Bab 16

23 5 0
                                    

Azalea, melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.  Dia begitu terpukul dengan semua perkataan ayah Revan,  yang mengatainya anak haram.  Dia bertanya-tanya di kepalanya apakah benar dirinya adalah anak haram.  Namun,  tetap saja dia tidak tahu jawaban semua itu.

“Akh,  aku bukan anak haram!” jeritnya di dalam mobil.  Dia benar-benar bingung dengan semua hal ini.

“Tidak ... Aku bukan anak haram,” lirihnya tersedu-sedu.

Air mata bening itu tidak pernah berhenti menetes semakin deras,  gadis itu memukul-mukul dadanya dengan satu tangan. Seolah-olah ada yang menghantam dadanya sehingga rasanya begitu sesak.

Azalea langsung menabrakkan mobilnya menerobos pagar rumahnya sendiri.  Hingga membuat mobil putih bagian depannya rusak.  Namun,  gadis itu tak peduli.  Toh,  sekalipun rusak dia masih ada stok mobil di garansinya. 
Gadis itu lalu berhenti tepat di depan pintu utama rumahnya. Dia lalu keluar dari dalam mobilnya dan berlari memasuki rumah bak istana itu.

Gadis itu langsung terduduk setelah sampai di ruang tamu rumahnya,  dia menangis menunduk. Bahunya bergetar seolah semua telah dia kuatkan sekarang jatuh begitu saja.

“Aku bukan anak haram,” lirihnya tersedu-sedu.

Dia kembali mengingat semua kejadian di sekolahnya, semua omongan itu seolah radio yang di putar secara berulang.

“Eh,  gak nyangkah ternyata dia selain pembunuh juga anak haram ya.”

“Ih,  jijik banget sih,  ternyata dia anak haram. “

“Cantik-cantik anak haram,  menjijikan.”

Semua bisikan temannya terulang terus menerus. Membuat Azalea,  menutupi telinganya dengan begitu kuat.  Dia tidak sanggup untuk mendengarkan semua itu.
“Apa yang kamu lakukan Lea!” teriak mamanya dari lantai atas.

Merisa begitu marah dari nada bicaranya yang meninggi.  Dia begitu kesal. Melihat kelakuan putrinya yang dengan seenaknya merusak pagar rumahnya menggunakan mobil yang belum juga berumur satu tahun. Bagaimana bisa putrinya bersikap semaunya dengan merusak barang-barang mewah begitu.  Meskipun mereka orang kaya,  tapi Merisa selalu mengajarkan putrinya untuk berhati-hati dengan barang miliknya.  Namun, sekarang putrinya malah melanggarnya dan membuatnya begitu marah.

Namun,  saat menuruni tangga Merisa membelakan mata menatap putrinya yang tengah begitu depresi.   Dia langsung berlari untuk melihat keadaan putri kesayangannya. 

“Sayang kenapa?  Kamu kenapa?” Merisa langsung memeluk  putrinya yang terus menangis di lantai ruang tamunya.

Pelukan hangat ibunya membuat Azalea merasa tenang,  tapi rasa sakit di hati karna semua ini berawal dari ibunya Azalea lalu mendorong tubuh ibunya hingga jatuh. Dia menatap  ibunya dengan rasa benci yang begitu dalam.

“Ini semua karnamu Bu,” gadis itu begitu  teriris hatinya saat mengucapkan kata yang begitu menyakitkan untuk ibunya.

“Mereka kembali mengejekku! Mereka kembali menatapku dengan rasa benci! Mereka menjauhiku Bu!” teriaknya dengan suara yang serak karna begitu lama menangis.

Merisa menggeleng mendengar setiap keluh putrinya,  dia melihat mata putrinya yang begitu terluka.  Hatinya ikut terremas setiap air mata putrinya jatuh di pipi mulus Azalea.

“Sayang ....” panggil Merisa penuh perasaan.

Namun,  Azalea hanya berteriak merancau tak jelas dengan tangisan yang begitu menyakitkan.
Hingga tiba saat Azalea merancau tentang dirinya.

“Aku bukan anak haram kan Bu?” ucapnya dengan tatapan kosong.

Merisa menggeleng,  tidak dia putrinya bukan anak haram.  Merisa memeluk erat Azalea kembali dengan ikut menangis,  siapa yang akan tega melihat putrinya menangis dengan berkata dirinya bukan anak haram.

Ini semua bukan kesalahan Azalea dengan terlahir tanpa ayah.  Azalea tak bersalah dengan semua itu,  putrinya bukanlah anak haram tapi dirinyalah yang haram.  Dirinya yang berdosa.

“Enggak sayang,  kamu bukan anak haram.” Merisa menangis tak kala menyebutkan perkataannya barusan sungguh itu sangat menyakitkan.

“Tapi mengapa mereka menyebutku seperti itu?” ucap putrinya kembali.

Merisa semakin menangis mendengarnya,  tak dia sangka ada seseorang yang mengganggu putrinya hingga mengatainya anak haram.

“Siapa sayang?  Siapa?  Biar ibu datangi mereka?” Merisa sudah sangat beremosi melihat semua ini.

“Apa Ibu akan membunuhnya kembali?” pertanyaan putrinya membuatnya tertegun. Tidak segampang itu dia mencari tumbalnya.

Putrinya semakin menangis, dan Merisapun semakin tidak berdaya.  Dia merasakan luka yang di alami putrinya begitu besar.

“Apa Ibu akan membunuhnya dan membuatku menjadi tumbal tuduhan? Apa salahku Bu?  Setiap kesalahan karnamu aku yang di salahkan!  Aku yang di benci?  Kenapa Bu?  Apa ini yang Ibu mau?” gadis itu menangis begitu lirih.

“Aku anakmu Bu,”

Azalea mengingat kembali setiap perlakuan semua orang kepadanya,  bukan hanya di sekolah dia mendapatkan banyak bullyan dan juga kekerasan kepada fisiknya.

Dia lalu mengingat kembali perlakuan tetangganya sejak dia kecil hingga sekarang. Azalea memang tak pernah mengatakannya kepada ibunya karna toh semuanya tetap sama. Ibunya tidak akan pernah mengerti dirinya.
“Itu kan anaknya si Merisa yang kaya tukang persugihan itu ya?”

“Cih,  anaknya pasti juga ikutan di guna-guna biar cantik begitu.”

“Hati-hati Bu,  nanti suami kita malah ke goda.”

“Emang dasar murahan!”

Cacian para tetangga yang selalu dia dengar tak kala dia melewati kerumunan ibu-ibu yang sedang belanja sembari menggosipi dirinya.  Anak SD yang masih tidak tahu apa-apa mereka bicarakan tapi tetap mereka sindir hanya karna gadis itu terlahir cantik malah takut jika dia menggoda suaminya.

Padahal jelas suami mereka yang hidung belang,  menatap gadis SD dengan mata penuh nafsu. Hingga kini mereka pun masih sama,  memperlakukan gadis itu dengan semena-mena.

“Apa Ibu tidak mengasihaniku? Aku tersiksa Bu!  Tolong sudahi ini Bu,”  Azalea menjerit, lalu mendorong ibunya kembali. Dia lalu menatap ibunya memohon untuk menyudahi semua.  Namun, Merisa  menggeleng mewakili jawaban tidak untuk putrinya.

“Ibu!  Aku sudah lelah Bu! Tolong!” gadis itu begitu frustrasi. Lalu melihat hanya galengan kepala dari ibunya.
“Terserah!” Azalea,  lalu berlari menaiki tangga dengan tertatih,  dia begitu kecewa kepada ibunya.

Gadis itu merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya.  Dia begitu lelah dengan semua hal yang terjadi kepadanya bertahun-tahun.  Dan ibunya tidak pernah mengerti semua ini?  Apa salahnya,  apa salah gadis itu?  Kenapa takdir begitu menyakitkan untuknya. Dia sudah begitu ikhlas dengan dirinya yang selalu sendiri dan tak bisa seperti temannya yang lain.

“Ya Tuhan,  apa aku selalu melakukan dosa kepadamu? Tolong ampuni aku Tuhan,” Azalea menangis dengan memohon ampun kepada Tuhan.  Dia sangat tersiksa semenjak pulang dari sekolah.  Dia sangat frustrasi dengan kenyataan yang berada dalam pikirannya saat ini.

Di luar pintu kamar Azalea,  Merisa juga sangat sedih melihat keadaan putrinya. Apalagi putrinya menjerit tentang anak haram.  Dia sangat sedih,  memang Merisa melahirkan Azalea tanpa seorang suami dan membesarkannya sendiri dan siapa yang berani menghina putrinya begitu keji.

“Sayang, kamu putri Ibu,  bukan anak haram,  kamu anakku,“  Merisa menangis tersedu-sedu bersandar pada pintu kamar Azalea.

ODOC30#DAY 16
30 APRIL 2020

Cinta Khayalan ✔️Where stories live. Discover now