Lalu begini,

1.8K 204 68
                                    

Hari ketiga, Atsumu maju sebagai pacar sungguhan. Jadwal ketemuannya lumayan telat, bisa dibilang kesorean. Karena hari itu Hinata mengajaknya menginap di rumahnya. Tentu saja Atsumu menyetujuinya tanpa berpikir. Kapan lagi bobo pelukan sama pacar yang sudah dikencaninya secara LDR sejauh 600km lebih? Atsumu cuma bawa satu setel pakaian tidur dan pakaian ganti, serta sebungkus sikat gigi saat ia dan Hinata saling bertemu di tempat yang dijanjikan.

"Rumahku sederhana, jadi kuharap 'Tsumu-san berkenan." Ucap Hinata merendah.

"Rumah seperti apapun, akan terasa sangat nyaman jika bersama keluarga, kan?" balas Atsumu. "Ayah-ibuku agak bawel. Kalau mereka tanya yang macam-macam, jangan terlalu dimasukkan ke hati, ya?"

"Namanya juga orangtua, kan."

"Besok, aku mau ajak Natsu main di taman. Main air mancur yang cuma ada di musim panas. 'Tsumu-san ikut, yuk!"

"Tentu saja."

"Eh? Ada apa, 'Tsumu-san?"

Atsumu berhenti ketika melihat sebuah tanjakan besar dan belokan gelap dikelilingi hutan belantara. Cuma kedengaran bunyi jangkrik, dan lampu jalanannya saling berjauhan. Trek ini telalu mengerikan untuk jalan pulang kerumah. Ini bukan simulasi nyata game Silent Hill, bukan?"

"Rumahmu dimana, Shoyo-kun?" tanya Atsumu dengan wajah memucat.

"Disana."

Di tempat Hinata menunjuk, ada sebuah rumah diatas bukit yang tinggi. Oh, lumayan dekat. Paling jaraknya cuma 100 meter.

"Udah dekat, ya?"

"Masih jauh." Balas Hinata. "Rumahku dibalik bukit itu."

"Ah, oh." Atsumu menjawab kaku. Celingukan mencari kamera untuk melambai. Ia jauh-jauh kesini untuk bertemu rindu dengan pacarnya, bukan untuk ikut acara uji nyali. Sungguh, Atsumu nggak mau mati dimakan kalong wewe, genderuwo, kuntilanak kayang, pocong terbang ataupun siluman gunung di kampung orang!

"Ayo."

Hinata mengulurkan tangan. Tangannya kecil sekali. Atsumu menerimanya, menggenggam dan menggandeng tangan Hinata sambil berjalan beriringan menyusuri hutan dan pegunungan. Udaranya memang segar dan sejuk sekali. Meski ini musim panas, Atsumu tidak merasa kegerahan sama sekali.

"'Tsumu-san...."

"Iya, sayang?"

"Aku benar-benar senang kau datang kemari." Hinata tersenyum. Mata coklat karamelnya menatap lurus si sulung Miya bersaudara. "Rasanya seperti mimpi."

Atsumu tersenyum tulus. Ia mengangkat tangan Hinata yang ada dalam genggamannya dan mencium tangan mungil itu dengan lembut.

"Kau tidak takut setiap hari melewati jalan seperti ini?" tanya Atsumu sambil melanjutkan perjalanan mereka.

"Takut, awalnya." Hinata mengakui. "Waktu SD, ayahku membawaku jalan malam-malam. Lalu meninggalkan aku di pojokan. Dia bilang, 'cobalah jalan sendiri.' Lalu aku berlari sampai rumah. Lalu ayahku bertanya 'apa kau bertemu hantu atau siluman atau binatang buas?'. Dan aku menjawab 'tidak'. Semenjak saat itu, aku tidak takut lagi. Aku juga mengajari Natsu hal yang sama. Tapi karena dia masih sangat kecil, terlalu berbahaya baginya untuk keluyuran malam-malam, kan?"

"Hebat." Atsumu memuji. "Tapi hutan sebesar ini tampaknya aman, ya."

"Uhm. Jalanan di sekitar sini terbilang aman, kok."

Berjalan bersama Hinata membuat Atsumu melupakan rasa takut dan jarak tempuhnya. Tanpa sadar, mereka sudah sampai. Kediaman keluarga Hinata kecil dan jadulnya minta ampun, tetapi asri dan tampak bersahaja. Baru masuk rumah, Atsumu sudah disambut ayah, ibu dan Natsu. Atsumu memberi salam dengan santun.

Tag TeamWhere stories live. Discover now