chapter 55

15.4K 1K 77
                                    

Gibran sudah dimasukan kedalam ruangan UGD, Raya masih menangis didalam pelukan sang mertua. Sedangkan Rian yang terlihat prustasi melihat kondisi anaknya yang terbilang tidak baik-baik saja. Bahkan pakaian Rian dan Opa sudah banyak dilumuri darah Gibran

"Istirgar, berdoa semoga Gibran gak kenapa napa ya." Dalam tangis Raya mengangguk.

Rian yang mendengar ucapan opapun menghampiri keduanya dan memgambil alih Raya untuk dia peluk.

"Tenang sayang, Gibran kuat kok." Rian tau sehancur apa Raya, karena dia juga merasakan kehancuran itu.

"Rian, Papah telpon Reyhan ya takut ada apa-apa juga sama Bryan," ujar Opa yang mengkhawatirkan keadaan Bryan.

"Iya Pah. Kalau Bryan udah gak papa mereka suruh kesini ya" Opa mengangguk.

"Mas... hiks Gibrann.." lirih Raya.

"Sayang tenang, berdoa ya semoga Gibran gak kenapa-napa ya."

"Gibrann Hiks.." Rian terus memeeluk Raya.

Setelah beberapa lama akhirnya dokter keluar dengan keadaan yang sudah kusut.

"Dokk.. gimana cucu saya?" tanya Opa dengan panik disusul juga oleh Rian dan Raya menghadap kedokter yang ber name tag Denni Saputra itu.

"Mohon maaf...

"Kenapa Dok?" sewot Rian yang masih merangkul anaknya.

"Anak saya gak papa kan? Anak saya selamat kan Dok?" ujar Rian dengan emosi.

"Sodara Gibran, kekurangan banyak darah, dan stok diRs ini sedang kosong, sedangkan pihak rumah sakit sudah menghubungi PMI namun kosong juga," jelas Dokter Denni.

"Kondisinya sedang drop, bagian kepalanya terdapat trauma walaupun tak parah namun sangat berbahaya. Jika darah yang dimaksud tidak ada saya tidak bisa menolong saudara Gibran..

Brukk.

Raya jatuh pingsan, dengan itu Sang Dokter langsung memanggil pertugas untuk membawa Raya keruang perawatan.

"Rian kamu disini jaga Gibran, biar opa yang jaga Raya." Rian mengangguk.

"Bisa ikut saya keruangan saya?" Rian mengangguk walaupun pikirannya campur aduk memikirkan Gibran juga Raya yang mendadak drop.

"Jadi gini Pak, secepat mungkin golongan darah harus cepat ditemukan. Barang kali bapak sama ibu mempunyai golongan yang sama," jelas dokter denni.

"Gibran bukan anak kandung saya, jadi darah sama darah istri saya berbeda," ucap Rian dengan pelan.

Dokter Denni sangat kaget tentunya. "Yaampun. Apa Bapak bisa menelvon orang tuanya agar mendonorkan darahnya pada Gibran. kondisi Gibran sangat kritis," jelas Dok.Denni. Lagi lagi Rian mengangguk pelan.

"Gak ada yang serius kan Dok?" tanya Rian.

"Kepalanya mengalami trauma, kemungkinan gara- gara terbentur sangat keras itu juga yang membuat Gibran kehabisan banyak darah."

"Apa tidak ada lagi donor darah kecuali saya harus menelvon orang tuanya?" tanya Rian.

"Orang tuanya jauh," lanjut Rian.

"Pihak rumah sakit sudah menghubungi rumah sakit lainnya, hanya untuk berjaga jaga pak takutnya tidak ada karena darah ini adalah darah yang susah ditemukan." Pertuturan dokter membuat Rian hancur perkeping-keping.

"Baiklah. Saya tunggu kabar baik nya," ucap Rian.

Setelah mendapat penjelasan dokter, Rian langsung menengok keadaan Raya terlebih dahulu.

"Pah Raya gak papa?" tanya Rian dengan keadaan yang susah sangat berantakan.

"Raya hanya kecapean dan syok Yan," balas Opa.

"Kita berbicara diluar Pah," ajak Rian dan Opa mengangguk.Bahkan terlalu panik Opa sampai melupakan istrinya itu.

"Jadi bagaimana kondisi Gibran?" tanya Opa setelah keduanya duduk

"Kritis. Gibran butuh donor darah secepatnya, dan darah yang dibutuhkan sangat langka. Rian tau darah Gibran sama Bagas. Aku harus bagaimana?"tanya Rian pada Papahnya.

"Memang stok dirumah sakit lainnya tidak ada sampai harus menghubungi Bagas?" tanya Opa dan Rian menjawab.

"Untuk berjaga jaga, takut tidak ada disini."

"Keputusan ada dikamu. Gibran butuh Bagas, ini mungkin saatnya Gibran bertemu dengan Bagas."

"Aku belum siap Pah," ringis Rian.

"Kamu harus siap. Agar Gibran selamat ya, setidaknya buat Gibran," ujar Opa.

"Papah tau kamu sudah dewasa dan bisa memutuskan keputusan yang sangat baik." Rian mengangguk.

"Bryan sudah baikan, katanya mereka akan kesini." Rian mengangguk.

"Aku titip Raya aku akan melihat Gibran." Opa mengangguk.

***

Rian menghampiri Brankar sang anak dengan pelan, bahkan air matanya sudah menggenang. Dengan pelan Rian menggeggam tangan Gibran yang bebas infus dan mengecupnya singkat setelah itu menatap wajah Gibran yang pucat pasi.

"Ayah harap kamu baik-baik saja Nak, baru beberapa jam aja Ayah udah rindu sama kamu."

Tidak ada balasan

"Apa ini waktunya Ayah mempertemukan kamu sama Papah kamu Nak, Ayah belum siap," ucap Rian.

"Tapi kamu harus janji, setelah Ayah manggil Papah kamu, kamu harus sadar dan kembali sehat. Paham?" Rian tau dia gila. Rian ingin berinteraksi dengan Gibran, itu saja.

"Rasanya Ayah baru tadi melihat kamu tertawa bangga atas prestasi kamu. Ayah menyesal baru menikmati senyum itu selama ini. Maafin ayah ya belum bisa menjadi Ayah yang kamu mau, Ayah janji kalau kamu udah sembuh ayah akan turutin apa yang kamu mau, sekalipun kamu mau lapang bola, akan Ayah buatkan," jelas Rian dengan masih menatap wajah pucat Gibran.

"Kamu cepat sembuh sayang, Ayah sama Mamah sayang kamu," ucap Rian setelah itu mengecup pelan kening Gibran dan meninggalkan Gibran untuk menelvon Bagas mau gak mau.

"[Ya ada apa Yan? Perasaan gua gak enak!]"

Rian menghela nafas.

"[Gibran kecelakaan dan sekarang kondisinya kritis. Dia kehabisan banyak darah dan gua harap lo pulang secepatnya untuk menyelamatkan Gibran.]"

"[Tapi Gibran selamat kan Yan?]"

"[SECEPATNYA LO PULANG SEBELUM TERLAMBAT BANGSAT!]"

Tut

Rian menghela nafas kasar, terlihat disana Reyhan dan Bryan yang berjalan cepat kearahnya.

"Ayah Gibran gak papa kan?" tanya Bryan.

"Kalian kedalam ya, kalian bisa melihat kondisinya langsung," ujar Rian.

"Mamah mana Yah?"tanya Reyhan.

"Mamah kalian drop.kalian kedalama dulu ya.ayah mau lihat mamah"keduanya mengangguk dan masuk keruang rawat Gibran.

Langkah mereka tertatih ketika melihat tubuh tegap itu terbaring lemah dibrankar kesakita. Reyhan berdiri disamping kana Gibran sedangkan Bryan sebelah kanan.

"Gua kira lo gak akan kenapa-napa A, karena gua tau lo anaknya kuat," ucap Rian menatap wajah Gibran.

"Gua harap kedepannya lo gak papa ya, bener kata Reyhan gua kira lo gak akan kenapa-napa karena lo orangnya kuat. Tapi bener kata orang orang diluar sana, sekuat apapun seseorang punya batas lelahnya."

"Cepat sadar dan cepet sadar, kasian piala kebanggaan lo gak lo pandangi terus,"lanjut Bryan.

"Tau gak A, kak Bryan sampe ketakutan pas lo jatoh. Cepat bangun bilang sama kakak kalau lo gak papa dan bilang sama gua juga kalau lo kuat," ucap Reyhan setelah itu menatap Bryan yang tersenyum kearahnya.

"Gua, Reyhan Mamah dan Ayah nunggu lo sadar.." ucap Bryan.

Bersambung....

Jangan lupa like banyak banyak dan komen banyak banyak

GIBRAN || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang