05

1.4K 113 32
                                    

Happt reading.
Typo koreksi ya...

____

"Aku mohon maafin Mas Bram. Aku mohon."

"Bella." Lidah Clarissa tercekat kelu, pandangannya berkabut oleh bulir-bulir air mata yang mulai membendung di kedua bola mata indahnya. Bella perempuan yang masih ia anggap sahabatnya itu tengah menangis dan meminta maaf atas apa yang telah terjadi.

Clarissa tidak suka. Karena semua bukan salah Bella. Tapi salah laki-laki itu yang sudah menyakiti dirinya dan juga keluarganya. Clarissa tidak membenci Bella, tapi ia juga tidak mau Bella membela laki-laki yang bahkan sudah menyakiti sahabatnya.

"Aku sudah kehilangan anak aku Cla. Aku cinta Mas Bram. Aku cinta dia. Aku nggak mau kehilangan lagi."

Deg.

Mata Clarissa membola melebar pada wanita di depannya dengan pandangan kaget.

"Bel--kamu." Wanita di kursi itu mendongak hidungnya memerah, pipinya basah matanya pun sembab. Keadaan sangat kacau.

"Aku pernah hamil Cla. Hiks. Aku.. sekarang.. hiks sudah kehilangannya... semua salah aku hiks... Mas Bram tidak menginginkan anak kami hiks. Dia--dia membunuhnya Cla." Syok. Clarissa menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Tubuhnya gemetar, Clarissa menjatuhkan lututnya dan memandang sahabatnya dengan perasaan campur aduk. Sebulir air matanya jatuh ikut mengalir setelah mendengar ucapan sahabatnya.

"Bella. Kenapa kamu kenapa kamu tahan ini sendirian. Kenapa kenapa kamu nggak ada cerita. Ya Tuhan."

Bella menangis kembali untuk kesekian kalinya, luka lamanya belum kering sejak kepergian calon buah hatinya kembali menganga. Sekarang ia juga harus menerima fakta bahwa Bram lah pelaku yang berniat mencelakai Clarissa mantan sahabatnya.

"Aku--."

"BELLA AKU INI SAHABAT KAMU. ASTAGA YA TUHAN BELLA. KAMU BISA CERITA SAMA AKU. AKU TETAP SAHABAT KAMU BELLA."

Bella tertegun. Ia merunduk dalam, tidak berani menatap wajah Clarissa sampai isakan menyayat hati itu kembali memenuhi sekitar keduanya.

"Bel. Jangan kamu pendam sendiri. Cerita sama aku. Aku peduli sama kamu Bel."

Tubuh Bella bergetar hebat, bahunya berguncang naik-turun tidak beraturan.

"Clarissa hiks hiks aku aku sakit hiks aku aku terluka hiks aku mohon tolong aku Cla hiks. Tolong aku." Isaknya lirih.

Grep.

Clarissa memeluk Bella erat, tatapannya nanar. Kedua wanita cantik itu menangis dengan luka di hati mereka masing-masing.

Maafin aku Bella.

Maafin aku Cla.

____

Gadis berdress hitam di padu dengan jaket demin berwarna biru laut itu berdiri menjulang di sisi ranjang brankar menatap malas sosok wanita di atas tempat tidur yang masih belum sadarkan diri. Di sampingnya ada sosok kakak laki-lakinya yang duduk di kursi roda. Nayla mendengus kala Arkan menatap khawatir calon mantan istrinya tersebut.

"Kakak balik ke kamar ya. Biar Nay yang jagain kak Sherin." Ujar gadis itu, Arkan mendongak menatap wajah Nayla tidak yakin. Melihat ekspresi kakaknya membuat gadis itu memutar bola matanya malas.

"Astaga kak. Aku juga nggak akan ngapa-ngapain dia kak. Aku nggak sejahat itu buat cari perkara sama orang sakit." Gerutunya sebal. Arkan tersenyum kecil karena sudah membuat kesal sang adik.

"Kakak percaya." Sahutnya.

"Tapi apa benar Sherin tidak apa-apa. Apa kita perlu minta dokter buat periksa janinnya. Kakak takut--."

CLARISSA 2Where stories live. Discover now