Dvn|13

23.6K 1.5K 33
                                    

Happy Reading Dipinilipirs❤
🔸

Davina melangkahkan kakinya dengan takut-takut, pasalnya bayangan dikurung dalam gudang tua itu masih saja terlintas di kepalanya. Apalagi bayangan marahnya seorang Reinaldo yang bahkan tidak segan-segan mengurung anaknya sendiri di dalam gudang tua.

Davina memantapkan diri untuk membuka pintu rumah megah itu. Tangannya sedari tadi gemetar saat ingin menyentuh handle pintu cokelat yang ada dihadapannya sekarang.

Lo harus kuat Vin. Davina berujar dalam hati dan kembali menguatkan diri untuk bertemu anggota keluarganya.

Saat membuka pintu, Davina langsung disambut dengan tatapan sinis dari orang-orang yang berada di dalam rumah itu.

Davina menundukkan kepala tidak sanggup menatap empat orang itu. Dan ya, satu kalimat yang kembali terdengar di telinga Davina. Pedas dan mampu menghancurkan hati.

"Masih inget balik? Ke mana aja lo seminggu ini? Oh ... atau jangan-jangan lo pergi sama om-om simpenan lo?" ucap Devina sambil menunjuk-nunjuk Davina yang masih tertunduk dan mengepalkan tangannya berusaha menghilangkan kesalnya.

"Jaga ucapan kamu, ya! Bukannya kalian tidak perduli lagi dengan saya? Lantas kenapa kalian sibuk dengan urusan saya," sinis Davina dan masih diam di depan pintu. Davina kembali melangkahkan kakinya. Namun, saat berada di anak tangga pertama dia ditarik oleh orang yang dulunya sangat lembut nan menyayangi dirinya, namun sekarang tidak lagi. Ya, siapa lagi kalau bukan mamanya. Ivona.

'Plak' tamparan itu kembali mendarat di pipi Davina. Setiap kali diperlakukan seperti ini, Davina hanya pasrah dan berlapang dada menerima semua perbuatan yang dilakukan oleh keluarganya.

Davina menatap semua yang ada di dalam rumah itu. Pedih, itulah yang dirasakan oleh pipi Davina saat ini. Davina diam merasakan perih sekaligus panas yang menjalar di pipinya. Sakit dan hancur, bagaimana tidak, Davina baru pulih dari sakitnya dan langsung diperlakukan seperti itu.

"Kalian semua puas?! Masih mau nampar gue? Ayo tampar-tampar, salagi gue masih bersedia. Tampar Ma, tampar." Davina menepuk-nepuk pipinya, dia menerima jika orang tuanya akan kembali menamparnya.

'Plak, bruk' suara tamparan itu kembali menggema, ruangan yang tadinya hangat mnejadi begitu mnecekam, dan tak lama dari itu Devina mendorong adiknya sampai benar-benar terduduk lemas.

Azka, menyaksikan itu hanya diam tidak berkutik. Disatu sisi dia kasihan pada adiknya tang diperlakukan seperti itu, namun disisi lain dia juga membenci adik kecilnya. Sungguh dia bingung harus bersikap bagaimana kepada Davina.

Davina mencoba bangun, sungguh tulang-tulangnya serasa remuk. Keluarganya paling pandai membuat badannya menjadi lemas tidak berdaya. Tiba di kamar dengan susah payah, Davina langsung merasakan pusing kembali mendera kepalanya.

Dia terduduk bersandar di pintu kamarnya, tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Kenapa hidupnya menjadi rumit dan sulit begini, pikir Davina.

Davina beranjak dari duduknya dan menghampiri nakas yang sudah lama tidak ia buka. Ia mengambil benda tipis nan tajam yang ada di dalam sana. Tanpa berpikir panjang Davina langsung berjalan ke arah kamar mandi dan menghidupkan shower, air dingin. Untuk mendinginkan kepalanya dan menenangkan perasaannya.

Ia menatap benda kecil nan tipis itu. Dan tak lama, darah segar mengalir dengan derasnya. Bukan dari tangan Davina, tapi dari hidung Davina. Davina mimisan, dia kembali terduduk lemas di bawah guyuran shower.

DAVINA [Udah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang