknya sangat khawatir akan keadaan dirinya.

"Kita ke Singapura, ada temen gue di sana, dia dokter ahli bagian dalam. Gue percaya dia bisa sembuhin penyakit lo," ucap Nathan sambil berjalan untuk duduk di sebelah adiknya dan mengelus lembut tangan adik satu-satunya itu.

"Kak, lo yakin gue bakal sembuh? Gue aja udah pasrah, gue pengen jalanin hidup sama kalian aja." Stella kini menunduk tidak berani menatap kakaknya karena ia sudah bersusah payah untuk menyembunyikan cairan bening yang telah siap untuk jatuh.

"Lo nggak boleh ngomong gitu Stella, percaya sama gue ya, gue yakin Dokter Frans bisa nyembuhin lo." Kini tangan Nathan telah berpindah untuk mengelus kepala Stella.

Cairan bening yang telah Stella tahan pun jatuh juga. Ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi, di satu sisi Stella sangat ingin terbebas dari penyakit yang ada di tubuhnya, namun di lain sisi, ia tidak ingin menghabiskan waktu berharganya untuk hal-hal yang tidak bisa dipastikan keberhasilannya.

"Sayang, kamu harus percaya sama Kakak kamu ya, Mama sama Papa pasti selalu mendoakan kamu. Kamu ikut Kakak kamu ya?" Mamanya ikut mengelus puncak kepala anak perempuan satu-satunya itu.

Bella dan Alvaro sudah mati-matian mencari dokter untuk menyembuhkan anaknya itu, namun setiap pengobatan yang dijalani, selalu tidak berhasil. Dengan harapan besar, mereka mendoakan agar pengobatan kali ini berhasil dan membuat perubahan positif bagi anaknya itu.

"Stella? Mau ya?" bujuk Nathan ketika melihat adiknya masih terus menunduk dan tidak memberinya jawaban.

"Stella harus memikirkannya dulu Kak, Stella ... Stella masih bingung Kak, Stella takut nanti malah ...." Stella tidak mampu melanjutkan ucapannya, hanya cairan bening yang terus jatuh mencerminkan perasaan Stella saat ini.

"Ya sudah, Kakak nggak maksa harus hari ini kok, pikirkan yang terbaik ya Stella. Jangan nangis dong, ntar cantiknya hilang lho." Kedua ibu jari milik Nathan terangkat untuk menghapus cairan bening yang membasahi wajah cantik adiknya itu.

Stella menggangguk dan tersenyum untuk meyakinkan keluarganya bahwa ia baik-baik saja untuk saat ini. Ya, setidaknya untuk saat ini.

"Ayo sarapan, nanti Kakak antar ke sekolah."

"Oke, Kak." Stella mulai mengambil roti dan mengoleskan selai stroberi di atasnya. Ia makan sambil tersenyum. Berapa lama lagi ia bisa merasakan nikmatnya rasa selai ini, pikirnya.

Setelah selesai makan, Stella mengambil tas sekolah lalu menghampiri kakaknya yang sedang bersama kedua orang tuanya.

"Ma, Pa, Stella udah selesai sarapan nih. Stella mau berangkat sekolah."

"Ayo Kakak anterin ke sekolah," ujar Nathan sambil mengambil kunci mobil yang ada di atas meja.

"Ma, Pa, kami berangkat dulu ya." Stella berjalan untuk memeluk kedua orang tuanya dan disusul oleh Nathan di belakangnya.

"Iya, kalian hati-hati ya," jawab mamanya.

"Nathan jangan ngebut-ngebut ya," ujar Alvaro kepada anak laki-lakinya, ia sangat yakin bahwa jika tidak diingatkan, anak laki-lakinya itu akan membawa mobil dengan kecepatan tinggi.

"Siap Pah hehehe ...." Nathan terkekeh mendengar perkataan papanya itu.

Tahu saja Papa, batinnya.

Hanya keheningan yang menyelimuti Stella dan Nathan di dalam mobil. Nathan mengendarai mobilnya dengan santai, tidak ngebut. Sementara Stella pun hanyut dalam pikirannya sendiri.

"Nanti pulang sekolah gue jemput ya?" Perkataan Nathan memecahkan keheningan yang sedari tadi menyelimuti mereka.

"Boleh deh."

Setelah beberapa menit kemudian, mereka sampai di sekolah Stella. Nathan pun keluar bersamaan dengan Stella. Stella bisa mendengar teriakan histeris beberapa perempuan di sekolahnya itu ketika melihat Nathan. Stella pun melirik ke arah kakaknya, tidak heran mereka berteriak seperti itu, kakaknya itu kan gantengnya selangit.

"Udah Kak, lo pulang sana, liat tuh mata mereka udah mau copot gara-gara liatin lo."

"Ya udah, gue pulang dulu ya, ntar kalau udah selesai sekolahnya, hubungi gue." Nathan mengelus puncak kepala Stella membuat para perempuan yang belum memasuki kelas, berteriak histeris kembali.

Nathan pun memasuki mobilnya dan keluar dari pagar sekolah. Banyak perempuan yang saling berbisik dan banyak juga yang memberikan tatapan iri kepada Stella.

"Itu kan kakak gue," gumam Stella.

To be continue

Gimana?
Kalau suka, jangan lupa dishare ke temen-temen kalian yaa.

Oh iya, kalau ada kritik dan saran dari kalian boleh banget dicomment. Kritik dan saran kalian sangat berguna bagi aku.

Salam manis,

Sweet Chocolate💖

The Beautiful Night Sky [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now