Saorsa

26 1 0
                                    

Yogyakarta. Dia bukanlah sekedar kota. 

Dia adalah sebuah kenyamanan, kedamaian dan cinta.

.

.

Saorsa

(Freedom, Liberty)

***

Matahari bersinar lebih terang dari yang biasanya pagi ini. Siapa saja pasti akan mengira pagi hari pukul 8 pagi akan kelihatan seperti sudah pukul 10 pagi? Kalau seandainya harus dideskripsikan, pagi ini hari harusnya jadi pagi paling menenangkan, termasuk untuk sosok tubuh yang masih terbaring dibuai mimpi. Entah nyenyak, atau tidur menjadi hal yang paling dia sukai karena ia sudah mematikan alarm 2 kali dalam rentan waktu satu jam.

Alarm itu meraung keras untuk ketiga kalinya, tubuh sosok wanita yang masih terselimuti selimut hangat mengeluarkan suara bahwa ia terganggu untuk alarmnya kali ini. Tangan dengan balutan kulit tan menggapai handphone yang tersambung dengan pengeras suara dikamarnya. Berjaga-jaga kalau ia tidak bangun dengan alarm yang tidak cukup nyaring untuk membangunkannya.

"AH BERISIK!!" Suara aumannya lebih mirip suara singa betina mengamuk. Tangannya langsung mematikan alarm pengganggu. Ia menghela nafas, mendudukan tubuhnya, melihat jam pada ponselnya dan langsung meloncat dari tempat tidurnya.

"ASTAGA! ADA KELAS!!" Ia terdiam sebentar, memproses otaknya lalu terkekeh. Ia mendudukan tubuhnya dan kembali menyelimuti tubuhnya. "Aku kan sudah wisuda. Hahahaha." Tawanya lalu memejamkan kembali matanya.

Mata itu tertutup, bersiap untuk mengundang mimpi agar menimangnya. Tak lama, mata itu terbuka dengan mata yang memerah dan ia segera meloncat dari tempat tidurnya.

"YA ALLAH AKU KAN HARUS KIRIM TULISANKU!" Pekiknya heboh yang langsung berlari menuju meja kerja dikamarnya. Sepertinya pagi hari ini bukan pagi yang tenang untuknya.

***

Hai! Aku Nadira Salsabila, kalian bisa memanggilku Nana. Setidaknya itu panggilan akrabku dari kecil. Aku anak pertama dari 3 bersaudara, perempuan satu-satunya, baru saja wisuda minggu kemarin dan sekarang sedang mencari informasi mengenai S2 Hukum disalah satu Universitas yang aku impikan dari SMP sembari bekerja sampingan sebagai penulis untuk konten kecantikan dan mode, terkadang juga menulis konten yang berkaitan dengan pendidikanku sebagai S1 Hukum.

Seperti yang kalian lihat, aku baru saja heboh karena harus mengirimkan tulisan untuk website yang bekerja sama denganku. Harusnya aku mengirimkannya semalam, namun setelah dikabari kalau tulisan yang mereka inginkan diberi kerenggangan untuk besok pagi bisa dikirim, aku langsung lega dan tidur. Untung saja masih sempat mengirim. Aku menghela nafas lega setelah mengirimkan tulisan yang mereka inginkan dan segera mengambil ponsel untuk mengabari orang yang mengontakku untuk bekerja sama.

Setelah mengontak dan mendapatkan jawaban kalau mereka akan segera membacanya, aku kembali menghela nafas. Bayarannya akan dikirim sore nanti. Aku tersenyum.

"Oke, jadi aku harus apa lagi?" tanyaku sembari menatapi kamarku. Karena aku hanya menjadikan menulis sebagai sambilan dan aku masih menunggu pendaftaran untuk S2, biasanya aku hanya akan menghabiskan waktu dengan membaca, dan jikalau aku gabut, aku akan menata ulang kamarku.Gila, kurang kerjaan sekali hidupku.

Ponselku berdering nyaring, panggilan masuk. Aku menghela nafas dan mengambil ponsel dengan layar yang memperlihatkan panggilan dari sahabat ghibahku, Mahesa. Mahesa Putera Wijaya. Sahabatku yang kukenal sejak kami kuliah, lebih tepatnya dari semester 1. Panggilan akrabnya? Mama.

Karier, Keluarga, Kei (KKK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang