ILYR Setunggal welas

65 7 0
                                    

Canya tengah menjadi sie setrikaan. Kemarin dirinya memesan kue ulang tahun Gada, juga memesan nasi kotak untuk dibagikan ke tetangga. Hari ini ia akan mengambil pesanan pada pukul 15.00.

" Can, udah jam 15 gak ambil pesanan? " Jabar melongokkan kepala ke dalam kamar Canya. Lelaki itu sedang menyetrika pakaian rupanya. Canya mencabut kabel yang menancap pada terminal kabel.

" Oh iya bang, bentar masukin ini dulu ke lemari, " Canya memasukkan baju yang telah rapi disetrika ke dalam almari. Ia sudah memisahkan antara bajunya dengan baju Relhondre.

" Hari ini masak pecel, gimana? Tapi entar lo sekalian beli sambel kacangnya, " Canya mengacungkan jempol kanannya tanda setuju. Jabar berbalik untuk menuju ke dapur di belakang. Canya mengganti celananya dengan jeans selutur. Ia buru-buru mengejar Jabar dan menempel di punggungnya.

" Lo mah, turun! Disuruh ambil pesanan malah gedubrakan, " Canya hanya cengengesan kemudian berlari mengambil motor. Ia hanya akan mengambil kuenya. Nasi kotak akan diantar menggunakan mobil. Berhubung memesan di dua tempat berbeda kini ia harus mengambil kuenya sendiri.

*

Meirsa dan Leipa berdiri di depan kabinet dapur. Mereka mengambil tepung terigu dan gula pasir. Leipa menuang tepung secara sembarangan ke dalam sebuah wadah. Tepung terigu itu berceceran. Lantai yang berwarna merah kini bercampur dengan putih terigu. Meirsa membawa wadah ke lantai agar ia dan Leipa mudah untuk mengaduk. Adonan tepung dan gula pasir dicampur dengan air. Jimayu membiarkan anak-anaknya bereksperimen untuk memasak.

" Ayo Ei ke om aja yuk, " Meirsa berbisik di telinga sang adik.

" Ininya juga dibawa teh? " Leipa balas berbisik dan menunjuk wadah yang digunakan untuk bertempur.

" Iya, ayo Ei, " Dua gadis kecil itu membawa wadah berdua. Sibuk melihat wadah namun tidak melihat jalan.

Glondang Brak

Leipa dan Meirsa hanya termangu saat wadah yang mereka bawa bersama kini dalam posisi menutup ke bawah. Canya yang akan mencuci daun bawang menghentikan langkah. Ia mencari suara berisik benda jatuh kemudian menghampirinya. Adonan yang berisi tepung, gula pasir, dan air itu tumpah di lantai.

" Yah tumpah, ini tepung apa sih Mei? " Canya sudah melihat cairan kental itu. Mengambil ekrak dan sapu lidi. Canya sudah menyapu tumpahan karena dua gadis kecil yang ricuh. Mereka kini mengepel lantai yang kotor.

" Udah Ei sama Meirsa sama mama aja sana. Ini basah bahaya, " Keduanya kompak menggeleng. bocah itu jongkok melihat Canya menyelesaikan kegiatan mengepel lantai. Jabar mengambil alih untuk memasak menu. Canya masih sibuk dengan kedua tuyul itu. Saat ini kedua tuyul itu tengah berjoget di depan halaman garasi. Matahari yang masih menampakkan sinar tidak menyurutkan semangat. Panci kecil digunakan oleh Leipa sebagai instrumen musik.

" Ayo om joget, " Suara bel mengalihkan atensi Canya. Ia bernapas lega. Seluruh tamu yang akan bertandang ke rumah dinas harus melalui perizinan dari Canya. Pintu utama atau gerbang utama rumah dinas tidak akan terbuka sebelum mendapat izin dari Canya.

*

" Bang, " Suara Canya terdengar lemah. Ia menelepon Jabar. Padahal kamar mereka hanya bersebelahan. Jabar menempelkan ponsel ke telinga sambil tiduran. Tadi ia mendengar ponselnya berdering lalu mengangkatnya.

" Kenapa? " Jabar merapatkan selimut lorengnya. Hawa dingin merasuk sampai ke tulang. Suara petir dan hujan deras berlomba. Kamar Jabar terang benderang. Ia tidak pernah mematikan lampu saat tidur.

" Punya obat gak? Gue gak bisa jalan nih sakit kali bang, " Jabar yang tadi tidur-tiduran beranjak duduk. Canya sangat jarang mengeluh apalagi mengeluh karena sakit. Jika sampai mengeluh pasti sakitnya sudah parah. Jabar membuka pintu kamar. Keluar menggunakan kaos dan celana pendek.

" Can, gak papa lo? Dikunci gak sih? " Jabar mencoba membuka pintu. Terkunci dari dalam. Canya berjalan pelan untuk membuka pintu.

" Bentar bang. "

" Sakit apa sih lo? Kalau obat sih gue gak pernah stok, " Canya menunjuk kakinya yang agak bengkak. Enar-benar sukses untuk menghambat pergerakannya.

" Gue beliin di apotik 24 jam apa ya? " Canya menggeleng. Ia tidak mau merepotkan abang lettingnya itu. Apalagi saat ini hujan mengguyur bumi dengan sangat deras disertai petir. Canya tidak akan tega membiarkan Jabar keluar dalam cuaca seperti ini.

" Gak usahlah bang. Hujan juga besok ajalah ke klinik kantor. "

" Yaudah butuh sesuatu gak. Aduh ikut lemes ue lihat lu sakit begini. Biasanya petakilan sekarang banyak meringis nahan sakit, " Canya tertawa.

*

Selama dinas di rumah dinas komandan batalyon Canya tidak pernah memakai pakaian dinas. Biasanya ia memakai kaos dan juga celana selutut. Kalau keluar hanya tambah menggunakan sepatu. Kali ini ia memakai pakaian dinas upacara untuk ke kantor. Berkali-kali mematut diri di depan cermin. Putar kanan kiri belakang depan. Semua harus rapi dalam pandangan. Canya mengangguk dan tersenyum saat penampilannya terlihat rapi.

Ia menaikkan standar motor yang sudah dipanakan mesinnya tadi. Jabar sedang menjemur handuk saat Canya akan ke kantor. Adik lettingnya itu menyengir lebar dan melambaikan tangan.

" Hati-hati lo, " Jabar berteriak saat motor Canya mulai melaju keluar. Rakawuni memicingkan mata.

" Tumben teriak-teriak, " Jabar melihat Rakawuni juga memakai pakaian loreng. Baretnya berada di atas lengan. Hanya dirinya yang tidak memakai pakaian dinas saat ini.

" Si tengil ke kantor. Tadi malam ngerengek minta obat. Mana punya gue. "

" Obat apa? Bisa sakit juga Canya haha, " Jabar ikut tertawa mendengar ledekan Rakawuni. Rakawuni memasang jam tangan berwarna hitam ke pergelangan tangan kirinya. Ia menyugar rambutnya yang sedikit panjang. Rakawuni dan Jabar memiliki rambut yang agak panjang. Tidak seperti Canya yang memiliki potongan rambut cepak.

" Kakinya bengkak, mau gue beliin tadi malam tapi hujan deras gitu. Terus mau ke klinik kantor hari ini. Yaudah gue Cuma cek doang semalam. "

" Raka, ayo! " Relhondre berjalan menghampiri mereka berdua.

" Siap komandan! " Rakawuni segera masuk ke kursi kemudi. Mesin mobilnya sudah dipanasi tadi sebelum dirinya mandi.

*

Canya sedang menyetrika pakaian di kamar. Harum pewangi pakaian menyeruak ke hidung. Leipa dan Meirsa berguling-guling di atas kasur Canya. Seprai, selimut, dan batal sudah tidak pada tempatnya

" Om, kenapa ini kayak macan? " Meirsa menunjuk selimut yang sudah di ujung ranjang. Sedikit lagi selimut itu akan terjatuh jika mereka berdua mulai berguling-guling lagi. 

Halo assalamualaikum, apa kabar? Semoga sehat-sehat ya aamiin. Gimana nih puasanya bolong gak? Udah mendekati lebaran dong yah. 

ILYR (Complete)Where stories live. Discover now