(11) Rahasia Lim

588 91 1
                                    

Sam's P.o.V

Pukulan terakhirku ke dada penyusup itu sukses membuatku menyesal. Aku kenal siapa penyusup itu dan aku tidak seharusnya memukulnya terlalu keras, hingga membuatnya terjengkang ke sungai.

"LIM!" seruku, yang sebenarnya sia-sia karena bocah itu sudah menggelincir ke dalam sungai dan mulai terseret arus.

Panik, aku berlari menyusuri sisi sungai. Arusnya terlalu deras dan Lim nyaris tak terlihat, bahkan dengan obor di tanganku. Mungkin dia sudah berada di suatu tempat, entah tersangkut batu atau masih hanyut lebih jauh lagi. Aku tidak berani membayangkannya. Bahkan seorang prajurit pasukan khusus sekalipun tidak akan mampu berenang melawan arus sekencang ini. Tidak dengan suhu air yang begitu dingin dan bebatuan yang bisa memecah kepala kapan saja.

Barak peserta pelatihan sudah tertinggal jauh di belakang. Dan Lim belum terlihat. Napasku masih tersengal, seharusnya dia tidak jauh lagi.

Aku sampai di hutan yang berada di samping akademi. Di daerah ini, arus sungai semakin kencang dan lebih banyak batu-batu yang salah satunya mungkin bisa membuat kepala Lim pecah. Kugelengkan kepalaku, itu tidak boleh terjadi. Bocah itu adalah tanggung jawabku selama berada di akademi. Jika sampai terjadi sesuatu padanya, maka aku akan sangat malu untuk mengakui bahwa aku telah gagal melaksanakan hukumanku.

"Lim!" Aku memanggilnya lagi, yang tidak ada gunanya karena suara apapun yang kudengar hanyalah aliran air sungai yang begitu kencang.

Kekhawatiranku terbesar saat ini adalah, jika hujan mendadak turun dan aku kehabisan waktu untuk menemukan Lim. Aku tidak berani bahkan jika hanya memikirkan kemungkinan terburuknya.

Hanya beberapa menit kemudian mataku menangkap sesuatu tersangkut di antara dua batu. Lemas, basah, dan tidak bergerak, tentu saja. Aku yakin itu Lim dan kelegaan segera memenuhiku. Namun kelegaan itu tidak berlangsung lama. Begitu aku mendekatinya, wajahnya pucat, ia mengigau entah menyebut nama siapa, dan ujung-ujung jarinya membiru.

"Lim!" Tanganku menepuk-nepuk wajahnya. Dia membuka matanya pelan, dan mengigau lagi. Sekujur tubuhnya dingin dan basah. Dan ketika kudekatkan telingaku ke dadanya, hanya ada suara detak jantung yang mulai melemah. Aku tidak yakin seberapa lama dia tersangkut di sini. Tapi dahinya berdarah dan aku yakin sebuah batu sukses membenturnya hingga seperti ini.

"Kita harus kembali." Ucapku, yang segera kusesali karena aku tidak mungkin membawa pulang Lim dalam kondisi seperti ini ke akademi, yang jaraknya cukup jauh. Dia butuh pertolongan pertama.

"Ngh,"desah Lim. Dia menyentuh ujung jariku, "Kilios."

Dahiku berkerut. Kilios?

"Kau perlu naik dulu, aku tidak bisa membiarkanmu basah di sini." Aku menggeleng, menyandarkan oborku di tempat stabil. Kemudian mengangkat Lim dari sungai dan meletakkannya di tanah kering.

Dia basah, aku butuh tempat kering untuk membuat api unggun dan mengeringkannya. Seharusnya aku ingat ada gua di sekitar sini. Jika aku beruntung, gua itu tidak akan sulit ditemukan.

"Bertahanlah sebentar lagi," ucapku pelan. Dengan kata-kata itu, kuangkat tubuh Lim dan berjalan ke arah gua. Seharusnya tidak jauh dan aku mensyukurinya begitu memasuki gua.

Gua ini kosong dan semoga aman karena aku berencana bermalam di sini sampai besok. Sampai Lim setidaknya mampu untuk berjalan sendiri.

Aku mengumpulkan kayu-kayu kering di sekitar gua dan membentuk api unggun dengan oborku. Lim menggigil dan ia terus mengigau, merintih macam-macam. Aku menyobek kemeja dalamku dan menggunakannya untuk membersihkan darah akibat benturan batu di dahinya. Dengan robekan kedua, luka Lim berhasil kubalut. Mungkin aku akan meminta seragam baru lagi besok, tapi itu adalah hal terakhir yang perlu kukhawatirkan sekarang.

The Cursed Princess [COMPLETED ]Where stories live. Discover now