Dvn|23

20.5K 1.4K 81
                                    

Happy reading
Dipinilipirs-kuh (づ ̄ ³ ̄)づ
Vote dulu, baru baca😉
🔸
Gue harap pertemanan kita ini akan sama seperti air sungai Nil yang yang mengalir deras di Benua Afrika-- Panjang dan tidak ada habisnya.
-Davina Azzaranie

.

Davina menatap indahnya langit malam, kota dari atas balkon kamarnya di rumah megah itu. Tidak. Itu bukanlah rumah orang tuanya. Tapi, itu adalah rumah milik keluarga Ferro. Dia duduk termenung sambil memikirkan semua omongan yang diucapkan oleh Zea. Memori itu terus berputar di kepalanya.

"Vin?" Ferro mengejutkan Davina.

"Hm." Davina hanya berdeham tanpa menoleh sedikitpun pada Ferro.

"Mikirin apa?" selidik Ferro.

"Enggak ada," gugup Davina.

"Gak usah bohong sama, Kakak." Ferro menarik tangan Davina dan mengusap luka sayat hasil self injury yang mereka lakukan.

"Maaf." Davina kembali meneteskan air matanya. Hal itu membuat Ferro mengerutkan dahinya-- bingung.

"Buat apa, Vin?"

"Maaf udah ngerepotin, Kakak. Maaf Vina udah banyak bikin Kakak susah. Maaf Vina gak bisa jadi manusia yang-"

"Sutts. Vina, kamu gak boleh gitu, kamu sama sekali enggak pernah ngerepotin, Kakak," potong Ferro dengan sangat cepat.

"Tapi, Vina selalu nyusahin, Kakak." Davina kembali meneteskan air mata, ingatannya kembali melayang ke arah yang tidak bisa ditentukan.

"Vin, kamu sama sekali enggak nyusahin, Kakak," balas Ferro dengan sangat tulus.

"Aku capek, Kak. Aku capek gini terus, saat Zea ngomong kayak gitu, aku hancur, Kak." Davina menghapus kasar air matanya. Dia benci situasi ini, sangat benci.

"Kamu gak boleh nyerah, Vin," ujar Ferro lembut.

"Tapi, aku lelah, Kak, aku mau pergi. Aku pengen istirahat dengan tenang. Dengan begitu mereka pasti sangat senang."

"Vina, kamu enggak boleh ngomong kayak gitu. Kakak pengen lihat kamu sembuh seperti sediakala." Ferro mengusap rambut hitam Davina.

"Tapi, itu hanya harapan, Kak, aku gak mungkin sembuh."

"Kakak mohon banget, Vin, tolong kamu jangan nyerah sama situasi ini, kamu harus berobat agar lekas sembuh," ujar Ferro memohon, "sekarang lebih baik kamu istirahat." Ferro mengusap lembut air mata yang ada di pipi Davina dan kemudian pergi meninggalkan Davina di tengah gelapnya malam.

Matahari memancarkan sinar terang yang bisa memberikan sebuah harapan dan lembaran baru pagi ini. Davina dia sudah siap dengan seragam sekolah kebanggaannya. Dia hari ini akan memaksa Ferro untuk   mengizinkan dan mengantarkan dirinya untuk bersekolah.
Davina turun ke lantai bawah, dia melihat sang sepupu tengah duduk sambil memakan sarapan yang ada di hadapannya. Davina tersenyum senang.

"Pagi, Kak." Davina menarik kursi dan mengambil posisi duduk nyaman di sana.

"Pagi," singkat Ferro.

DAVINA [Udah Terbit]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ