26. Ayana dan Rahasianya

5.5K 935 88
                                    

"Kau harus segera memberitahu Maharaja, agar nasib anak ini jelas." Suara Ayah membuatku mengerjapkan mata. Aku yang semula sudah tidak nafsu makan, malah semakin kehilangan selera sekarang.

"Aku akan memikirkannya nanti." Sahutku singkat.

Tatapan Ayah mengarah padaku dengan sinis. "Atau aku yang akan mengatakannya? Jadi setelah anak itu lahir, ia sudah memiliki kepastian."

Aku menautkan alis kebingungan. "Sebenarnya apa masalahmu, Ayah? Aku akan mengatakannya, nanti. Sekarang waktunya belum tepat."

"Perutmu akan membuncit seiring berjalannya waktu."

"Lalu?"

"Lalu hal ini akan menjadi aib. Mencoreng wajahku dan juga Ibumu. Kau dan calon anakmu akan merusak--"

"Kau ingin aku pergi?"

Tidak ada respon apapun dari Ayah. Namun kekesalan terlihat sangat jelas, karena rahang beliau mengeras saat mendengar ucapanku.

Aku tau maksud ucapan Ayah. Beliau  tidak ingin nama baiknya rusak hanya karena diriku dan calon anakku. Tapi, apakah itu perlu dibicarakan sekarang? Bahkan perutku belum berubah secara signifikan.

Suara Ibu mengintrupsi, memecah perang dingin diantara diriku dan juga Ayah. "Sudahlah, Yah. Kita bicarakan hal ini lain waktu, saat keadaannya membaik. Aku yakin Ayana akan mengambil keputusan yang tepat."

Ayah mengalihkan tatapannya kepada Ibu. "Sampai kapan kau akan membela anak ajaibmu itu, hah?"

"Sampai akhir nafasku. Dia anakku dan aku tidak akan membiarkanmu melukai--"

"Dia adalah bayi dari an--"

"Tutup mulutmu sekarang juga!"

Tubuhku mematung ketika melihat Ibu yang berteriak dengan begitu lantang. Ibu berdiri dari kursi dan menarikku untuk ikut bersamanya.

Selama aku hidup di masa ini, kemarahan Ibu barusan adalah yang paling menyeramkan. Wajahnya memerah dan nafasnya memburu karena emosi.

Tapi, aku juga penasaran dengan maksud ucapan Ayah. Aku ingin sekali menanyakannya kepada Ibu, namun keadaannya tidak mendukung.

"Jangan dengarkan Ayahmu." Perintah Ibu ketika kami sudah tiba di kamar. Aku mengangguk mengiyakan.

"Kau dengar ucapanku? Jangan pernah dengarkan Ayahmu. Kau hanya perlu menjaga bayi ini dan juga dirimu, mengerti?"

Aku lagi-lagi mengangguk. Ada jeda diantara kami yang hanya diisi oleh keheningan. Hingga akhirnya Ibu duduk di sampingku, menggenggam tanganku dengan erat.

Aku menoleh untuk menatapnya, mencoba mencari jawaban atas semua yang beliau sedang pikirkan. Tanpa melepaskan genggaman tanganku, sebelah tangan Ibu beliau gunakan untuk mengelus puncak kepalaku.

"Menurutmu, bukankan Dewa begitu luar biasa? Wanita diciptakan dengan keistimewaan yang tidak terhingga." Kata Ibu lembut. Aku hanya menatapnya, menunggu kata selanjutnya yang akan Ibu katakan.

"Ada makhluk hidup lain yang tumbuh di dalam dirimu. Tidakkah itu luar biasa, Ayana?"

Aku mengangguk. Itu memang luar biasa. Di luar kesalahanku dengan Hayam Wuruk, makhluk kecil yang hidup di dalam tubuhku tetap sebuah keajaiban. Semua kesalahan sepenuhnya milikku dan Hayam Wuruk, bukan calon bayi ini.

Tiba-tiba Ibu bersandar di pundakku. "Ayahmu pasti akan sangat marah karena sikapku barusan. Itu sangat tidak sopan bagi istri berteriak kepada suami, aku tau. Tapi, aku tidak mau hal-hal buruk terjadi kepadamu. Kepada calon cucuku. Aku tidak mau..."

The King and His Flower [Majapahit]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora