Bab 19 (Bagian Bumi yang Berbeda)

208 29 5
                                    

Satu hari sebelum keberangkatan Farish ke luar negeri, Devi memutuskan untuk mengajak pacarnya itu ke rumah orang tuanya setelah minggu lalu Farish pun mengajak dia menemui orang tua Farish yang hanya tersisa sang Ibu saja.

Seperti biasanya kedua orang tua Devi selalu menyambut dan memperlakukan tamu dengan baik. Semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu, Devi pun memperkenalkan Farish sebagai teman dekat pada orang tuanya.

"Sejak kapan kenal dengan anak saya?" tanya Ayah memulai pembicaraan.

"Sudah lebih dari setahun yang lalu Pak."

"Berarti sudah lama ya? Ini pemberontakan namanya, sudah lama menjalin hubungan dengan anak saya tapi baru sekarang memperkenalkan diri pada kami, anak zaman sekarang memang seperti itu." Pak Effendy meneguk tehnya.

Farish cukup kaget, ternyata Ayah Devi bisa marah seperti ini padanya karena terlambat memperkenalkan diri.

"Maafkan saya Pak, saya tidak bermaksud jahat."

"Saya hanya bercanda, Farish ini kok serius sekali." Pak Effendy tertawa.

"Iya Pak, saya memang orangnya serius seperti ini." Farish tersenyum.

"Hobi Farish apa?"

"Saya suka membaca buku Pak."

"Oh, saya juga suka membaca buku."

Devi tersenyum senang tatkala keduanya memiliki hobi yang sama. Dia merasakan bahwa Farish dan Ayahnya akan cocok satu sama lain.

Suara ketukan pintu terdengar. Bu Effendy langsung bangkit untuk membukakan pintu, namun dihalau oleh putrinya.

"Biar aku yang membuka pintu, kalian bertiga fokus mengobrol saja," cegah Devi sambil pergi ke arah pintu depan.

Senyuman gadis ini masih terukir manis di bibirnya yang tipis karena tentu saja hatinya merasakan senang, tak di sangka pacarnya bisa langsung akrab dengan Ayah dan Ibunya.

Tangan mungilnya langsung membuka pintu depan. Zakky muncul di balik pintu sambil membawa setumpuk kaset game dalam goodie bag transparan di tangan kirinya dan satu unit konsol game di tangan kanannya.

"Assalamu'alaikum."

"Bapak kenapa kesini?" tanya Devi sinis seperti biasanya.

"Assalamu'alaikum. Bukannya menjawab salam malah langsung menginterogasi." Zakky mengulang salamnya.

"Wa'alaikummussalam. Bapak kenapa kesini?"

"Saya rindu pada orang tua saya."

"Bapak salah alamat atau bagaimana? Seharusnya Bapak pergi ke rumah orang tua Bapak lah."

"Iya, saya tahu."

"Ya, terus kenapa kesini?"

"Orang tua kamu sudah saya anggap orang tua saya sendiri. Sudahlah jangan banyak bertanya, saya ingin masuk!"

"Bapak pikir ini panti asuhan apa? Seenaknya mengklaim orang tua saya sebagai orang tua Bapak. Intinya sekarang Bapak tidak boleh masuk." Devi menghalangi pintu dengan merentangkan kedua tangannya.

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan hari ini, dan jangan di hari lainnya juga. Bapak sudah tertulis dalam daftar hitam rumah ini."

"Oh, jadi begitu? Awas ya kalau kamu ingin berkunjung ke rumah mewah saya. Tidak akan saya perbolehkan masuk meskipun hanya satu inci."

"Idih, siapa juga yang ingin ke rumah Bapak?"

Di sela perselisihan yang tidak kunjung berhenti itu, Bu Effendy hadir untuk menyusul putrinya yang belum kembali dari membuka pintu.

"Eh Zakky? Kok tidak masuk?"

Dream Zone: Sleeping Pills (1)Where stories live. Discover now