chapter 29

10.8K 850 42
                                    

"Biar aku yang berbicara sama Gibran, " ujar Raya. Ketika melihat Gibran keluar kamar tanpa permisi.

"Yasudah.  Raya bangkit dan menyusul Gibran yang mungkin pergi kekamarnya.

"Keputusan Ayah apakah salah?" tanya Rian pada kedua anaknya yang sedang melamun.

"Mungkin aku yang egois karena memilih mempertahankan cita-cita aku. Harusnya aku mengalah, dan bisa meneruskan perusahaan Ayah," jelas Bryan.

"Itu udah ci-

"Tapi Gibran juga punya cita-cita yah. Bukan cuma aku atau Reyhan," potong Bryan.

"Kalian gak mengerti," lirih Rian.

"Tidak mengerti apa? Justru Ayah yang selalu mementingkan perasaan Ayah tanpa mementingkan perasaan Gibran."

"Oke. Keputusan Ayah menjadikan Gibfan penerus perusahaan gak salah. Tapi yang salah, Ayah melarang Gibran main bola. Padahal Ayah tau sendiri kalau Gibran sangat cinta permainan itu," jelas Bryan.

"Kak udah," tegur Reyhan.

Reyhan tidak suka Ayah dan kakak nya berantem adu mulut seperti saat ini.

Sedangkan Raya menghampiri Gibran yang berada dikamarnya.

"A Gibran," panggil Raya. Gibran tidak menoleh, ia marah pada semuanya. Termasuk sang mamah.

"Kenapa?" lirih Gibran.

"Kamu kenapa?"

"Ayah yang kenapa," ujar Gibran.

"Gibran harusnya kamu pah-

"Mamah juga dukung Ayah dan ngorbani cita-cita aku juga? Kenapa sih Mah? Gak ada yang dukung aku. Padahal aku lagi berusaha buat ngasih yang terbaik sama kalian," seertak Gibran.

"Bukan gitu Gi.. Mamah!

"Mamah termasuk orang yang dukung aku dibola, tapi kali ini? Mamah juga mau kayak mereka yang selalu remehin kemampuan aku?"

"Mah aku gak suka kertas-kertas, dokumen-dokumen itu. Yang aku suka itu lapangan sama bola!" tegas Gibran.

"Dan kamu tega buat Ayah kepikiran bua masa depan kamu kedepannya?" tanya Raya.

Gibran terdiam. "Apa yang harus dipikirin? Toh rezeki gak ada yang tau. ak ada yang tau perusahaan akan hancur, dan gak ada yang tau dimana rezeki Aku."

"Mamah bukan bearti tidak mendukung kamu."

"Tapi Mamah kayak gitu!"

"Ayah mengizinkan kamu main bola kan?"

"Ayah gak ikhlas aku main bola," ketusnya..

Raya lebih memilih meninggalkan anaknya ini. Ia akan menyuruh anak sulungnya untuk berbicara pada Gibran.

Klek

Bryan membuka kamar Gibran, terlihat Gibran menangis pilu dimeja belajarnya. Bryan tersenyum pedih, ia hampiri Gibran dan mengusap bahu adiknya itu.

"Gak sekarang, gua yakin Ayah pasti luluh," ucap Bryan yang masih menyakinkan Gibran untuk tetap optimis.

"Gua capek," lirih Gibran.

"Apa segitu gak percaya nya Qyah sama gua, sampe dia larang gua sekeras ini?" kata Gibran dengan nada bergetar

"Dia gak ngerti gimana capenya gua menyakinkan dia kalau gua bisa jadi pemain bola, gua siap jatuh bangun hanya buat Ayah gua percaya Kak. Tapi apa? Gak ada hasil," ringisnya.

GIBRAN || EndWhere stories live. Discover now