Jatuh Hati?

87 43 14
                                    

Ddddrrttt.... Ddrrrttt.... Ddrrttt....

"Hallo," aku menjawab agak ketus.

"Dih jutek banget. Keendra nih. Gue bentar lagi sampai ya."

"Eeeh Keendra. Sorry kagak baca namanya tadi, eh tapi emang ga ada namanya."

"Hahaha. Iya gue minta nomor hp loe dari Vira. Biar cepet jadi telpon aja. Loe kan sering lupa bales chat."

"Huuuuu.. Sok tau ah."

"Jangan sibuk pilih-pilih baju. Kalem aja," sekarang Keendra cekikikan.

"Ih mana ada. Pakai yang ada aja kali," sial tebakan Keendra benar. Kan salting jadinya.

"Sampai ketemu ya," sambungan telepon terputus.

Ini pertama kalinya dengar suara Keendra. Suara cowok yang ga terlalu ngebass tapi cowok banget. Lembut, adem semriwing gitu deh di telinga. Gimana nanti denger langsung ya?

***

"Akhirnya kita ketemu. Gue Keendra," senyum yang memperlihatkan gigi gingsul di sebelah kiri menjadi pemanis wajah Keendra.

"Callista. Panggil aja Alisa," aku memperkenalkan diriku dengan sopan.

"Ada ide mau nongkrong dimana?" Keendra bertanya karena dia tidak hafal dengan daerah di sini.

"Kalo lo ga keberatan, kita ngobrol di minimarket daerah sini ya. Lagi males jalan jauh nih," tanyaku sopan.

"Okay. Tapi kita naik motor aja ya, ga usah jalan kaki," pinta Keendra.

Sesampainya di minimarket, kami sibuk memilih minuman dan cemilan. Pilihan ku jatuh pada sebotol minuman rasa anggur dan biskuit keju. Sementara Keendra menjadikan minuman sari buah Jambu sebagai favoritnya untuk diserahkan pada kasir.

Kami duduk bersebelahan dan kami bisa melihat langit malam dari kaca minimarket.

"Sebenernya kita hampir ketemu loh," Keendra membuka percakapan.

"Oia? Kapan?" tanyaku bingung.

"Sabtu lalu. Gue nyusulin ke tempat makan lo ama Vira, ternyata lo  udah pergi. Vira bilang om lo sakit."

Aku menganggukan kepala. "Ingat sekarang. Om gue tiba-tiba masuk rumah sakit terus mama minta buat nemenin tante."

"Gimana keadaan om lo sekarang?"

"Puji Tuhan udah baikan. Kemarin uda balik ke rumahnya."

"Syukur kalo gitu. Lo udah lama kerja?"

"Baru tiga bulan. Lo sekarang sibuk apa?"

"Ngejar dosen."

"Loh ko dosen dikejar. Cape dong."

"Ya gitulah. Lo pasti tau masa-masa mahasiswa tingkat akhir demi skripsweetan. Nah sekarang gue kebagian ekstra satu tahun lebih lama buat lulus."

"Sabar aja. Lulus kuliah kan bukan kaya balapan. Kalo lo bisa selesai lebih cepat atau tepat waktu, ya bersyukur. Kalo lebih lama, syukurin." Kemudian kami berdua tertawa bersamaan.

"Kirain mau kasi gue semangat. Ternyata eh ternyata. Lucu juga," tawa Keendra terganti oleh senyum gigi ginsul yang bikin diabetes. Ampun daaaah, kamera mana kamera. Ga kuaaaaat.

Pembicaraan kami meluas, tidak hanya pekerjaan atau perkuliahan. Gaya becandaan komika hingga tingginya harga cabai pun tak luput jadi perbincangan.

"Permisi. Mohon maaf mas dan mbak, minimarketnya akan kami tutup sepuluh menit lagi," ucap salah seorang pegawai memberitahu kami.

"Keasyikan ngobrol sih sampai lupa waktu," Keendra melirik jam adidas berwarna hitam di tangan kirinya.

"Yuk pulang. Udah jam sepuluh"
Aku mengangguk pelan dan kami segera keluar dari minimarket.

Langit malam tanpa bintang-bintang menjadi saksi. Bahwa ada hati yang mulai berpendar karena telah tersentuh.

Apa aku mulai menyukainya?

To be Continued...
Makin gemes ga sih ama tingkahnya Callista?
Makin seru ga nih ceritanya?

Ayo kasi komentar kalian dan tekan tanda bintang di pojok kiri bawah ya.

Vielen Dank😘

Lena 💕 🤗

CallistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang