Prologue

76 4 0
                                    

Kebisingan Kasat Mata -

Rhode Island. Kota yang tenang tanpa merasakan sesaknya keramaian. Hujan mengguyur dengan suaranya yang merdu dan menenangkan, cocok sekali dengan malam yang ditutupi oleh awan hitam dan diterpa angin yang tidak kencang, membuat suasana tentram menyelimuti Rhode Island.

Duduk ditemani secangkir coklat hangat dengan alunan suara musik yang pelan, Vania Kaeyrinza menatap sebuah lukisan indah dengan makna yang sangat dalam. Tanpa ia sadari, teman sekamarnya mengetuk pintu kamarnya. Namun, Erin masih termenung menatap lukisan, tidak mendengar panggilan temannya.

"Rin, lo dipanggil dari tadi gak nyaut, ngelihatin apaan sih?", Erin pun menoleh, tapi ia tidak menjawab pertanyaan Rose. Temannya itu pun hanya menghela nafas dan melihat arah pandang mata Erin yang sedari tadi membuatnya betah menatap lama hingga tidak mendengar panggilannya, bahkan ia tidak tahu ketika Rose memasuki kamarnya.

Ooh, lukisan itu. Perasaan biasa aja, kok dia gitu banget ngelihatnya.

"Kamu gak bisa menilai dari tampilannya aja, Rose. Kalau kamu tahu makna lukisannya, pasti bakal heboh kasih pujian.", ucap Erin.

Rose memandang Erin heran. Sedangkan, Erin hanya mengedikkan bahu.

"Yaudah iya. Jemuran lo udah diambil?"

Erin berhenti menyesap coklat hangatnya dan mencoba mengingat-ingat kembali. Setelah tiga detik, barulah ia bergerak gesit ke tempat jemuran berada. Ia reflek menoleh ke Rose dengan tatapan terkejut.

Belum diambil nih pasti. Dasar ceroboh.

"Rose ... aku memang ceroboh, jadi tolong ingatkan temanmu ini lebih awal lagi.", ucap Erin sambil menaruh cangkir coklatnya di atas meja lalu lari terbirit-birit mengambil jemurannya. Bisa gawat jika pakaiannya basah, ia tidak mau repot mencucinya lagi, pikirnya.

Lah, salah sendiri dari tadi dipanggil malah asik ngelamun. Gue kan jadi lupa tujuan manggil lo apaan.

ADDICTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang