°Bab 28°

236 15 0
                                    

Tengtengteng! Yuhuuu, Pipi kembali^^
Selamat membaca yes💤


...

Karena masih merasa bersalah pada Bunda, Mama Daniel akan bertanggungjawab membayar semua fasilitas yang dibutuhkan Tasha saat dirawat inap. Namanya saja ibu-ibu, sudah pasti keras kepala. Meski ditolak, Mama Daniel tetap kekeuh membayar semuanya.

"Lo pulang aja," ucap Tasha yang secara tidak langsung menyuruh Rie pergi dan menginginkan tempat yang sunyi.

"Ya udah, gue pulang ya. Daah." Rie keluar setelah mendapat balasan lambaian tangan dari Tasha.

Tasha membalikkan tubuhnya membelakangi pintu kamar yang dikenakannya. Ia merasa dirinya terlalu polos dan bodoh sampai tidak menyadari jika dirinya telah dibohongi. Dan bodohnya lagi, ia masih saja menaruh hati pada seseorang yang sudah menyakitinya.

"Lo nyusahin gue aja deh," celetuk seseorang yang tiba-tiba datang dari pintu.

Tanpa menoleh, Tasha sudah bisa menebak siapa gerangan yang datang menghampirinya. Mak lampir! Kak Tiara berjalan mendekati ranjang Tasha dan meletakkan satu plastik berisi jajanan di meja.

Seketika tubuh Tasha langsung terangkat untuk duduk. "Dari siapa?"

"Rie," jawab Kak Tiara singkat tanpa menolehkan kepalanya pada Tasha.

Tasha beranjak menuruni ranjang dan berjalan menuju satu plastik yang penuh makanan ringan itu. Tangannya terulur untuk mengambil salah satunya. Dengan cekatan Kak Tiara langsung mengambil plastiknya.

"Pelit amat sih!" sengit Tasha geram.

"Kata Bunda lo nggak boleh makan ciki dulu," ucap Kak Tiara tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphone.

Tasha mendecih sebal kemudian menaiki ranjangnya. Sejenak ia kembali terngiang bagaimana momen Rie mengucapkan jika sosok Daniel, mantannya, menghamili Retno, selingkuhan Daniel. Dadanya kembali sesak jika mengingatnya.

"Nggak usah nangis bangke!" bentak Kak Tiara seraya melemparkan satu wadah tisu ke arah Tasha.

"Mau apa lo?!" Tasha melemparkan tisu yang tadi dilempar oleh Kak Tiara ke arah seseorang yang muncul dari balik pintu.

Sosok itu semakin berjalan mendekati Tasha. Teriakan Tasha semakin lama semakin melengking. Kak Tiara yang sengah dengan teriakan maut adiknya, ia berjalan mendekati seseorang yang membuat Tasha berteriak.

"Mau buat Tasha lebih dari ini?" tanya Kak Tiara seraya menyenggol pelan bahu seseorang itu. "Bilang!"

"Enggak, Kak. Cuma mau min---"

"Perlu gue bilangin berapa kali?! Gue udah maafin lo! Lo budek ya?" sarkas Tasha memotong penjelasan yang diberikan orang itu.

Daniel beringsut mundur ketika Tasha mulai menuruni ranjangnya. Ia berfirasat jika ini tidak baik. Tasha semakin berjalan mendekati sosok Daniel yang berjalan mundur.

"Kalo lo masih punya muka buat hadir di depan gue lagi ...," Tasha menunjukkan jari tengahnya di depan muka Daniel. "Retno mati."

Tentu saja setelah mendengar ucapan Tasha, Daniel terkejut bukan main. Apa yang terjadi pada gadisnya nanti jika ia tetap hadir di depan Tasha. Akankah benar-benar mati? Atau ini hanya siasat Tasha saja supaya dirinya tidak hadir lagi?

"Dia bener-bener bakal mati," ucap Tasha horor seakan tahu apa yang dibatin Daniel. Kemudian ibu jarinya terulur mendekati lehernya sambil mengisyaratkan pisau yang membelah leher.

"Mana mungkin. Akan kubuktikan lagi besok," batin Daniel. Ia berjalan keluar dari kamar inap tanpa berpamitan.

Kak Tiara langsung memegang kedua bahu Tasha. "Emangnya bener?"

Tasha mencibirkan bibirnya sombong kemudian menjawab, "Benerlah."

Mendengar jawaban Tasha, tangan Kak Tiara seketika melemah. Dibiarkannya sosok Tasha yang berjalan mengambil satu ciki dari wadah plastik. Ia masih tak percaya adiknya yang manja dan rewel akan melakukan itu.

Tasha menaiki ranjang seraya memakan ciki yang dibukanya. Ia hendak mengabari teman-teman terdekatnya untuk bersiap besok pagi. Mungkin, Minggu esok akan menjadi hari yang paling epic menurutnya.

"Tunggu aja," batin Tasha bersorak.

***

"Lo beneran, Sha?" tanya Fadil yang sedang memakan buah jeruk bersama Rie.

"Kenapa enggak?" tanya Tasha balik sambil memegangi selang infus di sampingnya. "Mana dia?"

Rie menunjuk seseorang di depan pintu dengan dagunya. Mata Tasha membuntuti pergerakan dagu Rie. Sontak ia langsung tertawa dalam hatinya membayangkan bagaimana ekspresi Daniel ketika melihat calon istrinya menderita.

"Gue mau diapain, ha?!" tanya Retno memberontak.

"Duh, santai dong, Mbak," jawab Jia sambil mengajak masuk Retno ke kamar Tasha. "Tasha mau minta maaf sama lo."

Retno mengerutkan keningnya bingung sekaligus heran. Mengapa Tasha meminta maaf pada dirinya? Bukankah dirinya yang bersalah? Retno berjalan mendekati ranjang Tasha dan menatap sayu sosok Tasha yang masih memainkan selang infusnya.

"Gue minta maaf," ucap Tasha seraya mengulurkan tangannya.



Apalagi sih ini! Pipi aja bingung, gimana coba?

PELANGI MALAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang