11.

10K 764 11
                                    


Drtt... Drtt...

Ponsel Avaro bergetar, menandakan sebuah notif masuk. Pria itu sudah muak dengan Clareta yang terus saja menjadi kuman dalam hidupnya, akhirnya ia membuka notif tersebut.

'Kau datang ke Villa Tua Azoka, jika kau memang ingin gadismu mempercayai dirimu kembali.. bahwa dirimu bukan dalang dari pembunuhan Dafa.. dan ingat satu lagi! Jangan membawa siapapun!'

"Shit!!" Umpat pria itu.

Avaro mendengus geram, setelah ia membaca notif dari wanita iblis itu. Ia harus secepatnya menemui wanita tua itu. Terpampang seringaiannya pada wajah tampan Avaro.

"Oke, mari kita bermain.. Nyonya Clareta Zia" desis pria itu disertai dengan senyum devilnya.

Avaro memasukkan sebuah pisau lipatnya pada saku dibalik jaket yang ia kenakan. Tidak lupa, ia menyelipkan sebuah pistol berdaya rusak tinggi pada saku celana bagian belakangnya. Setelah itu, ia melenggang menuju mangsa terakhirnya, mungkin.

*****

Di satu sisi, Avara terlihat sibuk mengobrak-abrik kamar Avaro. Gadis itu mencari pistol ataupun pisau lipat Avaro. Tidak mungkin ia membiarkan prianya mengahadapi wanita iblis itu dengan sendirian. Walaupun Avaro dan wanita itu sama-sama iblis.

"Akhirnya.. aku menemukanmu" ucap Avara dengan menghela nafas lega.

Gadis itu segera menyelipkan pistol yang ia temukan pada bagian belakang celana jeans hitam yang ia kenakan.

Gadis itu meraih salah satu jaket Avaro dan segera mengenakannya. Tidak lupa, ia menguncir satu rambutnya. Biarlah Avaro mengamuk padanya karena Avara menentang perkataan Avaro untuk tidak menguncir satu rambutnya.

Gadis itu berlari menuju keluar mansion, tak ia pedulikan para pelayan mansion yang mencoba untuk menahannya. Gadis itu mencari taxi atau apapun itu, asalkan ia bisa dengan segera menyusul Avaronya.

*****

Avaro keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam villa tua yang kini ada dihadapannya. Wajah dingin terukir sangat jelas. Pria itu menyapukan pandangannya untuk mencari mangsanya.

"Akhirnya.. kau datang juga PSIKOPAT" sapa Clareta dengan sinis yang datang dari arah tangga, tangga yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua.

"Mengapa tidak? Jika itu untuk melenyapkanmu!" Ucap pria itu dingin dan tanpa ekspresi.

"Apa kau sedang berhalu?" Ejek Clareta. Avaro tersenyum miring.

"Dasar bodoh!!" Umpat Avaro tinggi. Spontan umpatan itu membuat wanita tua dihadapannya itu geram.

"Kau yang bodoh! Mengapa kau menjemput kematianmu kemari? Tidak akan ada yang menyelamatkan dirimu lagi. Dan.. kau ingin gadismu untuk kembali mempercayaimu lagi? Hahaha.. aku akan membuatnya semakin dan semakin membenci dirimu"

"Aku akan mengatakan.. kaulah yang membunuh Dafa, sahabat dari gadismu, lalu aku akan berkata kalau kau adalah seorang psikopat gila, dan.. gadismu tidak akan mencintai dirimu lagi, Avaro" tutur wanita itu.

Avaro terdiam, terlihat rahang pria itu mengeras dengan jemari tangan yang terkepal. Perlahan pria itu mengambil pisau lipatnya, lalu menggenggam erat benda tersebut.

"Gadismu.. akan meninggalkan dirimu, Avaro" lanjut wanita itu yang disusul dengan tawa mengejek.

"Bullshit!!" Ucap seseorang dengan nada yang tegas dari arah belakang Avaro. Seketika itu, Avaro menoleh kearah belakang dan saat itu pula tawa wanita tua itu lenyap.

Avara melemparkan tatapan lapar dan tajam kearah Clareta yang saat ini menatapnya terkejut.

"Kau dengar! aku akan tetap mencintai Avaro, walaupun ia seorang psikopat. Aku yakin.. setelah ia memberikan kematianmu, ia akan menjadi Avaroku yang normal. Ia seperti ini.. itu semua karena dirimu dan karena ulahmu!!" Ucap Avara yakin, lalu tersenyum miring. Katakanlah jika saat ini, gadis itu yang seperti iblis.

Avaro masih setia menatap gadisnya dengan tatapan tidak menyangka. Saat itulah, Clareta mengeluarkan pistolnya yang sayangnya diketahui oleh Avara. Gadis itu turut bersiap-siap untuk memberikan pembalasan dendam Avaronya.

"Darimana kau tahu tempat ini?" Tanya Clareta dengan sinisnya.

"Dari dirimu. Kau menelepon mansion Avaro, bukan? Dan sayangnya.. aku yang menjawab telepon darimu. Oh tidak-tidak.. lebih tepatnya.. aku yang mendengar seluruh pengakuanmu" jawab Avara santai dan perlahan beranjak lebih maju.

Sesaat wanita itu terdiam, tapi setelahnya ia mengarahkan pistolnya kearah Avaro yang bahkan sampai saat ini masih menatap Avara. Clareta dengan tenang menembakan pistolnya kearah Avaro.

Seketika Avara berlari seraya menembakan pistolnya pula kearah wanita tua itu. Sesaat ia sempat mendorong tubuh Avaro hingga tersungkur kesamping, sampai pelipis pria itu menghantam cukup keras sebuah meja dengan lapisan kaca.

Dorr...

Dorr...

Dorr...

Sebuah peluru dari Avara menembus tepat pada jantung Clareta. Sedangkan dua buah peluru dari wanita itu berhasil menembus kulit perut Avara.

Kini, Clareta tergeletak begitu saja pada lantai, kemungkinan wanita tua itu sudah tidak bernyawa. Sedangkan tubuh Avara luruh pada lantai villa, tangan gadis tersebut sepontan memegangi perutnya yang terus-menerus mengeluarkan darah.

Tanpa berlama-lama, Avaro segera bangkit dari tersungkurnya dan mendekati gadisnya. Sama sekali tidak Avaro hiraukan darah yang mengalir pada pelipisnya akibat benturan sebuah meja. Melainkan pria itu memilih untuk segera menggendong Avara dengan bridal style menuju mobilnya, lalu sesegera mungkin ke rumah sakit.

Pria itu sesekali menoleh ke arah gadisnya ketika mobil sudah mulai Avaro kendalikan di jalanan. "Avara, bertahanlah!" Pinta pria itu saat dalam perjalanan.

Pria itu sama sekali tidak menghiraukan umpatan demi umpatan dari orang-orang, karena kini ia mengendarai mobilnya dengan sangat ugal-ugalan. Bahkan ia berani untuk melawan arus demi segera sampai di rumah sakit.

"Avara, jangan tutup matamu!" Kata Avaro seraya menggenggam erat tangan kanan gadisnya menggunakan tangan kiri yang terbebas dari setir mobil.

"Lihat aku Avara! Jangan tutup matamu!" Suruh Avaro.

Avara berusaha untuk menahan matanya agar tidak tertutup, meski ia merasa sudah tidak kuat. Gadis itu merasakan nyeri pada perutnya yang perlahan mulai merambat ke sekujur tubuhnya dengan begitu saja.

Kini sepasang sejoli tersebut telah sampai di rumah sakit, dengan sigap Avaro langsung menggendong gadisnya dan masuk ke dalam rumah sakit. Ia berseru-seru memanggil suster ataupun dokter hingga setelah itu, Avara masuk  ke dalam ruang IGD.

Avaro lemah, ia lemah. Terlihat ketika pria itu memerosotkan tubuhnya yang bersandar pada tembok IGD ke lantai. Seharusnya ia yang ada diposisi Avara saat ini, bukan Avara sendiri, pikir pria itu. Sungguh, ia belum siap untuk hidup tanpa gadis itu, bahkan tidak akan pernah siap.

Setetes air mata Avaro jatuh mengalir begitu saja sebagai bentuk perwakilan atas perasaannya yang hancur, sehancur-hancurnya untuk saat ini.




TBC

Suka dong sama cerita ini🥺
wkwk..

Gimana bagian ini? Ada yg baper atau kurang? Atau nggak sama sekali? Comment kuy, aku ngarep kok😉😂

Terus, udah suka belom sama ceritanya? Suka yayaya🥺🙏 wkwk, sans euy😂🤞 vote yak!💛

Stay tuned buat bagian yg selanjutnya💛

Buat kalian yang udh prnh baca kisah RBP di akun sebelumnya.. sebentar lagi kalian akan membaca bagian yg ke-13 dan seterusnya🥰🥰 penasaran, kan? Pantengin aja terus, aku seneng kok🤭🤗 mwehehe..

Love semuaaaa❤️

Romantic But Psychopath(End')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang