IV

113 14 0
                                    

Setelah menyelesaikan kewajiban shalat Ashar, Dzaky memutuskan untuk mengembalikan dompet berwarna abu-abu tersebut. Dengan mengendarai mobil milik Tama, dia berusaha menemukan alamat pemilik dompet.

Diperjalanan, dia baru ingat kalau dia sama sekali tidak menanyakan dimana rumah pemilik dompet itu kepada Tama. Hal ini lantas menghubungi kakaknya tersebut. Namun beberapa kali mencoba menelefon, Tama tak kunjung menjawab telefon. Kebingungan apa yang harus dilakukannya, Dzaky memberhentikan mobil disebuah minimarket.

"Sekalian beli minuman kali ya. Haus gue" ucapnya dalam hati.

"Hmm apa ya?"tanyanya pada diri sendiri sambil memilih minuman yang berjejer rapi tersebut.

Akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada sebuah kofi botolan.

"Oke, lumayanlah buat ngilangin kantuk"

Setelahnya Dzaky berjalan menuju kasir untuk membayar minuman tersebut. Baru akan melangkah, terlihat olehnya wajah seseorang yang sepertinya tak asing baginya.
Dengan sedikit sembunyi-sembunyi, Dzaky mencoba mengingat siapa perempuan yang sedang berada tak jauh darinya. Rambut lurus sebahu, dengan poni yang sudah kepanjangan dijepit diatas telinga menggunakan jepitan abu-abu.

"Kayak kenal. Eh ngapain gue ngintip-ngintipin anak orang gini. Kurang kerjaan" sambil menggeleng kepalanya dan tersenyum, Dzaky kembali melanjutkan tujuan awalnya untuk membayar minuman yang dipegangnya itu.

Brakkk.

"Aduh" desis Dzaky. Seseorang perempuan. Perempuan yang tadi dilihatnya.

"Ma..maaf, saya buru-buru, jadinya gak sengaja nabrak mas nya"

"Eh. Iya gapapa."

"Sekali lagi maaf"

"Iya. Salah saya juga karena gak sempat menghindar, tapi lebih salah rak besar ini. Ngapain dia disini ya kan?" Dzaky mencoba membuat lelucon, mencairkan suasana.

Perempuan tersebut hanya tersenyum kecil.

"Kayaknya kita pernah ketemu. Iya kan?"

"Tidak"

"Tapi aku seolah gak asing dengan wajah kamu"

Perempuan itu mengerutkan kening.
"Nah aku ingat. Kamu yang tadi pagi di angkot kan? Yang lupa bawa uang?"

"Kamu yang tadi bantuin aku?"

"Iya. Aku. Kenalin, Dzaky" Dzaky menyodorkan tangan ramah.

Perempuan itu tak menerima uluran tangan tersebut.

"Maaf, kamu mau aku untuk gantiim yang tadi ya? Aku gak punya uang cash, kalau kamu mau sini biar aku yang bayarin minum kamu" ujarnya.

"Eh bukan gitu maksud aku. Aku cuma mau kenal aja sama kamu. Gapapa kok gak usah diganti"

"Makasih"

Perempuan itu berlalu ke arah lain meninggalkan Dzaky.

"Hmm. Diajak kenalan kok susah banget" ujar Dzaky dalam hati sembari melanjutkan langkah menuju kasir yang tadi sempat tertunda.

Setelahnya, ia kembali ke mobil dan mencoba menghubungi Tama. Kali ini dijawab.

"Kak, ini aku nganter dompetnya kemana?"

"Kemana ya"

"Kok nanya ke gue? Kan kemaren lo nganter mereka. Masa gak ingat sih kak"

"Masalahnya ada 2 cewek yang pesan secara offline. Seumuran pula. Gak tau gue yang mana satu yang punya tu dompet. "

"Yah. Gimana dong nasib gue. Masa gak ingat lo. Dimana aja emangnya alamatnya?"

"Gue gak terlalu ingat jalannya. Soalnya tu cewek yang ngarahin. Dan cewek kedua gue dapetnya disekitaran cewek pertama itu turun juga. Coba lo lihat di dompetnya. Mana tau ada petunjuk"

"Oh iya. Bentar kak"

Tut. Telefon terputus. Dzaky mencoba membuka dompet tersebut. Namun dia hanya menemukan uang serta sebuah foto anak perempuan berusia sekitar 3 tahunan. Dibelakang foto tersebut terdapat tulisan "My Love: Indina Qiara".

Mungkin foto pemilik waktu masih kecil, fikir Dzaki. Dia kembali mengacak-acak isi dompet. Tak disangka dia menemukan sebuah fotokopi KTP, terselip dibagian paling belakang dompet.

"KTP siapa ya?" Dzaky kebingungan.
Nama di KTP dengan nama dibelakang foto berbeda. Karena bingung, dia kembali menghubungi Tama.

"Apa lagi?"

"Kak, tu cewek kira-kira umur berapa?"

"Mana gue tau. Ngapain nanyain umur dia ke gue"

"Lo gak liat muka dia kemaren?"

"Kagak. Kenapa sih?"

"Gue nemu KTP di dompetnya. Tapi kayaknya ini udah tante-tante"

"Trus masalahnya? Yaudah ikutin aja alamat di KTP itu"

"Tapi kan.."

Sambungan telefon dimatikan.

"Ah payah ni manusia. Udah minta tolong tapi gini kelakuannya", gerutu Dzaky dalam hati.

Dzaky kembali melihat alamat tersebut. Jalan Cempaka. Tidak terlalu jauh dari minimarket saat ini tempat Dzaky berada. Masalahnya, jalan Cempaka itu cukup panjang. Bagaimana bisa Dzaky tahu persis rumah yang dituju dimana? Rasanya tidak mungkin untuk bertanya ke setiap rumah disana. Ingin menghubungi kakaknya lagi sepertinya juga sudah malas untuk dilakukan, bukannya menemukan solusi yang ada hanya menambah pusing di kepala.

Akhirnya Dzaky memutuskan untuk menyusuri saja jalanan sesuai alamat di KTP itu sambil berharap ada keajaiban, misalnya di pagar rumah pemilik dompet ditempel berita kehilangan akan dompet tersebut.
Dzaky mengemudikan mobilnya perlahan agar bisa lebih teliti. Namun tak ada petunjuk apapun yang bisa ditemui.

"Apa gue harus benar-benar datang ke setiap rumah di sepanjang jalan ini? Gak mungkin banget deh kayaknya"

Akhirnya Dzaky memutuskan untuk sekali lagi menyusuri jalanan itu dengan kecepatan yang dibuat lebih pelan dibanding sebelumnya. Tinggal 200 meter menuju ujung jalan, dia menemukan sesosok perempuan yang pada beberapa kesempatan hari ini muncul dalam hidupnya. Dzaky lantas memberhentikan mobil. Dia berniat ingin bertanya saja alamat pemilik dompet itu, bisa saja perempuan itu mengenalinya, bisa saja perempuan itu tinggal disekitaran sini.

Dzaky meraih dompet abu-abu tersebut lalu membuka pintu mobil.

"Mbak" Dzaky sedikit berteriak dan berjalan cepat agar tak kehilangan jejak.

Perempuan itu tak mendengar. Ia lantas membuka kunci sebuah pagar kecil.

"Mbak" panggil Dzaky lagi. Kali ini lebih kencang.

Perempuan itu menoleh. Ia kembali keluar menuju pinggiran jalan. Matanya langsung menoleh pada dompet abu-abu tua seraya menariknya paksa dari tangan Dzaky.

"Kamu?" Ujar mereka bersamaan.

PetrichorOnde histórias criam vida. Descubra agora