3.

117 22 8
                                    

Saat Jaebum mendatangi lorong menuju kantor Presiden, lorongnya terlihat sepi. Begitu juga ketika ia mengetuk pintu kantor Jinyoung, saat pintu terbuka hanya ada Youngjae yang membuka pintu dengan senyuman tinggi. Jaebum menyukai keadaan ini, tidak terlalu ribut banyak orang, dan seperti terasingkan ditengah ratusan orang di luar.


"Hyung, silahkan masuk," kata Youngjae menarik pintu lebih lebar. Jaebum menggumamkan terimakasih. Youngjae lalu keluar dan menutup pintu pelan di belakang Jaebum.


Jinyoung sudah menunggunya di meja persegi yang ditutupi taplak putih, diatasnya sudah siap dengan makan siang yang menggoda diatas piring putih yang mengkilat. Jaebum lega Jinyoung tak menempatkan lilin diantara mereka, akan sangat menggelikan sekali.


"Selamat siang, dan selamat datang, hyung," Jinyoung berdiri, mengancingkan jas sekolahnya. Jaebum mengangguk dan tersenyum setengah. Jinyoung merentangkan satu tangannya yang tidak memakai perban ke arah kursi yang kosong, mempersilahkan Jaebum untuk duduk. Tapi Jaebum tak melangkahkan kakinya ke kursi yang sudah disiapkan, ia berjalan ke belakang Jinyoung dan memegang punggung kursinya.


"Hyung?" tanya Jinyoung bingung.


"Duduklah," kata Jaebum. Jinyoung mengulum senyumnya, berusaha untuk tak berteriak kegirangan.


Setelah Jaebum mendorong lembut kursi Jinyoung hingga pemuda itu duduk, baru giliran Jaebum beralih ke kursinya sendiri. Di depannya sudah ada steak yang dimasak well-done siap untuk disantap. Tapi Jaebum lebih tertarik untuk memulai percakapan dengan Jinyoung.


"Aku mencium bunga Lily," kata Jaebum melirik sekilas ke pot bunga di dekat pintu. "Aku tak tahu kau punya ketertarikan dengan bunga."


Jinyoung tersenyum. "Hyung belum tahu banyak tentangku."


Jaebum mendenguskan tawa pelan, ia mulai mengambil serbet dan menaruhnya di pangkuan. "Mungkin aku harus mulai belajar," katanya seraya mengambil gelas minuman, yang sudah terisi soda. "Tidak adil karena kau tahu banyak tentangku bahkan sebelum aku bisa membuka mulut."


Jinyoung tersenyum malu. Jaebum mengangkat gelasnya sedikit ke udara, begitu pula dengan Jinyoung. Saling mengangguk dan menyesap minuman, Jaebum mencecap rasa asing di sodanya. Jadi Jaebum mengangkat satu alisnya dan menatap Jinyoung yang terkekeh pelan.


"Aku pesan soda terbaik yang di punya Chef Jung," kata Jinyoung menggidikkan bahunya. "Awalnya memang terasa aneh, tapi akhirnya menyegarkan."


"Kalau Baekhyun tahu kau membuang-buang uang kalian untuk makan siang ini, dia akan membunuhmu." Kata Jaebum merujuk pada bendahara Dewan Murid kelas dua, Byun Baekhyun. Namun Jinyoung hanya tertawa, kembali menyengat Jaebum saat melihat kerutan di sekitar matanya, manis.


"Oh, dia tak bisa membunuhku. Aku memang sudah menyimpan biaya sendiri untuk makan siang denganmu, hyung."


Jaebum harusnya tidak terlalu kaget tentang itu karena ini Park Jinyoung yang sedang dia bicarakan. Mungkin awalnya dia harus mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi karena adanya meja makan di tengah ruang OSIS cukup membuatnya geleng-geleng kepala apalagi ditambah dengan tatanan peralatan makan yang cukup mirip dengan restauran elit tengah kota. Ia mungkin juga tidak akan heran jika Kunpimook keluar dari balik ruangan OSIS yang lain dengan seragam waitress dan membawakan mereka hidangan pencuci mulut.

NyctophiliaWhere stories live. Discover now