~08

1.8K 260 97
                                    

"Oh– ada kak Eric juga?" perempuan itu menoleh ke arah Eric sembari tersenyum menyapanya. Mau tidak mau, pemuda yang disapa itu tersenyum kecil tanpa berniat membalasnya dengan kata-kata.

"Kamu sendirian?" tanya Juyeon kepada Yujin. Eric melirik sekilas ke arah Juyeon, setelahnya ia membuang pandangannya ke sembarang arah.

"Iya, kak. Tadi Yujin ditinggal temen katanya ada urusan" jawab Yujin.

Entah apa penyebabnya, Eric menghela napas sembari berdecak. Yang jelas dia sedikit kesal karena hadirnya Yujin yang merusak acaranya dengan Juyeon.

"Kenapa, Ric?" tanya Juyeon yang rupanya melihat kalakuan Eric barusan.

Pemuda yang ditanyai itu sedikit berjengit, lalu kepalanya menggeleng menjawab pertanyaan Juyeon. Tidak mungkinkan kalau dia berkata jujur bahwa dia tidak menyukai kehadiran Yujin diantara mereka?

Setelahnya mendapat respon dari Eric, Juyeon hanya diam lalu melangkahkan kakinya mendekati claw machine atau yang biasa disebut mesin capit boneka.

"Kamu mau yang mana?" tanya Juyeon tanpa mengalihkan pandangannya dari boxberisi boneka itu.

Eric menatap salah satu boneka dengan berbinar, "Aku mau yang–"

"–Yujin?" potong Juyeon.

Ah, ternyata Juyeon menanyakan Yujin bukan dirinya. Segitu berharapnya Eric. Pemuda itu hanya tersenyum simpul lalu kembali mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.

Melihat keduanya yang tampak tertawa ria sesekali bercanda membuat dadanya sesak. Ia benar-benar ingin pergi dari tempat ini sekarang.

"Eric" yang dipanggil tersentak kaget saat melihat Juyeon yang memanggil dirinya.

"Ayo keluar" sambungnya lalu berjalan beranjak dari tempatnya.







**







Entah sudah keberapa kalinya, pemuda itu membuang mukanya melihat pemandangan di depannya saat ini yang benar-benar membuatnya jengkel. Saat ini, ketiganya tidak langsung pulang namun singgah sejenak di kedai es krim yang masih berada di dalam mall.

Melihat Juyeon yang mengusak rambut Yujin, lalu bercanda ria, tertawa tanpa beban membuat Eric harus ekstra sabar menahan rasa kesalnya. Apalagi saat ini dirinya telah menjadi 'nyamuk'.

"Ekhem!" Eric berdeham keras tanpa peduli, tujuannya agar menyadarkan mereka berdua bahwa masih ada dirinya yang bersama mereka.

"Yujin gak bisa bersihin sisa es krimnya sendiri?" tanya Eric saat melihat tangan Juyeon yang terulur hendak mengusap sudut bibir perempuan itu yang terdapat sisa es krim.

"Kenapa? Bantuin doang emang gak boleh?" tanya Juyeon yang merespon ucapan Eric.

"Dia kan punya tangan sendiri, kak. Jangan manja" ucap Eric agak sarkas.

Dia sudah terlanjur kesal dengan mereka berdua. Tidak salahkan kalau dia berbicara seperti itu? Dia kan berhak mencemburui Juyeon karena pemuda itu adalah pacarnya.

"Kamu kenapa sih?" tanya Juyeon kesal sembari menatap Eric. Eric pun Juyeon dengan alis berkerut.

"Kenapa?" ulang Eric sembari terkekeh, "Harusnya aku yang nanya kakak kenapa?! Kakak sadar gak? Kakak berubah. Kakak berubah semenjak kenal Yujin! Awalnya Eric biasa aja, mencoba biasa aja lebih tepatnya. Tapi lama-lama Eric sakit hati juga liatnya. Bahkan kakak sampai bohongin Eric demi bisa jalan sama dia" ucap Eric dengan segala keberaniannya, mengutarakan isi hatinya langsung tepat di depan Juyeon. Jujur, sekarang dia sedang menahan tangisnya.

Ia menghela napas dalam-dalam mencoba meredakan emosinya. Tidak lama setelahnya ia bangun dari duduknya lalu beranjak pergi dari sana. "Eric pulang" ucapnya sembari berlalu tanpa peduli ada beberapa orang-orang yang menatapnya.

Juyeon terdiam dengan mukanya yang sedikit terkejut. "Yujin bikin hubungan kalian rusak ya?" tanya Yujin. Juyeon yang tadinya melamun kini mengalihkan pandangannya menatap perempuan itu.

"Ah nggak kok, jangan dipikirin ucapannya Eric. Dia kayaknya lagi ada masalah, jadi suka salty sendiri gitu"

Yujin tersenyum, "okay"

Juyeon mengalihkan pandangannya lagi ke sembarang arah. Pikirannya kembali memikirkan ucapan Eric.











**





Selepas ia keluar dari mall, dia langsung memberhentikan sebuah taxi yang kebetulan lewat. Pandangannya menatap keluar jendela dan pikirannya berjalan kemana-mana. Memikirkan satu nama yang kini sedang memorak-porandakan hatinya.

Karena terlalu asik dengan lamunannya, ia tidak sadar bahwa taxi yang membawanya sudah berhenti tepat di tempat yang ia tunjukan kepada supir taxi. Begitu sadar akan keberadaannya, dia segera membayar sang taxi dan beranjak keluar.

Kakinya ia langkahkan memasuki pekarangan rumahnya. Ia menuju sebuah taman kecil yang berada di belakang rumahnya tempat dimana banyak tanaman dan bunga-bunga itu tumbuh. Sang mawar yang mendominasi isi taman kecilnya ini. Namun satu hal yang membuatnya terkejut, sebagian bunga yang tumbuh subur itu perlahan layu dan mengering.

"Kok layu sih? Padahal kan sering disiram" monolognya sembari memegang bunga-bunga yang layu.

Dia juga teringat pada bunga mawar yang berada di kamarnya. Bunga itu juga layu. Kenapa layunya disaag yang bersamaan? Kebetulan? Mungkin.

"Awwh!" ringisnya saat tak sengaja tangannya tertusuk duri dari batang bunga yang indah itu.

"Lagi ngapain?" tiba-tiba ada suara seseorang. Eric menoleh ke asal suara dan melihat Jeno yang sedang berjalan menyusuri tanaman lainnya.

"Ini kenapa bunganya layu? Gak disiram ya?" tanya Eric.

"Enak aja! Disiram lah, baru juga kemarin dikasih pupuk lagi" jawab Jeno dengan sedikit kesal.

Eric tidak menjawab, ia masih setia memegangi bunga yang sudah melukainya. Memorinya kembali mengingat bahwa beberapa bunga disini ia tanam bersama Juyeon. Mengingat itu dia tersenyum dan melupakan kejadian tadi di mall.

"Bunga mawar itu indah, namun jika digenggam terlalu erat akan sangat menyakitkan" ucap Jeno tiba-tiba. Eric menolehkan kepalanya menatap Jeno dengan alis berkerut.

"Maksudnya?"

Jeno tersenyum, "Gue tau lo gak bodoh. Jadi jangan bodoh karena hal yang gak penting, ok?"

Eric semakin mengerutkan dahinya. Apasih?




Rose [Juyeon x Eric] ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt