Pulang Bareng

94 4 0
                                    

Semua murid Ipa 4 berhamburan keluar kelas ketika Pak Zul menyelesaikan dongeng sejarahnya hari ini. Bu May memang paling pengertian, sebagai wakil kurikulum yang mengatur seluruh jadwal belajar mengajar di sekolah, ia berhasil menempatkan pelajaran sejarah sebagai pelajaran terakhir untuk kelas Ipa 4.

Perpaduan antara cuaca yang terik di siang hari dan dongeng dari Pak Zul itu sangat luar biasa. Hal tersebut memberikan efek baik terhadap setiap murid Ipa 4, mereka dengan leluasa bebas bermimpi di siang bolong.

Pak Zul yang termasuk deretan guru senior itu tak pernah memperdulikan segala tingkah laku aneh para murid. Kemungkinan faktor umur, daripada buang-buang energi. Berbanding terbalik dengan Bu May, yang pastinya tidak akan mentolerir setiap murid yang tidur di kelasnya. Mentok-mentok Pak Zul kalau marah hanya memberi teguran, tapi masih dengan nada yang lembut sehingga tidak mempan untuk murid yang bersarang di Ipa 4 itu.

'Heh, Bandi meneng toh. Ini loh seru dongengnya'

'Eh, itu sing ngorok toh yo mbok meneng. Kalau turu yowes turu ae, ra usah enek suara ne lo guys"

'Opo toh Al, nak wedok kok yo mencak-mencak ngono' kira-kira begitu teguran dari Pak Zul yang kental dengan logat jawanya.

Kelakuan murid Ipa 4 ini memang tidak sepatutnya untuk ditiru. Kalau masalah ini diperpanjang mungkin semuanya akan di hukum oleh Pak Mahmud, karena sudah melanggar aturan dan tidak sopan pada guru yang mengajar.

'Sudahlah Pak Mahmud, namanya juga anak-anak' selalu begitu, ucapan lembut Pak Zul membela tingkah biadap para murid yang ia ajarkan. Alhasil Pak Mahmud hanya menuruti keinginan Pak Zul sebagai guru seniornya.

***

Tari berdecak sebal, ban motor belakang Tari bocor. Padahal seminggu lalu baru saja diganti. Tari kesal karena ini pasti ulah Arka, sang kakak tertua yang tidak pernah hati-hati. Alhasil, dirinya selalu kebagian untuk ke bengkel dan memperbaiki semua kerusakan motor.

"Je, bantuin gue" rengek Tari pada Jeje yang baru sampai di parkiran ingin mengambil motornya.

"Bocor lagi?" tanya Jeje yang sudah paham permasalahan motor Tari. Lalu dibalas anggukan oleh Tari.

"Ki, cepet ambil alih" Eki, anak kelas XI Ips 3 langsung menuruti perintah Jeje. Pria jangkung yang sering pulang bersama Jeje juga sudah paham apa yang harus ia lakukan setelah melihat kondisi ban motor Tari. Eki menaiki motor, siap untuk membawanya ke bengkel dekat sekolah.

"Lo tunggu disini sebentar ya Ri, gue bantu Eki buat dorongin motor" Tari mengacungkan jempol, menyetujui usulan Jeje dengan cepat. Kedua pria itu meninggalkan Tari yang duduk di salah satu jok motor matic berwarna biru sambil menunggu pahlawan kesiangannya kembali.

Bandi menyapa Tari yang duduk sendirian di atas jok motor matic miliknya. Awalnya berniat mengejutkan Tari yang melamun sambil memandangi helm bogo berwarna pink. Namun, gadis itu sudah lebih dulu menyadari keberadaan Bandi di belakangnya.

"Sorry lama Ri, tadi ke kelas Maudy dulu. Yuk pulang, nih pakai helmnya" ajak Bandi sambil menyerahkan helm bogo yang dipakai Maudy tadi pagi kepada Tari. Tari terlonjak dari jok motor Bandi, sadar bahwa ternyata motor ini milik rivalnya. Tari menaikkan kedua alis, bingung atas ajakan Bandi.

"Lah malah bengong. Iya gue tahu gue ganteng, jadi enggak perlu ditatap terus kayak gitu. Cepetan naik, sekolah udah sepi nih" kali ini dengan nada sedikit memaksa, tapi Tari menurut.

"Kenapa juga gue harus pakai helm bogo punya Maudy si dedek gemesnya Bandi?" batin Tari, memprotes helm pemberian Bandi. Ia tampak lama untuk mengiyakan ajakan Bandi sekaligus dengan helm bogo itu.

Gemas, Tari yang lagi melamun sambil memandang lekat helm bogo berwarna pink itu membuat Bandi semakin gemas. Bagi Bandi, ekspresi wajah galak Tari malah berubah menjadi sosok gadis imut yang bingung untuk mengambil keputusan. Kalau begini, mana mungkin Bandi mundur terhadap perasaannya?

Klik. Bandi memasangkan helm bogo itu di kepala Tari. Gadis itu membelalakkan kedua matanya, menatap Bandi penuh tanya. Namun dibalas Bandi dengan satu tarikan napas untuk mengajaknya pulang bersama "Let's go!!!!" ucapnya.

***

Norak memang, untuk pertama kalinya Bandi berhasil meluluhkan si galak Ipa 4 ini. Pertama kalinya memboncengi Tari sudah menjadi kebahagiaan dalam hidup Bandi. Bandi berhutang es boba dan mie ayam pada Jeka dan Eki. Berkat kedua pria yang membantu Tari memperbaiki ban bocornya, Bandi bisa mengantarkan Tari untuk pulang ke rumahnya.

Pesan whatsapp yang dikirimkan Jeka pada Bandi disambut sangat antusias. Kebetulan juga Maudy sedang ikut ekstrakurikuler rutin di sekolah, jadi jok belakang motornya kosong. Memang, kalau jodoh tidak akan lari jauh-jauh.

"Ri, lo udah makan siang belum?" tanya Bandi mencoba kesempatan lain, barangkali Tari mau menerima ajakan makan siang bersamanya.

"Udah" jawab Tari singkat, ia juga tidak membalas pandangan Bandi dari kaca spion. Gadis itu hanya menoleh kanan kiri melihat perjalanan menuju rumahnya.

"Gue laper banget nih, mampir bentar ya ke warung Mang Ujang" pinta Bandi penuh harap Tari untuk mengiyakan.

"Terserah" balas Tari kali ini lebih ketus

"Beneran nih? Ikhlas ya, kalau nemenin gue makan dulu?"

"Ck! Iya Ndi. Repot bener sih" kali ini kalimat yang Bandi dengar sedikit lebih panjang, khas dengan omelannya.

"Gitu dong, ngomel. Lo harus ngomel terus ke gue Ri, supaya gue jadi makin bucin ke elo" Tari kesal ingin sekali mencincang tubuh Bandi saat ini juga.

"Cihhh! Ngalus mulu, heran deh" batin Tari, walaupun agak tersentak kaget ketika Bandi mengucap asal atas perasaannya.

***

"Kalau motor lo udah kelar, bakal langsung dianter sama Jeje ke rumah lo. Lo jangan khawatir, karena mereka enggak bakalan bawa motor lo pergi" ucap Bandi sambil menyenggol siku Tari, gadis itu menopang dagu dengan kedua tangan lagi-lagi melamun.

Melamun, tindakan andalan bagi Tari kalau sedang canggung terhadap orang yang sedang bersamanya. Apalagi sekarang bersama Bandi, menjadi pertama kali untuk nya. Entah kenapa galaknya Tari tidak bisa keluar begitu sedang berdua saja dengan Bandi, kenapa tidak bisa dengan mudahnya melayangkan bogeman pada Bandi yang susah membayar uang kas dan kenapa juga dia jadi tidak bisa membungkam mulut Bandi dengan ucapan pedasnya.

"Iya gue tahu, Jeje juga udah kirim whatsapp ke gue. Ada juga yang harusnya khawatir itu elo" ucap Tari dengan nada suara ditinggikan berusaha menutupi rasa canggungnya.

"Kok gue?"

"Yaa, harusnya khawatir karena Maudy belum pulang" imbuh Tari dengan asal memberikan alasan

"Maudy lagi ikut ekskul, biasanya pulang bareng Jae atau temen lain jadi enggak perlu khawatir" ucap Bandi membalaskan alasan asal dari Tari "Yang gue khawatirin itu elo Ri, duduk sendirian melamun di atas jok motor gue pula. Kan bahaya kalau kesambet siang bolong" lanjutnya sambil menikmati somay buatan Mang Ujang

"Hn?"

"Yaa gue khawatir Ri, masa lo mau nungguin Jeje sendirian di sekolah. Anak-anak yang ekskul pasti cuma fokus sama kegiatannya. Pokoknya bahaya deh kalau lo sendirian dan gue bakal khawatir kalau itu terjadi" final Bandi kali ini merasa gentle karena secara tidak langsung mengungkapkan perasaannya pada Tari yang sudah menggebu-gebu.

"Dih peduli amat lo sama gue? Paling juga nanti lo bakal turunin gue ke tempat sepi kan? Lo pasti mau balas dendam nih ke gue karena sering ditagihin uang kas? Ngaku deh lo" Tari sengaja melebih-lebihkan pemikirannya, ia sudah paham sebenarnya kemana arah pembicaraan pria itu. Kalau mau coba-coba gombal, jangan sama Tari karena tidak akan mempan.

"Yaelah, emang gue sekriminal itu apa?" protes Bandi "Aduuhhh, gue harus gimana lagi sih supaya elo bisa peka? Terang-terangan gini salah, diem-diem juga salah, dasar cewek" kesal Bandi, mempercepat acara makan siangnya.

Tari berpura tak mendengarkan ucapan akhir dari pria itu. Dirinya malah sibuk mengurusi Pou peliharaan digitalnya untuk menutupi perasaannya yang meledak-ledak. Pria tengil dihadapannya itu terlalu blak-blakan mengungkapkan perasaan, bahkan Tari yang sangat belum siap untuk menerima ucapan itu menjadi gagu, bingung harus bertindak. 

LOL (Laugh of Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang