Part 1 • Kesan Pertama

161 12 3
                                    

"Menunggumu seperti sebuah terapi, melatih emosi dan kesabaran"

-Karel Anggara

*

Aroma ruangan ini masih sama; tidak ada yang berbeda, kecuali beberapa buku baru yang diletakan di rak atas dan beberapa buku lama diletakan di paling bawah. Perubahan normal yang terjadi pada tempat seperti 'perpustakaan'. Cowok itu menenggelamkan satu tanganya di saku. Matanya bergerak ke seluruh penjuru ruangan mencari keberadaan seseorang yang mengundangnya kemari dengan sebuah surat izin dari guru BK. Oh ayolah, Karel bukan tipe orang yang suka menghabiskan waktunya untuk hal yang sia sia.

Sudah hampir tiga puluh menit dia menunggu, namun orang yang memanggilnya belum kunjung datang. Jika Karel boleh berpendapat, tidak mungkin seseorang memanggilnya kemari dengan surat dari BK dan tujuannya hanya karena iseng? Di surat itu jelas tertulis tanda tangan guru BK nya, Pak Deri-dan Karel tau itu ditulis dengan bolpoin snowman andalanya.

Karel terpaksa menoleh saat mendengar tumpukan kertas yang jatuh dari arah belakang. Tubuhnya tergerak untuk melangkah dan membantu seorang gadis yang terlihat sangat buru-buru merapikan kembali kertas-kertas yang jatuh terjun ke lantai. Mata elangnya mengamati wajah gadis ini dengan seksama dan menyadari sesuatu, Eh, Aleta ya?

"Maaf, ngerepotin." Ucap gadis itu tanpa menoleh padanya. Dia sangat buru-buru hingga tak menyadari ada sebuah kabel di lantai yang mengakibatkan dia tersandung dan menjatuhkan tumpukan kertas yang dibawanya.

Seketika mata mereka bertemu. Beradu dengan kesan pertama secara lebih dekat. Karel mengamati wajah Aleta, menyadari ada luka memar di bagian dahi gadis itu. Kantong matanya tebal, wajahnya pucat. Dia terlihat kelelahan dan kurang tidur sepertinya. Aleta mengamati dengan lekat wajah Karel. Mulai dari mata elangnya yang berwarna coklat cerah, hidungnya yang bangir, serta bibir tipisnya yang kemerahan. Keduanya saling beradu pandang, hingga sebuah suara berhasil menyentil telinganya.

"Eh, kalian ngapain?" Jevin membawa tumpukan kertas serupa seperti yang dibawa oleh Aleta.

Aleta dan Karel memalingkan wajah, keduanya salah tingkah. Karel terlihat menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, sedangkan Aleta kembali mengambil beberapa sisa kertas yang masih berceceran.

"Eh, lo masuk duluan aja, Jep. Nanti gue nyusul." Aleta sedang mencoba menutupi kegugupanya, ia menumpuk kertasnya dan membawanya di depan dada. Jevinka menganggukan kepala sembari membentuk jarinya menjadi tanda 'oke'.

"Emm Karel, lo masuk aja diruangan itu," Aleta agak gugup, ia menunjuk ke salah satu ruangan yang terhubung dengan perpustakaan yang diatas pintunya terdapat tulisan, 'Ruang OSIS'

Karel menyipitkan matanya, kepalanya menoleh kearah jari Aleta menunjuk. "Oke."

Cowok jangkung itu beranjak bangun dari posisi semula, melangkahkan kakinya ke ruangan yang sempat ditunjuk Aleta sambil menenggelamkan satu tanganya di saku. Mungkin kebiasaan. Dengan langkah kecil, Aleta berjalan sejajar dengan Karel, tinggi gadis itu se-lehernya, cukup tinggi untuk seorang gadis. Suasana canggung kembali terlihat, ditambah suasana perpustakaan yang hening, membuat Karel maupun Aleta tak ada niatan untuk membuka topik pembicaraan satu sama lain. Dan, pikiran mereka kembali disibukan dengan kesan pertama yang terus beradu.

***

"Ada apa?" Karel bertanya nyaris tanpa ekspresi. Ia membuka pembicaraan setelah hening cukup lama.

DERAKELМесто, где живут истории. Откройте их для себя