02. Hello, hello, and hello

29 3 2
                                    

Erin POV

Apa ini?

Aku mencobanya lagi, tapi tetap nihil.

Aku tidak bisa membaca pikirannya, benar-benar kosong. Aneh. Batinku sambil berpikir penasaran.

Tak lama memandangnya ku putuskan untuk melanjutkan membaca buku tadi. Namun ada sesuatu yang aneh, aku merasa sedang diawasi dan benar saja, aku mencoba mengecek kembali pria itu, dia masih melihatku dengan tatapan ... yang tak ku mengerti.

POV End

Erin pergi menuju petugas perpustakaan untuk meminjam buku yang telah ia pilih tadi, setelah mengurusnya ia pun langsung keluar dari kampus untuk membeli beberapa cemilan dan makan siang untuk dirumah.

Sambil berkeliling melihat keramaian yang tidak terlalu padat, ia mendengarkan musik melalui earphone, instrumen mengalun dengan lembut di pendengarannya, suara dentingan piano dan petikan senar pada gitar akustik, keduanya bertempo pelan sehingga berpadu dengan serasi.

Sesampainya di supermarket, Erin menarik troli dan menyeretnya menuju rak yang penuh dengan jajanan ringan, ia pun mengambil beberapa untuk dijadikan simpanan dirumah, lalu pergi ke rak yang berisi jajaran sereal dan mengambil seperlunya agar dapat memudahkan di saat keadaan mendesak. Setelah itu, ia mengambil es krim dengan wadah berukuran sedang sebanyak dua buah dan tak lupa beberapa minuman dingin termasuk susu. Setelah list belanjaannya terpenuhi, Erin pun menyeret trolinya menuju kasir dan membayar semua belanjaannya.oi

Walaupun jarak rumahnya tidak jauh dengan supermarket tadi, hanya tinggal beberapa meter namun, Erin baru tersadar jika, belanjaannya banyak dan lumayan berat. Dengan sekuat tenaga ia menenteng dua kresek besar di genggamannya menuju rumah sambil berpikir makan siang apa yang nanti akan ia beli. Namun, suara pria yang tiba-tiba berbicara membuat Erin menolehkan kepalanya.

"Gue bantu.", ucapnya sambil mengambil dua kresek besar dari genggaman Erin.

"Gapapa gak usah, tolong kembalikan.", balas Erin sambil berusaha mengambil belanjaannya. Namun, pria itu menolak.

bukankah dia adalah orang yang tadi ada di perpus? kenapa bisa disini?

"Gak usah keras kepala nona manis, gue tau belanjaan ini berat buat lo bawa."

Mendengar itu Erin mengerutkan dahi, apakah dia baru saja mengaku jika sedari tadi sudah mengikutiku?, batin Erin merasa was was.

Tak lama setelah 15 menit berjalan akhirnya, mereka sampai di rumah Erin. Pria itu pun menyerahkan kresek belanjaan tadi dan Erin dengan segera menerimanya.

"Terima kasih", ucap Erin.

"Tidak masalah nona manis" balas pria itu dengan suara yang terdengar tulus?

Tanpa basa basi Erin pun langsung bertanya karena penasaran dan mungkin saja ia dalam kondisi berbahaya telah di ikuti oleh pria asing.

"Maaf ... tapi, apa dari tadi lo ngikutin gue?", tanya Erin.

"Ya, gue ngikutin lo.", jawabnya santai dengan ekspresi datar.

Erin merinding melihatnya.

"Lebih tepatnya sejak lo keluar dari perpus.", sambung pria itu.

Tanpa pikir panjang, Erin pun segera membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, tak memedulikan omongan pria tersebut. Dan akhirnya Erin kelupaan membeli makan siang karena kejadian barusan.

Pria itu tersenyum sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana setelah melihat kelakukan Erin.

"Lo lucu juga ternyata ... Vania Kaeyrinza"

Erin POV

Ku dudukkan diriku di sofa kamar yang empuk dan nyaman sambil membaca berbagai materi. Walaupun gak masuk ke dalam jajaran anak yang cerdas sekali, aku tetap harus berusaha keras. Aku gak mau mengecewakan nenek yang selama ini sudah merawatku. Meskipun dia selalu bilang untuk jangan mengkhawatirkan dirinya, tapi tetap saja aku selalu memikirkannya. Ayolah, siapa yang tidak khawatir meninggalkan seorang lansia sendirian sedangkan aku berada di negeri orang, apalagi nenek adalah orang yang sangat berharga dalam hidupku. Aku harus menghubunginya besok.

"Rose pulang!!", suara Rose memasuki rumah. "Nih, udah gue beliin makan. Lagian lo tadi kenapa sih, masuk rumah muka lo panik gitu" ucapnya sambil menyodorkan makanan.

"Habis ketemu sama orang gila, mangkannya gue buru-buru masuk terus minta tolong ke lo.", jawabku sekenanya lalu mengambil makanan yang dia sodorkan.

Jadi lo pengen gue yang jadi korban gitu heh?!

Rose hanya menggelengkan kepalanya kemudian pergi masuk ke kamarnya.

Mendengar pikiran Rose membuatku terkekeh, bukan maksudku untuk menjadikan Rose korban orang gila itu, hanya saja aku merasa orang gila itu cuma mengincarku, aku bahkan gak bisa membacanya, karena kelupaan mangkannya Rose ku suruh membeli makanan untuk berjaga-jaga.

Setelah Rose keluar, ku cek melalui jendela dan orang gila itu sudah menghilang. Mungkin prasangka ku benar, aku harus berhati-hati.

❈❈❈

Hari ini cukup melelahkan, ku putuskan mengistirahatkan pikiranku sejenak di kursi taman kampus. Semilir angin berhembus melewati celah pepohonan besar yang rindang membuat dahan ranting dan dedaunan mengeluarkan suara alam yang menenangkan. Sejuk dan damai, itu yang ku rasakan hingga membuatku merasa rileks dan memejamkan mata sejenak untuk menikmatinya.

Namun, tak lama seseorang meniup telingaku hingga membuatku terkejut.

"Apaan sih?! lo udah gila ya?! ngapain lo disini?! ngikutin gue lagi?!"

"Judesnya ... , kalau nanya satu-satu nona manis. Ok bakal gue jawab, pertama, gue barusan niup telinga lo, kedua, gue masih sangat waras ok, ketiga, gue disini cuma mau nyapa lo, keempat, gue lagi gak ngikutin lo, kebetulan gue lihat lo duduk sendirian disini mangkannya gue samperin.", jelasnya panjang lebar.

Apa maksud omongan dia 'lagi gak ngikutin gue'? emang dia rencana bakal ngikutin aku lagi?, merasa selalu waspada seperti ini membuatku tidak nyaman, akhirnya, ku putuskan untuk meninggalkannya tapi, dia mencekal tanganku.

"Kok gue di cuekin, sih. Terus coba lo senyum deh biar manisnya lebih terpancar. Jangan natap orang kayak gitu, itu terlalu tajam nona manis, kayak mau bunuh orang aja.", ocehnya.

Aku menatapnya jengah dan mencoba untuk beranjak pergi namun, tanganku kembali dicekal olehnya.

Dia menghembuskan nafasnya. Lalu membisikkan sesuatu yang membuatku bingung.

"Jangan bosen ngelihat gue, karena kita bakal sering ketemu.", ucapnya sambil tersenyum dan melepaskan cekalannya.

Aku menatapnya bingung kemudian pergi meninggalkannya. Astaga, semakin membuatku pusing saja orang gila satu itu. Apa niat dia yang sebenarnya, kenapa orang itu bicara seenaknya, bahkan aku tak mengenalnya. Dasar orang gila!

❈❈❈

Bermalas-malasan di atas kasur memang sangat nikmat ditambah dengan cuaca yang mendukung dan ditemani alunan instrumen yang pelan membuatku malas beranjak, bahkan jam sudah menunjukkan pukul 5 sore.

Setelah lama bercumbu dengan kasur, ku putuskan untuk segera mandi. Tak butuh waktu lama membersihkan diri, setelah itu aku mengambil ponsel untuk menghubungi nenek sesuai dengan janjiku kemarin.

"Halo nek, apa kabar?"

"Halo, Erin, cucu kesayangan nenek.Kabar nenek baik. Erin disana gimana?"

Sungguh lega mendengar suara nenek kembali. Suara khas seorang lansia yang penuh kasih sayang terhadap cucunya, aku jadi merindukan pelukan hangatnya.

Dan saat itu menjadi malam yang panjang, penuh dengan obrolan Erin bersama neneknya yang saling bertukar cerita untuk menyalurkan kerinduannya.

TBC

ADDICTEDWhere stories live. Discover now