15

154 2 0
                                    

Masalah datang bukan untuk menjadi beban tapi untuk mendewasakan.

🌿🌿🌿

Setelah mendapatkan telfon dari Indri, Dian bergegas untuk mencari alamat yang sudah dikirim Indri. Dan dengan menggunakan map, Dian pun sudah sampai di alamat yang dituju, hanya dalam hitungan menit. Tapi yang membuat pusing adalah mencari keberadaan Indri. Karena alamat tersebut itu sangat luas dan berhubung hpnya Indri sudah mati, jadi Dian tidak tahu tempat yang dimaksud, karena Indri tidak menyebutkan secara detail. Dan itu artinya Dian harus lebih berusaha sekeras mungkin.

"Apa jangan-jangan itu Indri." Tebak Dian setelah menyusuri jalan tapi sama sekali tidak menemukan keberadaan Indri. Dan tebakan Dian ternyata benar, yang dilihat itu Indri teman sekaligus pacar pura-puranya.

Kemudian dengan langkah pasti, Dian mengendarai motornya dengan pelan dan tetep fokus pada apa yang menjadi objeknya.

Beruntungnya rumah Dirga berada di pinggir jalan raya, dan Indri pun tidak jauh dari rumah tersebut, jadi dengan hati-hati Dian pun menemukan Indri dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Jongkok dengan muka menunduk dan ditutupi telapak tangan. Dan Dian tahu kalau Indri sedang menangis saat ini.

"Ndri." Sapa Dian agar Indri menyadari keberadaannya. Turun dari motor dan jongkok di hadapan Indri. Indri yang mendengar suara Dian langsung mendongak dan menemukan wajah Dian yang memunculkan raut kekhawatiran. Secara refleks Indri memeluk Dian, menumpahkan semua rasa yang ditahan.

"Kenapa?" Jujur Dian masih belum mengerti kenapa Indri berada di tepi jalan dengan kondisi yang mengenaskan, ditambah tempat yang dituju terasa begitu asing. Jadi Dian butuh sebuah penjelasan.

Indri sama sekali tidak menjawabnya dan malah tangisannya semakin menjadi. Dian pun berinisiatif untuk mengajak Indri pulang dan pergi dari tempat tersebut. Karena menjadi pusat perhatian itu tidak begitu mengenakkan.

"Pulang ya." Tawar Dian setelah Indri berhenti menangis, entah memang sudah lelah menangis atau memang sudah tidak ada lagi air mata yang harus dikeluarkan? Dan untungnya Indri langsung menganggukkan kepala, walau tanpa suara Dian mengerti kalau Indri sudah menyetujui.

Dan ketika Dian dan Indri ingin naik motor, tiba-tiba ada seruan dari arah rumah Dirga. Siapa lagi kalau bukan Kak Ayu, kakak dari Dirga, pacar Indri. Yang sebenarnya Dian tidak mengetahui.

"Tolong bawa tuh pacarnya." Tiba-tiba kak Ayu sudah ada di depan mereka.

"Eh, ini tidak seperti yang kakak duga." Terang Indri ingin menjelaskan kesalahpahaman.

Dian hanya bisa jadi penonton diantara cewek beda generasi tersebut. Dian berkali-kali menolehkan kepalanya ke arah Indri kemudian ke arah Kak Ayu secara bergantian. Apa mereka saling mengenal? Sebenarnya Dian ingin menanyakan siapa cewek tersebut, tapi diurungkan karena kondisi tidak memungkinkan.

"Sudah punya pacar malah bermesraan dengan cowok lain?" Sindir Kak Ayu tepat sasaran.

"Ini teman aku kak." Ungkap Indri agar tidak jadi masalah besar.

"Teman ya? Bukannya semua berawal dari teman ya?" Wow kata-kata Kak Ayu memang benar dan betapa sangat menancap ke dada yang paling dalam.

Dalam hati Dian berkata, nih cewek bilang apa sih? Iya memang semua berawal dari teman. Tapi apa masalahnya coba? Sungguh Dian tidak paham apa yang sedang terjadi di depannya saat ini.

"Tapi ini beneran teman aku kak." Masih tetep ingin mempertahankan pendapatnya.

"Haha temen ya? Tapi kok mesra banget sih?" Boom. Bagai ditusuk ribuan jarum.

2D (Dilla & Dian) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang