Halaman Kedua Puluh Tiga

1.1K 83 1
                                    

Aku nggak bisa mungkirin, rasa bosen kadang  diem-diem nyelinap di hati aku karena hubungan yang mulai terasa flat ini. Lima hari belakangan Arjuna dan aku bener-bener nggak punya kesempatan ngisi waktu berdua. Dan sabtu ini lagi-lagi sama aja. Waktu yang selama itu banyak aku habisin dengan Mario. Sepanjang hari cuma dengan Mario. Meski keduanya berbeda, tapi sikap dan tingkah laku mereka sama-sama nyenengin kok.

"Yank ..."

Aku cuma noleh natap dia sebentar lalu kembali nekurin lantai lapangan yang sedang kami tapaki.

"Kamu nggak mulai ngerasa bosen, kan?"

Aku diem, nggak lama geleng-geleng pelan. Maaf aku nggak bisa jujur sama apa yang aku rasain akhir-akhir ini. Aku nggak mau Arjuna kecewa. Aku tau kok aku banyak bo'ongin dia, aku hanya bingung mesti gimana lagi.

"Maaf ya, aku belum bisa ngajak kamu ke mana-mana. Mana ini malem minggu lagi, ck. Gimana, ya?"

"Nggak papa, kok, aku biasa malem minggu di rumah."

Well, sebenernya malem ini aku ada janji. Mario minta aku nemenin dia kopdar sama temen-temen motornya.

"Entar malem kita video call-an aja ya. Aku pengen nyanyi buat kamu sambil main gitar."

"Nyanyi apa?" tanya aku sambil naikin bokong aku ke atas jendela pos satpam yang nggak ada daun jendelanya untuk duduk, sementara Arjuna berdiri ngadep aku. "Emang kamu bisa nyanyi?" tanya aku pura-pura ngejek dia. "Bisa main gitar? Masa, sih?"

"Belum tau pacarnya multi talent."

"Tapiii, kayaknya aku yang nggak bisa."

"Nggak, Yank, biar aku yang nyanyi. Kamu cukup dengerin."

"Bukan. Maksud aku, nanti malem aku mau pergi."

"Radit ngajak keluar?"

Ya Tuhan, apa aku mesti bohong lagi. Aku nggak tega ngelakuinnya, tapi nggak bisa juga ngungkapin yang sebenernya. Hati aku nyerih liat mimik muka Arjuna. Sedih gitu, kayak ngerasa jadi pacar yang nggak guna.

"Aku udah janji, nggak enak ngebatalin."

"Emm." Dia ngangguk kecil. "Nggak papa kalo perginya sama Radit."

"Kalo sama Kak Mae?"

Arjuna langsung jepit hidung aku, digoyang-goyanginnya kiri kanan, "Jangan coba-coba nyeleweng di belakang aku!"

Aku ketawa. "Dasar cemburuan."

Tin.

Kami kontan noleh ke luar gerbang. Mobil mama Arjuna ada di sana. Nggak mungkin nggak, dia pasti liat aku. Iiih, aku takut. Untung dia nggak buka kaca jendela dan ngomel-ngomel.

"Mama udah jemput. Aku pulang, ya. Dah, Sayang." Dia manggil aku sayang dengan suara pelan gitu, takut mamanya denger. Hihi.

"Dadah. Hati-hati!"

"Loe perginya sama Radit, kan?" tanyanya mastiin aku nggak pergi sama Kak Maeda.

Agak lama aku jawab, sedangkan Arjuna masih nunggu deket pintu mobil yang dibukanya. Lalu aku ngangguk dengan perasaan bersalah.

Seperti itulah, hanya sebatas itu kontak fisik kami, dari senin lalu hingga sekarang. Nggak ada perubahan. Nggak tau deh ke depan bakal kayak gimana. Kalo gini terus-terusan ... Hmm.

Sekolah pelan-pelan mulai lengang. Satu per satu mereka yang belajar di sini pulang ke rumah masing-masing, maybe ada juga dari mereka yang keluyuran ama temen or pacar. Kalo aku sih nggak mungkin ya keluyuran sendirian. Pacar aku barusan aja dijemput emaknya.

KSATRIA (CERBUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang