04. Art Gallery #1

25 3 2
                                    

Erin membuka matanya. Dan atap berwarna putih lah yang pertama kali menyapa penglihatannya. 

"Lo udah bangun, Key."

Suara pria yang baru saja memasuki ruangan menginterupsinya, oh iya tadi gue ke sini bareng pria gila, batin Erin teringat.

"Udah berapa lama gue tidur?"

"2 jam mungkin?", jawab pria itu ragu.

Erin coba mendudukkan diri dan menyandarkan tubuhnya ke papan ranjang sambil memijat keningnya yang terasa sedikit pening.

"Kata dokter lo kurang tidur karena insomnia parah terus gastritis lo kambuh. Kalau gak gue bawa kesini gastritis akut lo bisa makin parah."

Mendengar penjelasan lelaki itu Erin sudah biasa, karena ia memang sering seperti ini. Bahkan, Rose selalu memarahinya ketika penyakitnya kambuh.

"Gue mau pulang.", ucap Erin.

"Lo sakit gini masih aja keras kepala, Key."

Erin hanya diam melihat ke arah pria itu.

"Key?", tanya Erin karena pria itu mengucap nama yang terdengar tidak familier.

"Gapapa kan gue manggil lo 'Key'?", kata pria itu memastikan.

"Terserah. Gue mau pulang.", jawab Erin tak peduli.

"Ck", pria itu mendecak, terdengar jelas jika ia menolak permintaan Erin. Ia sungguh tak habis pikir dengan keadaannya yang seperti ini masih saja keras kepala. Dasar, kepala batunya kuat banget nih cewek. Terbuat dari batu beneran kali ya, batin pria itu dengan heran.

"Dengan syarat gue anter."

Erin menatap pria itu dengan kesal.

"Kalau gak mau jangan harap bisa keluar dari sini."

Erin mendengus mendengar perkataan pria itu. Dengan terpaksa ia akhirnya menyetujui persyaratannya.

❈❈❈

Hanya keheningan yang menyelimuti keduanya di dalam mobil yang sedang melintas di tengah keramaian kota. Erin hanya diam memandang keluar jendela mobil tanpa ada niatan mengajak bicara pria yang ada disebelahnya yang sedang menyetir.

Sudah menjelang petang, orang-orang dan kendaraan diluar sana berlalu lalang menuju rumah, berharap segera mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang penat setelah menjalani kesibukan seharian yang melelahkan.

Bosan tanpa melakukan apapun Erin memutar kepalanya ke samping. Melihat sisi samping pria yang sedang mengemudikan mobilnya menuju tempat tinggal Erin.

Paras mukanya sangat jelas. Rahang dan matanya tegas. Yah, bisa dibilang masuk kategori tampan. Tapi sifatnya menyebalkan, batin Erin sambil mengamati pria tersebut.

Tak berlama-lama memikirkan paras pria itu, Erin mengalihkan pikirannya kembali pada kenyataan. Mengapa ia tak bisa membaca pikiran pria tersebut, bahkan mendengar pun juga tidak. Mengamati pria disampingnya untuk mencari celah mencoba membaca kembali isi pikirannya namun, masih tetap sama. Tidak ada apa-apa.

Karena terlalu larut dengan pikirannya sambil memandangi pria itu, Erin tak sadar jika, yang sedang ditatap memasang raut kebingungan karena Erin menampilkan ekspresi itu lagi. Ekspresi yang sama seperti tempo lalu.

"Fokus amat mbak ngelihatnya. Ntar naksir lho."

Mendengar itu Erin memutar bola matanya malas sambil memalingkan muka. Pria disampingnya ini memang sangat menyebalkan.

ADDICTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang