°Bab 23°

243 18 0
                                    

Selamat membaca❣️✨

...

"Yang mana?" tanya Tasha. Kak tiara hanya mengendikkan bahu acuh. Alhasil barang yang Tasha pegang langsung melayang ke arah Kak Tiara dan menjatuhkan handphone-nya. Saat Kak Tiara menoleh, Tasha sudah melesat entah hilang kemana.

Akhirnya mereka pulang setelah sholat di salah satu musholla. Sebenarnya mereka belum puas di mall ini, tetapi karena ancaman Bunda yang melarang mereka tidur di dalam, mereka langsung mengiyakan saja.

"Gue minta satu ja-"

Tasha langsung melempar satu makanan ringan ke muka kakaknya yang timbul di antara pintu. Kak Tiara hanya mencibir dan menutup pintu kamarnya. Tasha mulai manata beberapa baju yang akan dibawanya di koper mini miliknya.

"Pluk."

Tasha menoleh horor ke arah suara, tentu saja ia langsung berteriak, "CICAK!" ia berlari terbirit-birit menuruni tangga menuju kamar bundanya. "Bunda! Buka!"

Tasha menghapus air matanya dan ingusnya dengan kedua tangannya. "Bunda!" Tasha menangis tersedu-sedu di balik duduk jongkoknya. "Bun, ad ... ada ci ... cak."

"Apa sih?"

"Ada cicak, buangin." Tasha memeluk kedua kaki bundanya. Bunda hanya bisa berjengit merasakan air mata dan ingus Tasha yang menempel pada kakinya. "Mana?" Tasha menunjuk ke arah kamarnya.

Setelah Bunda mengambil cicaknya Tasha mulai merangkak naik ke kasurnya. Bunda melemparkan cicak yang masih dipegangnya ke arah anak bungsunya. "Aa!" Tasha terjengkang ke bawah. Ia kembali menangis lagi melihat cicak yang merayap di kasur.

"Gara-gara lo gue ngga bisa tidur!" bentak Kak Tiara yang entah sejak kapan sudah di kamar Tasha.

"Gara-gara Bunda!" sarkas Tasha tak kalah lantang tak lupa sambil menunjuk Bunda.

"Loh, gara-gara kamu lah! Kan kam-"
Tasha langsung memotong pembicaraan Bunda dan berteriak sambil menunjuk-nunjuk cicak tak bersalah di kasurnya, "Dia tuh yang bikin onar!"

Mereka bertiga akhirnya berhenti berdebat setelah mendengar deheman Ayah di balik pintu kamar Tasha. Walau si cicak sudah dibuang, Tasha tetap parno untuk tidur di kasur. Ia memilih tidur diatas bedcover yang baru saja dibelinya.

Akhirnya, hari yang ditunggu Tasha pun datang. Ia diantar sang kakak tercinta ke rumah Gita. Ia akan kembali satu hari setelah tahun baru. Sejenak ia melupakan keberadaan Daniel dengan lawakan yang dibuat Ridho.

"Lo tahu nggak, Sha?" tanya Rie seraya mendudukkan dirinya di samping Tasha. Spontan Tasha menggeleng karena ia memang tidak tahu apa yang dibicarakan Rie.

"Daniel nggak ik-"

"Biarin." Rie tersentak mendengar Tasha memotong ucapannya.

"Ken-" Tasha menutup pembicaraan Rie dengan isyarat jari telunjuk.

Ketika semua sudah berkumpul dan merasa Daniel memang tidak jadi ikut. Sopir Gita langsung melajukan mobilnya ke villa milik orang tua Gita yang berada di puncak.

"Gue kemarin lia-"

"Gue juga liat," potong Tasha santai. Ia tahu jika temannya akan membicarakan Daniel.

"Sama siapa coba? Lo ngg-"

"Retno."

Finda langsung bungkam ketika mendengar jawaban Tasha yang sedari tadi benar. Ia merasa bersalah sudah menanyakan hal ini kepada Tasha. Saat ia akan meminta maaf, Tasha meresponnya untuk diam saja.

Walaupun merasa hancur, rapuh, dan kecewa, Tasha tak ingin membuat temannya yang lain khawatir dengan dirinya. Alhasil ia tetap bersuka ria bersama yang lain dalam perjalanan meski hatinya berkata lain.

"Akhirnya sampai juga," ucap Tasha sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Teman-temannya yang lain pun juga mengikuti pergerakannya. Tiba-tiba disaat semuanya terlelap karena kelelahan.

"Permisi." Beberapa anak langsung terbangun mendengar suara seseorang di balik pintu. Awalnya tidak ada yang mau membuka karena takut jika ia adalah perampok atau sejenisnya, tetapi setelah hompimpah salah satu dari mereka mengalah.

"Iya-iya, gue." Jia berjalan mendekati pintu utama yang tertutup

Sampai sekarang ia belum membuka pintunya. Ia hanya mengintip dari celah-celah jendela. Sayangnya siapa seseorang itu tidak tertangkap jelas di mata Jia.

"Cepetan, Ji." Jia mencibir mendengar ucapan Tasha. Ia menarik knop pintu dan menutup matanya.

"Duar!"

"Hwa! Mama!" teriak Jia terkejut tanpa bergerak sedikitpun dan tangannya masih memegang knop pintu. Ketika merasa tidak ada perubahan suasana, ia mulai membuka matanya. "Daniel?"

Tasha yang berada di balik pintu langsung berjengit dan pura-pura berjalan memasuki ruang tengah. Ia pura-pura tidak tahu siapa yang datang saat ini. Ia mulai menyalakan televisi dan mengeraskan volumenya. Membuat anak laki-laki yang belum terbangun menggeliatkan tubuhnya.

"Kok gue ditinggal sih tadi?" tanya Daniel yang entah sejak kapan sudah memasuki ruang tengah.

"Ya gue kira lo ngga jadi ikut," jawab Rie asal. Daniel membuang nafasnya jengkel.

Daniel berjalan mendekati Tasha yang dikerubungi anak lelaki yang tertidur. Tasha memang memilih duduk disitu supaya jika meminta pertolongan akan cepat.

"Sha, gu-"

"Dho, lo ngga lupa bawa jagung 'kan?" tanya Tasha asal tanpa mengetahui siapa pembawa jagung sebenarnya.

Ridho menggeliatkan tubuhnya dan duduk. "Bukan gue yang bawa, gu-"

"Terus siapa?" tanya Tasha. Ridho hanya menjawab dengan dagunya. Ia mengisyaratkan jika Fadil lah yang membawanya.


Tbc❣️

PELANGI MALAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang