03 :: | Siapa

208 35 15
                                    

Suasana didalam kantin begitu ramai. Dengan candaan dan gelak tawa para murid yang menikmati makan siang mereka. Hanya satu meja yang tampak begitu tenang diantara meja-meja yang lain. Itu meja yang dipakai oleh Jinyoung, Byounggon, Seunghun dan Hyunsuk. Kebiasaan mereka makan dengan tenang tentu menjadi pencerminan jika ke empat remaja itu hidup di lingkungn yang tak biasa. Yaitu lingkungan istana. Tempat dimana sopan santun dan adat istiadat begitu di junjung setinggi-tingginya.

"Sepertinya anda lupa, ya? Seorang raja... Setidaknya memiliki pangkat sersan satu di kemiliteran... Dengan kaki kiri saja... Memang bisa?"

Berkali-kali Jinyoung memikirkan kalimat yang ia dengar dari Yonghee. Keningnya berkerut memahami ada yang janggal disini.

'Dengan kaki kiri saja?' Jinyoung mengemut ujung sumpit yang ia gunakan untuk makan. Pikirannya masih berputar-putar entah kemana setelah mencoba mendalami kalimat itu.

"Byounggon-ah." panggilnya pada anak lelaki yang sedang duduk tenang menikmati makanannya.

"Eung?" ia menegakkan pandangannya. Melihat Jinyoung yang tampak begitu serius melihatnya.

"Kalau misalkan ada rakyat yang mengetahui tentang peraturan kerajaan paling intim... Berarti bagaimana?" tanyanya.

"Peraturan paling intim? Semacam peraturan untuk dayang atau pengawal begitu?" Byounggon meletakkan sendoknya ke atas nampan. Memperhatikan Jinyoung sama seriusnya.

"Lebih dari itu... Semacam... Ah, tempat pengasingan, jika ada satu saja rakyat yang tau, bagaimana?"

Byounggon mengedikkan bahunya. Kembali mengangkat sendoknya dari nampan. "rasanya mustahil bagi seorang rakyat yang mengetahui hal seperti itu dengan sendirinya... Kecuali jika dia memiliki hubungan sangat dekat dengan istana. Tapi jika memang itu karena keteledoran pengabdi istana atau terlanjur dia tau... Maka orang itu sudah harus wajib mengabdi di istana agar tidak semakin meluas lagi." jelasnya yang kemudian dilanjutkan dengan memakan makanannya.

"Lalu bagaimana kalau dia tidak mau mengabdi?"

"Hukum pasung atau hukum mati." jawab Byounggon seketika. Ia kemudian mengerutkan keningnya. Merasa ada yang di sembunyikan pangerannya.

"Kau baru saja mengatakan rahasia kerajaan? Pada siapa?" Byounggon menyipitkan kedua matanya. Menginterogasi pangerannya.

"Tidak... Kebetulan bahasan itu menarik untukku." Jinyoung menunduk. kembali memakan makanannya dengan tenang. Walau sebenarnya pikirannya tak setenang tubuhnya.

∆∆∆

Jinyoung memasuki mobilnya dengan tenang. Beberapa orang murid memanggilnya untuk menyapa dan ia hanya memasang senyuman, baru kemudian ia benar-benar memasuki kendaraannya. Selama ini, memang banyak anak perempuan dan beberapa anak laki-laki yang mengidolakannya sebagai satu-satunya murid berdarah biru di sekolah. Namun seperti yang mereka yakini, mereka tak boleh mengacau pada pewaris tahta. Jadi mereka hanya akan menjaga jarak sejauh itu.

Jinyoung melambaikan tangannya pada murid-murid yang terlihat mendekati mobilnya. Dan mobil itu berjalan menjauhi lapangan. Senyumannya sama sekali tak pudar untuk menyapa teman-teman yang bahkan tak ia ketahui namanya itu. Dan ketika mobil berhenti sejenak di pintu gerbang, senyumannya baru saja menghilang. Melihat anak lelaki yang duduk diatas sepedanya. Itu anak yang sama dengan yang di toilet. Kim Yonghee. Entah kenapa anak itu terasa begitu berbeda dari anak-anak lainnya. Jika yang lain begitu menjaga jarak dan begitu menyanjungnya, Yonghee benar-benar terbalik dari itu semua.

'Sebenarnya dia siapa?'

∆∆∆

Jemari pria itu meraih arloji yang tergeletak diatas meja belajarnya. Memakainya di pergelangan tangan kirinya, lalu memandang pantulan dirinya dari cermin almari kamarnya. Ia sudah terlihat baik mengenakan basic sweater berwarna moca dan celana berwarna coklat bata. Cuaca semakin menurun semenjak minggu lalu. Pertanda musim gugur sudah akan memasuki akhir.

Luceat Lux Tua | CIXWhere stories live. Discover now