14.

318K 8.8K 671
                                    

Sudah tiga minggu sejak kejadian di mobil. Kini Anna berjalan santai menuju perpustakaan. Langkahnya begitu ringan sambil sesekali melompat kecil. Di tangannya terdapat beberapa buku dengan tebal yang berbeda.

Puk!

Dengan tangan yang bebas, Anna mengusap belakang kepalanya yang tertimpuk oleh sesuatu. Ia membalikkan badannya dan tidak menemukan siapapun di belakangnya. Kemudian pandangannya teralih pada gumpalan kertas berwarna hitam yang tidak jauh dari posisinya.

Anna berjongkok dan meraih gumpalan kertas tersebut. Ia membukanya dengan cepat, penasaran akan isinya.

Mati.

Hanya ada satu kata yang ditulis dengan spidol silver di kertas hitam itu. Anna mengernyit bingung. Tubuhnya merinding takut. Wanita itu menoleh was-was pada sekitarnya, kemudian berlalu secepat yang ia bisa.

"Woi!"

"AAA!"

Hampir saja ia memukul orang yang menepuk bahunya tiba-tiba, kalau saja orang itu tidak menghindar.

Sheren tertawa kencang melihat wajah ketakutan Anna yang terlihat lucu. "Lo ngapa dah? Kayak lagi dikejar setan," katanya geli.

Anna menghela napas lega sambil buru-buru memasukkan kertas hitam itu ke dalam saku celana jeans-nya. Ia tidak mau ada yang tau tentang pesan yang ntah siapa pengirimnya.

"Gapapa. Kaget doang gue," kata Anna pelan.

Sheren terkekeh geli lalu merangkul Anna yang lebih pendek darinya itu. "Mau kemana?" tanya Sheren sambil membawa Anna berjalan.

"Perpus. Mau ikut?" Sheren menggeleng.

Gadis dengan sweater hitam itu tersenyum lebar. "Laper, mo ngantin, makan. Abis ini gue masih ada kelas soalnya."

Anna menganggukkan kepalanya kemudian membiarkan Sheren pergi setelah gadis itu berpamitan padanya.

Tatapannya kosong ke arah kertas berwarna hitam yang kini ada di atas meja. Niatnya ingin belajar di perpustakaan sambil menunggu Adrian, Anna malah menyibukkan diri mencari tahu siapa pengirim kertas hitam tersebut.

"Orang iseng?" gumam Anna. "Tapi tadi gaada orang," lanjutnya.

"Hantu?" Anna bergidik ngeri ketika pikiran tersebut terlintas di otaknya.

Ia meraih kertas yang sudah lusuh itu kemudian mengamati tulisannya. Tulisannya rapih, seperti tulisan perempuan.

"Anna," panggil seseorang.

Dengan cepat ia meremas kertas tersebut lalu digenggamnya kuat. Kemudian ia menoleh ke kanan dan mendapati Justin berdiri tidak jauh darinya.

Anna tersenyum ramah. Sungguh, ia malas sekali mengeluarkan suara disaat pikirannya selalu memutar kata yang ada di kertas misterius digenggamannya.

"Sendirian aja?" Anna hanya mengangguk dan membiarkan Justin duduk di depannya.

"Lagi ngapain?" tanya Justin.

"Nungguin Adrian," jawabnya polos.

Justin mengernyitkan dahinya. "Adrian? Siapa?"

Anna menaikkan alisnya, ternyata laki-laki berjaket putih ini belum tau kalau Anna sudah tidak lagi sendiri.

"Adrian itu—"

Annadrian 2Where stories live. Discover now