17. Perempuan Jahat?

7.1K 1.1K 126
                                    

Malam itu, ia menangis dengan sangat histeris. Tubuhnya yang gagah, tersungkur di tanah.

Lelaki itu, berdoa kepada Dewa. Meminta kemurahan hati-Nya untuk diberikan kesempatan sekali lagi.

Jangan berlari, apalagi pergi karena ia sudah berjuang sepenuh hati.

Mataku terbuka dengan sempurna setelah suara asing itu hilang. Nafasku begitu memburu dan peluh mengalir dengan deras di dahiku.

Sialan, apa ini karena aku membuat Ratu menangis jadi sebuah mimpi menyeramkan hadir di tidurku?

Suara asing itu terdengar menggema. Setiap kata yang terucap membuat dadaku mendadak sesak. Sungguh aku baru saja bangun dari tidur, tapi seluruh tubuhku terasa sangat lelah dan sakit.

Ini bukan karena kegiatan yang aku lakukan dengan Hayam Wuruk, aku tau akibatnya dan dimana rasa sakit itu akan muncul.

Rasa sakit ini membuat nafasku terasa sangat pendek, seakan tidak ada udara yang bisa aku hirup karena mimpi buruk tadi.

Aku mencoba menenangkan diri, mengatur nafasku perlahan-lahan agar diriku bisa mencerna kata-kata tadi. Aku yakin itu bukanlah mimpi biasa, suara itu mungkin sama dengan kejadian aneh beberapa waktu lalu di daun lontar ataupun candi bajang ratu.

Menit demi menit berlalu, akhirnya aku bisa sedikit lebih tenang. Aku menoleh sampingku, mencari keberadaan Hayam Wuruk namun aku tidak menemukan siapapun di kamar ini. Dan jendela yang terbuka, memperjelas keadaan jika lelaki itu sudah pergi entah sejak kapan.

Apa aku benar-benar terlihat seperti wanita murahan sekarang?

Setelah raja puas dengan tubuhku, ia pergi begitu saja tanpa mengucapkan apapun. Bahkan untuk sekedar mengenakan tubuhku sebuah pakaian, ia tidak melakukannya.

Perlahan, aku mencoba bangkit. Banyak yang harus aku kerjakan sebelum orang tuaku pulang.

Aku meringis ketika merasakan perih pada pangkal pahaku. Rasanya tidak terlalu sakit namun airmataku menetes, mungkin karena rasa kecewa yang memenuhi dada.

Sesudah aku mengenakan jarik dengan asal, tanganku bergerak untuk melepaskan sprei yang melekat pada kasurku. Sprei malang itu sangat menjijikan karena noda-noda yang tercetak dengan jelas di permukaannya.

Inilah ganjaran bagi wanita jahat sepertiku. Sudah ditinggalkan tanpa sepatah kata, sekarang aku harus merapihkan kekacauan pada kamarku sambil menahan sakit.

Brengsek, aku akan mengirim surat permohonan maaf untuk ratu karena membuat beliau merana semalam. Aku tidak mau kejadian buruk kembali menimpaku karena rasa sakit beliau.

Sebelumnya, aku tidak pernah selega ini saat air menyapa tubuhku. Apalagi air di tempat ini sangat dingin, aku selalu mandi dengan cepat. Tapi hari ini, aku akan mandi sedikit lebih lama.

Semoga tidak ada bekas yang lelaki itu tinggalkan di permukaan kulitku. Aku akan menangis jika bercermin nanti. Maaf, tapi ternyata aku sudah menangis sekarang.

Seiring dengan air yang terus membasahi tubuhku, airmata juga tidak henti mengalir membasahi pipi ini. Kenapa aku sangat sedih? Apa karena menyesal telah memberikan sesuatu kepada lelaki yang bukan pasangan resmiku? Atau karena ia meninggalkanku begitu saja?

Aku berjongkok, memeluk lututku untuk meredam suara tangis yang mulai tidak terkontrol ini.

Ayana si bodoh. Menangis seperti orang gila saat semalam kau tidak mendengarkan akal sehatmu sama sekali.

Tidak, aku tidak menyesali keputusan itu semalam. Tapi aku menyesali bagaimana pikiranku membuat sebuah skenario tentang pagi hari yang indah dan penuh ucapan mesra dari Hayam Wuruk.

The King and His Flower [Majapahit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang