CHAPTER 6

98 26 0
                                    

CHAPTER| 6

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER| 6

"Nggak mau cerita?" tanya Moni sambil menatap sedih pada Nesa. Gadis yang sedang duduk diatas pagar pembatas itu pun nampak diam sambil mengayunkan-ayunkan kakinya. Penampilannya sungguh memprihatinkan, seragamnya sudah kusut dan sepatunya pun juga kotor. Nesa sangat berantakan.

"Lo capek kan? Habis dihukum dilapangan, lo dihukum lagi sama guru dikelas buat bersihin halaman belakang sekolah sendirian. Tapi, kenapa lo masih sok kuat, hah? Dasar bodoh" ucap Moni sambil menahan air matanya.

"Nesa! Ayo ngomong sama gue! Ceritain semua yang selama ini lo pendam sendirian. Gue udah disini buat lo," Moni menyentuh lengan Nesa, membuat Nesa menoleh padanya sehingga Moni dapat melihat mata sembab Nesa. Gadis itu menangis tanpa suara.

"Gue... gue.. nggak tahu mau ngomong apa," lirih Nesa.

Moni segera menarik Nesa dan membantunya turun dari atas pagar. Moni langsung memeluk sahabatnya yang sedang rapuh itu. Tak ia sangka, dalam tiga bulan mereka berpisah, Nesa mengalami banyak hal yang membuatnya terpuruk seperti saat ini.

"Maafin gue, karna udah ninggalin lo. Sekarang lo udah bisa nangis, gue bakal selalu ada buat nyenengin lo. Nangis aja, Nes! Lo butuh itu kan?"

Nesa mengangguk cepat, "Thanks, Moni! Gue seneng lo kembali," Nesa tersenyum seraya membalas pelukan sahabatnya.

----

Julyan terus menatap bangku milik Nesa. Julyan ingin tahu kemana pemilik bangku itu pergi. Terakhir ia melihatnya saat Nesa akan masuk ke kelas, namun gadis itu malah disuruh membersihkan sampah di halaman belakang sekolah oleh bu Teni, selaku wali kelas mereka. Kini, mata pelajaran terakhir sedang berlangsung dan sebentar lagi jam pulang akan tiba. Dan Nesa tak kunjung kembali meski Moni masih ikut belajar sambil menatap marah ke arah sang guru.

Nesa, gadis itu benar-benar membuat Julyan sakit kepala memikirkannya.

"Julyan, kamu nggak tulis apa yang saya jelaskan?" tanya bu Teni dengan wajah tenang. Karena, Julyan merupakan salah satu murid kebanggaan sekolah, bu Teni tak bisa memarahinya dengan keras.

"Ah, itu. Maaf bu! Kepala saya sakit, jadi nggak konsen belajarnya," alasan Julyan yang diangguki saja oleh bu Teni.

"Kalau gitu, jangan lupa salin catatan punya Danel. Minggu depan saya periksa kelengkapan catatannya." jelas bu Teni pada Julyan.

"Baik bu."

Beberapa menit kemudian, bel pun berbunyi. Julyan dan yang lainnya segera berkemas untuk pulang. Namun, Julyan melihat Moni masih duduk seraya mencoret-coret bukunya dengan pulpen.

Karena penasaran, Julyan menghampiri Moni. Danel yang mengikutinya tampak bingung. Julyan berdehem sehingga Moni menyadari keberadaan keduanya.

"Kenapa lo?" tanya Moni sedikit judes.

GOOD FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang