Yi Sib Sam

2.6K 122 62
                                    

Araya telah menceritakan segala hal yang terjadi. Benar. Ia memang melarikan diri ke rumah induk tanpa seorang pun yang tau. Ia berpesan pada Som dan Pong serta orang-orang yang terlibat dalam acara kaburnya untuk tidak memberitahu siapapun kemana ia pergi.

Ia ingin tenang. Dan itu sudah ia dapatkan dengan melarikan diri. Sudah 3 hari ia berada di rumah itu. Meski begitu. Hanya beberapa persen dari sakit hatinya yang terasa lebih baik. Selebihnya, ia masih sangat membenci hal yang telah terjadi malam itu.

Araya telah memerintahkan para karyawannya untuk menjalankan tugas masing-masing, baik itu dirumah maupun dikantor. Ia juga melarang para karyawannya untuk tidak memberitahu Ellen jika ia menghubungi para karyawannya. Ia berencana untuk menetap di Bangkok untuk beberapa saat kedepan.

Meski begitu. Memberi pengertian pada Ell. Seolah ia sedang bekerja diluar negri.

Lalu Ellen. Araya tidak tau apa-apa soal wanita itu sejak malam kepergiannya. Ia menolak siapa saja yang hendak memberikan informasi tentang istrinya tersebut. Ia benar-benar enggan mendengar nama itu walau sekali saja.

Dan Sandra. Araya hanya meminta ia menghandle perusahaan bersama staff lainnya.

Begitulah Araya saat ini. Melamun dengan pikiran yang berkecamuk diotakknya. Sepanjang hari ia hanya akan diam dan diam. Som dan Pong sudah berusaha menghibur Araya semaksimal mungkin. Ia senang jika Araya dapat tersenyum sekali saja. Meski ia tau bahwa senyum itu palsu.

Saat ini Araya sedang asik melamun ditepi kolam ikan.

"Ratree Sawad Khrab Khun Araya (Selamat malam tuan Araya)"

"Hm" Sahut Araya tanpa menoleh.

"Khun Araya, Gin khaaw reu yang khrab? (Tuan Araya. Udah makan belum?)" Seseorang yang berlakon menjadi pelayan Araya tersebut bertanya.

"Mai yaak gin khrab (nggak mau makan)" Sahut Araya masih melamun.

"Ao. Tam mai a? Mai hiu a? (Lah kenapa? Nggak laper?)" Tanya orang yang belum juga Araya lihat. Ia masih sibuk menatap kolam ikan koi didepannya.

"Mai (nggak)" Sahut Arya seadanya.

"Ohoo. Jing hlo khrab? Tae wa. Khun roo mai? Ni kheu khek fong nam. Aroi maaaak thii sud leiy a! Ni phom phood jing na khrab. Mai dai phood len khrab. Oih. Phom hiu a khrab. Khun hiu plao? (Ohoo. Yang bener? Tapi. Kamu tau nggak? Ini kue spon. Enak bhuangetttt! Aku ngomong serius nggak bercanda deh. Oih. Duh aku jadi lapar nih. Kamu laper nggak?)" Racau orang tersebut masih tak menyerah. Ia berkata seolah sedang mempromosikan kue spon yang baru saja matang dari oven. Aromanya yang menyeruak dihidung, seharusnya membuat siapa saja mendadak lapar. Araya menarik nafas dalam berusaha sabar.

"Mau disuapin nggak?" Lanjut seseorang itu lagi.

"Mai tong a (nggak perlu!)" Tukas Araya tegas. Sebab ia mulai terganggu. Sesaat kemudian ia tersadar. Sejak kapan pelayan dirumah ini bisa bahasa Indonesia? Dan itu suaranya berat. Sementara, pekerja pria dirumah ini tidak ada satupun yang bertugas menyediakan makanan.

Araya menoleh cepat. "Hia! P'Beam!" Seru Araya terperanjat bukan main.

"Ai-Sat meung! Goo mai chai phi! (Bangsat lu! Gua bukan setan!)" Seru Beam saat melihat Araya yang terkejut sebegitunya.

Araya 2Kde žijí příběhy. Začni objevovat