Pita menggulung tubuhnya dengan selimut tebal, ia tidak mau keluar sama sekali. Kejadian kemarin tepat dimana Alvito dengan kurang ajarnya mencium bibirnya.
"Its jerk!! Menyebalkan." umpat Pita.
Cklek~
"Aku tau kau sudah bangun." ucap Alvito membuat Pita mendengus, ia semakin menenggelamkan tubuhnya di dalam selimut tebal.
"Makan lah, kau belum memakan apa-apa dari pagi." ucap Alvito.
"Pergilah! Tinggalkan aku sendiri." ucap Pita sambil menutup wajahnya dengan selimut.
"Kau harus makan---"
"Aku tau! Pergilah! Aku akan makan nanti." ucap Pita marah.
"Jika aku melihat piring mu masih ada makanan aku akan benar-benar mencium mu." ucap Alvito. Membuat Pita menggeram kesal, apa tidak ada ancaman selain mencium? Sangat menyebalkan.
"Pergi! Aku tidak mau melihat mu." ucap Pita.
Alvito berjalan menjauh saat memegang gagang pintu ia berhenti lalu berbalik.
"Aku tau yang aku lakukan kemarin benar-benar brengsek, tapi aku juga tidak menyesal mencium mu. Setidaknya aku mendapatkan barang berharga." ucap Alvito lalu keluar dari kamar begitu saja.
"Kau sudah memiliki tunangan brengsek!!" umpat Pita sambil melempar bantal ke lantai.
Perut Pita berbunyi menandakan bahwa ia sama sekali belum makan lalu ia menatap nampan berisi sarapan yang tadi Alvito antarkan padanya.
"Aku membenci mu." gumam Pita sambil menenggelamkan wajahnya di bantal.
Disisi lain...
"Alvito, ibu mu berkata dia akan mempercepat pernikahan kita." ucap Cecilia.
Prang~
Alvito memukul cermin di sebelahnya hingga pecah dan membuat tangannya mengeluarkan darah.
"Kau tau aku tidak suka padamu, kau pasti mengatakan sesuatu pada ibuku." Alvito menatap tajam.
"Tapi aku mencintai mu Vito." ucap Cecilia dengan mata berkaca-kaca.
"Dan aku tidak mencintaimu." ucap Alvito sambil menatap tajam.
"Kau pikir aku peduli, sekalipun kau mengemis pada ibuku aku tidak akan pernah menikah dengan mu sampai kapan pun." sambung Alvito dingin.
Alvito berjalan menuju kamarnya lalu ia melihat Pita yang sudah tertidur dan dia menatap piring yang sudah kosong.
Alvito tersenyum setidaknya gadis itu masih menurut padanya lalu ia teringat apa yang Cecilia katakan, kemungkinan ibunya akan kesini.
Alvito menatap tangannya yang sudah mengeluarkan banyak darah. "sialan!! Sampai kau menyentuh Pita akan aku pastikan kau hancur." gumannya.
Lalu ia berbaring di samping Pita sambil memeluknya dari belakang sesekali Alvito mengecup leher Pita.
"Kau tau? Aku benar-benar jatuh hati padamu." bisik Alvito.
"Aku tidak peduli walaupun aku mempunyai tunangan, cepat atau lambat aku akan membatalkannya." ucap Alvito walaupun ia yakin bahwa gadis itu tidak mendengarnya.
"Yang harus kau tau sekarang kau adalah milikku sampai kapan pun. You are mine Pingkan Agustina."
∆∆∆
Winda menatap ponselnya, lagi-lagi Alvito memutuskan sambungan teleponnya.
"Benar-benar anak yang merepotkan." ucap Winda.
"Nyonya." seorang pria tampan memasuki ruangan Winda.
"Bagaimana?" tanya Winda sambil mengetuk pena di meja.
"Sepertinya tuan Alvito membuat keamanan ketat untuk gadis itu nyonya, aku tidak bisa mendekati nya." ucapnya sambil duduk di sofa.
Winda mendengus. Memang benar, Alvito tau jika ia akan mencelakai gadis itu. "apa yang dia harapkan dari gadis miskin itu?!" ucapnya kesal.
"Aku tidak mau tau cari cara agar kau bisa menculik gadis itu." ucap Winda.
"Akan aku laksanakan nyonya." ucapnya sambil keluar dari ruangan itu.
"Dasar bocah! Masih menyusahkan saja." Winda menatap foto yang berada di tangannya, foto seorang perempuan siapa lagi kalau bukan Pita.
"Tidak ada yang boleh mendekati anak ku." gumam Winda. "termasuk kau gadis miskin."
"Sepertinya aku yang harus kesana."
Disisi lain...
"Akhhh!! Apa yang kau lakukan disini?!" ucap Pita sambil mendorong tubuh Alvito.
"Tidur, apa lagi?" tanya Alvito sambil menopang tubuhnya dengan tangannya.
Pita melihat pakaiannya lalu mendesah lega saat melihat pakaiannya masih lengkap.
"Apa yang kau lihat? Aku tidak melakukan apapun." ucap Alvito sambil menatap Pita dari samping.
"Siapa yang tau kalau kau melakukan sesuatu padaku." ucap Pita sambil mendengus.
"Aku tidak sebrengsek itu." ucap Alvito.
"Lalu? Apa mencium ku tidak termasuk brengsek?" ucap Pita kesal.
"Itu beda lagi, karena aku menyukainya. Bibir mu manis dan kenyal." ucap Alvito sambil menyeringai.
Pletak~
Alvito meringis saat Pita memukul kepalanya dengan kuat.
"Sakit!" ringis Alvito.
"Rasakan!" dengus Pita lalu ia membelakangi Alvito.
"Apa kau tidak mau turun ke bawah?" tanya Alvito sambil memainkan rambut Pita dari belakang.
"Tidak. Pergilah! Aku masih mau disini." ucap Pita.
"Kau belum keluar sama sekali dari tadi." ucap Alvito sambil memeluk pinggang Pita.
"Singkirkan tangan mu!" Pita melepaskan tangan Alvito.
"Kalau begitu keluar dari sini, atau aku akan berbuat lebih padamu." ancam Alvito.
Pita mengigit tangan Alvito. "apa tidak ada ancaman yang lebih bagus dari itu?!" ucapnya kesal.
Lalu Pita bangun dari kasurnya tak lupa ia melemparkan bantal ke arah wajah Alvito. Pita pun keluar dari kamar disusul Alvito dari belakang.
Namun Pita berhenti mendadak membuat Alvito menatap bingung.
"Ada ap----ibu." ucap Alvito sambil terdiam di tempatnya.
"Hallo sayang." Winda tersenyum. "aku kesini untuk melihat keadaan mu."
∆∆∆
TBC
DU LIEST GERADE
My Arrogant Billionaire [END] [PROSES TERBIT]
RomantikCOVER BY OBI ART Serumah dengan orang kaya yang sombong dan sialnya sangat tampan. Anugrah atau kesialan? Itulah yang di rasakan gadis yang bernama lengkap Pingkan Agustina biasa di panggil Pita oleh temannya. Gadis keturunan darah kental Jawa harus...