Language

982 147 13
                                    










Aku hanya mengangguk saat bu Bada memberikan kertas-kertas itu padaku. Aku dipanggil ke jurusan hari ini oleh bu Bada. Katanya akan ada mahasiswa dari beberapa negara yang berkunjung hari ini, mereka akan ikut beberapa kegiatan selama beberapa hari kedepan. Dan aku diminta untuk menemani mereka. Simpelnya jadi penerjemah sekaligus tour guide mereka selama disini.


Aku tidak pernah kursus bahasa asing secara khusus. Aku menggunakan bahasa Inggris dengan orang tuaku dan Johnny. Tapi aku juga menggunakan bahasa Mandarin saat bersama paman dan bibi Huang juga Renjun.


Bu Bada beralasan akan lebih mudah karena aku terbiasa menggunakan tiga bahasa dari pada harus mencari mahasiswa yang hanya bilingual.


"Kau tidak akan sendiri. Nanti ada kakak tingkatmu akan menemanimu. Aku sudah menjelaskan padanya kemarin." kata Bu Bada.


Aku mengangguk dan mulai membaca sekilas kertas-kertas itu. Kertas itu berisikan data mahasiswa asing yang datang dan beberapa trivia mereka.


"Disini ada yang dari Thailand dan Jepang. Mereka bisa bahasa Inggris-kan bu?"


Akan jadi malapetaka bila mereka tidak bisa bahasa Inggris, aku sama sekali buta dengan bahasa Jepang apalagi bahasa Thailand.


"Mereka bisa. Tapi tenang saja. Chittaphon menggunakan lima bahasa termasuk Thailand dan Jepang."


"Hah?" Aku tidak salah dengarkan. Bu Bada baru saja menyebut nama asli Ten.


"Iya, Ten Chittaphon. Dia yang akan menemanimu."


Terima kasih Tuhan.


Ten akan menemaniku. Berarti aku akan bersama dengan Ten paling tidak sampai minggu depan.


Aku kemudian mengangguk pada bu Bada dan berpamitan untuk pergi. Aku tidak bisa lebih senang lagi.


Disamping karena senang bisa bersama Ten. Mengetahui fakta kalau Ten adalah multilingual, aku sangat kagum. Aku sering mengalami kebingungan saat bicara dan lupa beberapa kosa kata bahasa ibuku. Aku tidak bisa membayangkan betapa sulitnya Ten menguasai lima bahasa sekaligus. Dia benar-benar hebat. Fakta ini hanya membuatku lebih menyukai Ten lagi.


Aku menghentikan langkahku saat melihat Ten berdiri di depan sana sedang berbincang dengan Taeyong. Ten tertawa sedang Taeyong merangkul bahunya. Tanpa memerhatikan dengan seksamapun aku tahu kalau mahasiswa lain yang melihat itu sudah memulai bisik-bisik mereka. Orang-orang suka kenapa sih?


Aku mencoba bersikap biasa saja walau sekarang aku tidak bisa berhenti menatap Ten. Aku menunduk, memeluk kertas-kertas itu di dada saat jarak kami semakin dekat.


"Awas nabrak dek!" kata Taeyong.


Aku mengangkat wajahku dan menyengir lebar. "Hehehe... iya kak."


Ten tersenyum, "besok ya?!" katanya.


Aku menatap Ten bingung. Memang besok ada apa? Ia tidak ingat punya janji apa besok dengan Ten.


"Mahasiswa asingnya datang. Mohon bantuannya ya besok." tambahnya.


Bagaimana aku bisa tidak kepikiran kalau pembicaraan Ten merujuk kearah sana. Apa yang sebenarnya aku harapkan. Tentu saja Ten hanya akan membahas tentang tugas mereka bukan hal yang lain.


"Iya kak. Mohon bantuannya juga."























Mahasiswa dari Jepang datang pertama. Ten dengan cepat memulai pembicaraan dengan mereka dan menjelaskan hal-hal dasar pada mereka. Aku tidak mengerti karena mereka menggunakan bahasa Jepang tapi aku bisa menebak kalau yang dibahas Ten tidak jauh dari kegiatan selama disini dan sebagainya. Itu yang diperintahkan bu Bada pada kami. Pertama-tama sampaikan soal jadwal kegiatan.


Ten Pieces | TEN WayV ✔Where stories live. Discover now