DESA DAYEN GUNONG

494 3 1
                                    


"plingg!!" suara handphone Tyas berbunyi menandakan satu notifikasi masuk, di lihat nya angka 15:24 yang menandakan hari itu sudah sore. Tempat seperti masih bisa di akses sinyal, berarti desa ini tidak terlalu terpencil pikir Tyas, ia membayangkan sebelumnya ia akan kesulitan untuk mendapatkan akses internet, terlebih setelah mendengar perkataan Zikri ketika makan siang tadi. 

Gapura sederhana yang bertuliskan "selamat datang di Desa Dayen Gunong" sudah terlihat ini berarti mereka akan segera sampai. Suasana jalan benar-benar sangat sepi hanya terlihat seorang kakek yang memakai sarung hingga lutut nya dan mengenakan baju hem lengan pendek yang tidak di kancing kan serta memakai topi anyaman sedang memikul karung yang berisi penuh dengan rumput berjalan di tepi jalan. Jalan sudah mulai sedikit menanjak. terlihat beberapa rumah tanpa pagar dengan halaman yang luas berada di sebelah kiri. Jarak tiap-tiap rumah sangat renggang, tak jarang juga satu rumah bisa di pisahkan oleh kebun mangga yang rimbun, tempat ini sangat hijau, bahkan sinar matahari seperti tidak bisa menembuskan sinar nya ke tanah karena tertutup oleh rimbun nya pohon-pohon di setiap kebun itu. Setelah berada di ujung jalan yang menanjak kini Tyas membuka jendela mobil dan menarik nafas nya dalam-dalam, gunung Rinjani sebagai salah satu dari gunung tertinggi di Indonesia tampak terlihat jelas di depan matanya. Pemandangan yang sangat indah, mungkin Tyas akan betah tinggal di desa ini.

"Zik kamu pernah naik ke gunung itu?" Tyas bertanya tanpa memalingkan pandangan nya dari gunung Rinjani.

"Rinjani? Nggak, sama sekali nggak pernah" .

"kamu tu harusnya wajib ke sana, orang-orang dari luar pulau ini bahkan dari luar negeri saja mengelukan untuk berada di atas gunung itu" Tyas melihat Zikri yang tampak berkonsentrasi mengemudi.

"buat apa ke sana, waktu satu atau dua hari saja tidak cukup untuk berada di puncak nya, kamu mau ke sana?" tanya Zikri.

"sepertinya aku tertarik" jawab Tyas.

"emang kamu kuat? Butuh banyak tenaga buat ke atas sana"

"kamu masih meremehkan ku karena aku perempuan lantas tidak bisa menganggap aku tidak bisa melakukan hal-hal ekstrim?"

Zikri tertawa kecil mendengar respon Tyas, ia memang tahu bahwa perempuan yang dia bawa nya ini bukan perempuan yang lemah.

"kalau kamu mau ke sana harus ekstra hati-hati, banyak pantangan nya, kamu tahu warga desa di sini percaya bahwa tidak sembarangan orang yang boleh menaiki puncak gunung itu, harus orang yang benar-benar bersih badan dan pikirannya agar bisa selamat ke atas sana, dan juga harus dengan tujuan yang jelas, bukan hanya sekedar mencari kesenangan saja".Jelas zikri pada tyas.

"kamu masih percaya tahayul semacam itu?" Tyas bertanya dengan senyuman sedikit meremehkan.

"itu bukan tahayul, itu aturan untuk warga desa di sini, sudah beratus-ratus tahun nenek moyang di desa kita di sini membuat aturan tersebut, dan aku yakin itu pasti ada sebab nya, pengalaman hidup mereka lebih banyak dari kita, jadi buat apa kita meragukan mereka, mereka lebih tahu yang terbaik" Zikri melanjutkan konsentrasi nya menyetir karena ia tahu jalan yang akan di lewati di depan nya berkelok.

Pandangan Tyas kembali ke depan, di dalam benaknya ia berpendapat bahwa pemuda yang bernama Zikri ini bisa di nilai sangat patuh. Namun mungkin terlalu percaya pada tahayul yang Tyas anggap di zaman sekarang ini hal-hal seperti itu sudah tidak ada lagi.

Mobil masih melaju dengan kecepatan sedang, terlihat iring-iringan sekelompok orang dengan memakai baju kebaya khas bali berwarna putih dengan ikat kepala sehelai kain putih di kepala mereka, satu orang wanita berada di barisan paling depan memegang sebuah pas foto seorang nenek berukuran 4R. Di samping perempuan itu ada beberapa perempuan lain membawa bunga-bunga dalam wadah yang berwarna perak serta buah-buahan yang di samping nya ter tancap dupa. Di belakang mereka terdapat 1 barisan rapi memegangi kain panjang berwarna putih yang terhubung satu dengan lain nya dari barisan depan hingga ke barisan belakang yang terdapat sekelompok pemuda yang sedang menandu sesuatu, Tyas mengamati apa yang di tandu pemuda-pemuda itu. Terlihat dari ukurannya seperti se ukuran manusia, lantas Tyas mengambil kesimpulan itu adalah jenazah, mengapa mereka tidak memakai peti? jenazah itu hanya di tutup oleh kain-kain putih, di barisan paling belakang terdapat sekelompok pemuda yang sedang mainkan musik bale ganjur khas bali.

Mobil berhenti sebelum perempatan jalan tepat di depan iring-iringan tersebut, sepertinya Zikri sudah faham apa yang akan di lakukan iring-iringan tersebut di setiap perempatan jalan. Tyas masih memperhatikan mereka, pengalaman yang baru pertama kali ia saksikan, terlihat iring-iringan tersebut sekarang berjalan memutari perempatan jalan berlawanan dengan arah jarum jam, setelah mereka memutari perempatan tersebut mereka melanjut kan perjalanan, tapi tunggu, perempuan di foto itu tidak asing, wajah yang sama dengan nenek tua yang hampir di tabrak oleh Zikri di jalan. Tyas melihat Zikri yang tampak tenang seakan dia tidak menyadari foto itu, atau mungkin memang dia sudah tau dan tidak ingin membahasnya.

Mobil melanjutkan perjalanannya, Tyas hanya melamun memikirkan apa yang di lihat nya barusan, spekulasi di otak nya bermunculan, apa nenek tadi yang ia temui di jalan mati ter tabrak mobil lain? Tidak mungkin, itu hanya berjarak beberapa jam yang lalu tidak sampai 1 hari, tidak mungkin waktu yang begitu sempit bisa mengumpulkan orang-orang untuk melakukan sebuah ritual kematian seperti itu. Atau mungkin itu orang lain? Bukannya manusia kalau sudah tua akan terlihat hampir sama? Tapi ada sesuatu di wajah nenek itu seperti tanda lahir berada di pipi sebelah kanan yang sama terlihat seperti di foto itu.

"warga di sini menyebut itu ngaben. Ritual kematian bagi umat hindu yang berada di sini, jenazah itu akan di bakar atau mungkin akan di kuburkan tergantung dari bagai mana jenazah itu meninggal" Zikri memotong lamunan Tyas.

"tergantung dari jenazah itu meninggal bagai mana maksudnya?" tanya Tyas penasaran.

Zikri menjelaskan "kalau jenazah itu meninggal karena sakit maka akan segera di kremasi atau di bakar tentu saja apabila keluarga jenazah tersebut sudah siap dengan biaya ritual nya tapi kalau jenazah tersebut meninggal karena kecelakaan, di bunuh atau karena kematian yang tidak wajar lain nya maka jenazah itu akan di makam kan terlebih dahulu hingga menunggu waktu dan tanggal yang baik untuk di kremasi, dan proses pemakaman dan kremasi harus di lakukan di pura dalem ".

"Di sini ada pura?"tyas bertanya penasaran akan hal tersebut.

"ada tuh, dekat dengan kebun mangga yang kita lewat tadi lagi pula di desa ini penduduknya bukan hanya umat Islam saja, sebagian warga beragama Hindu dan sebagiannya lagi beragama Budha bahkan ada pula yang masih menjalankan aliran keyakinan wetu telu, tapi selama ini tidak ada kerusuhan yang terjadi di desa ini, karena semua penduduk desa ini memiliki nenek moyang yang sama. Bisa di bilang masih satu keluarga".

Tyas terdiam sejenak dan kembali bertanya lagi "menurut kamu jenazah di ritual yang tadi akan di makamkan atau di kremasi?"

"entah lah, akhir-akhir ini banyak dari mereka di makamkan". Jawab Zikri

"berarti kematian mereka tidak wajar?" Tyas menatap Zikri.

Zikri tampak menghiraukan pertanyaan tersebut dan enggan menjawab. Zikri memberhentikan mobil dan memarkirkan nya di pinggir jalan. Sepertinya mereka sudah sampai tujuan.

"kita sudah sampai, tinggal berjalan beberapa ratus meter lagi ke dalam" Zikri mematikan mobil dan segera membantu Tyas mengangkat barang-barang nya.

SELAKWhere stories live. Discover now