(14) Kilios, Pisau, dan Hiburan

536 84 0
                                    

Luiselle's P.o.V

Sam merawat lukaku dengan baik, menurut sudut pandangnya. Tidak untukku. Luka itu kini sepenuhnya tertutup kasa dan obat merahnya hampir membuat luka itu terasa lebih perih dari yang seharusnya.

Prajurit lain mungkin tidak masalah dengan luka ini. Aku tidak. Tapi tidak ada gunanya bagiku mengeluh ketika aku tahu hal itu tidak akan mengubah keadaan.

Aku berjalan kembali ke lapangan dengan langkah perlahan. Toh, aku sudah menyelesaikan ujianku dan kuharap hasilnya tidak buruk.

Ketika itu aku melihat dua prajurit dari arah berlawanan. Salah satunya berjalan pincang dan aku bisa melihat celana seragamnya basah oleh darah. Dan yang lainnya memapah prajurit itu sambil terus menyemangatinya.

Kilios.

Seketika itu perasaan lega membanjiri dadaku. Aku nyaris memanggilnya dan menghampirinya, namun prajurit yang dipapah itu terlihat lebih membutuhkannya.

Kilios sendiri tidak menyadari kehadiranku.

"Kembali ke lapangan." Suara Sam muncul dari belakangku dan membuyarkan lamunanku. Ia tidak merasa bersalah dan berjalan mendahuluiku. "Aku akan menghukummu jika kau datang terlambat."

Aku mengabaikan kalimat Sam barusan. Tidak begitu berguna bagiku. Toh, menjalani hukuman dari Sam sudah menjadi kebiasaanku sejak tiba di akademi. Jadi, aku baik-baik saja.

Selanjutnya aku berbalik ke arah Kilios dan prajurit tadi. Aku melangkah cepat dan begitu jarak kami sudah cukup dekat, aku meraih tangan prajurit yang terluka itu untuk membantunya berjalan.

"Kurasa, dua orang yang memapahmu akan lebih baik untuk keseimbanganmu." Ucapku pada prajurit itu.

Prajurit itu menoleh. Wajah lelahnya diliputi kewaspadaan. "Siapa kau?"

"Aku Nicolas Lim, peleton tiga kompi satu. Kuharap kita berteman."

Dengan kata-kata itu, Kilios yang semula acuh tak acuh menoleh ke arahku. "Lim? Kau bilang kau tidak akan kemari-,"

Ucapan Kilios terputus begitu aku tersenyum lebar padanya. "Aku gatal ingin kemari. Dan ini tidak buruk."

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Mengabaikan pertanyaannya, aku menoleh pada prajurit terluka yang sedang kupapah. Ia sedikit lebih tinggi dariku sehingga bantuan yang kuberikan padanya sepertinya tidak berpengaruh. Tapi aku tetap melakukannya.

"Siapa namamu?" Tanyaku.

"Aku Athaya, peleton sepuluh kompi empat." Senyumnya merekah dan sikap kewaspadaannya berkurang. Ketika itu aku baru menyadari bahwa prajurit yang sedang kupapah ini seorang gadis.

"Kau, wanita? Bagaimana bisa?"

Athaya mengangguk. "Bukankah tidak ada peraturan yang melarang wanita untuk menjadi prajurit? Lagipula, semuanya diperlakukan dengan adil di sini."

Aku tercengang, bagaimana mungkin? Jika tahu begitu, tentunya aku tidak perlu memalsukan identitasku untuk memasuki akademi dan mengikuti pelatihan ini. Sialan.

"Ada berapa banyak prajurit wanita di sini?" Tanyaku lagi.

"Ada tiga di peletonku. Mungkin ada lebih banyak lagi di peleton lainnya. Namun keberadaan kami jarang disadari karena jumlah kami yang sangat sedikit."

The Cursed Princess [COMPLETED ]Where stories live. Discover now