Chapter 7 - Pantang Menyerah.

193 96 66
                                    

Tidak ada yang bisa membuat Rara lebih sedih, dari pada ketika dia merasa gagal dengan sesuatu. Rasanya sangat menyakitkan ketika Mama nya mengatakan bahwa dia kecewa dengan dirinya.

"Hiks Papa." Ucap Rara di sela tangisnya.

Rara merasa putus asa, ketika dia merasa usaha nya tidak berguna. Mungkin Rara terlihat ceria di depan semua orang, mungkin Rara terlihat seperti orang yang tidak memiliki masalah di depan semua orang.
Tapi sebenernya Rara selalu menyembunyikan perasaan sedih nya.

"Rara cape Pa hiks, tolong bawa Rara bersama Papa hiks." Ucap Rara.

Rara selalu sukses untuk bisa menipu semua orang. Rara selalu menyimpan rapat- rapat masalah nya sendiri. Rasa setres karena selalu di suruh belajar, Rara merasa marah ketika dia tidak bisa hidup normal seperti orang lain. Semuanya Rara sembunyikan, semua perasaan itu Rara rasakan sendirian.

"Bawa Rara Pa hiks, Rara gak mau disini, Rara mau sama Papa hiks." Ucap Rara.

Mungkin Rara selalu bercerita terhadap Jeni, tapi Rara tidak pernah mengatakan hal yang sebenarnya terhadap Jeni, dia selalu pandai dalam memanipulasi kata, seperti kata "aku lelah" menjadi kata "aku semangat". Rara adalah perempuan yang kuat dan pantang menyerah, dia akan selalu berusaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan bahagia.

"Apa yang harus Rara lakukan Pa? Rara lelah." Ucap Rara sambil menatap cermin yang ada di kamarnya.

"Sampai kapan Rara harus berpura- pura kuat?" ucap Rara di iringi dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

"Apa sampai seperti Papa? Apa aku akan mati kelelahan juga seperti Papa?" ucap Rara dengan suara yang mulai bergetar.

Tanpa Rara sadari, sebenarnya Mama nya mendengarkan semua omongannya. Mama Rara langsung menangis ketika Rara mengatakan "Apa aku akan mati kelelahan juga seperti Papa?" Mama Rara langsung menutup mulutnya agar tidak bersuara dan tangisnya tidak terdengar oleh Rara. Kemudian Mama Rara langsung pergi ke kamarnya untuk merenung.

"Apa yang sudah ku lakukan terhadap putriku?" tanya Mama Rara terharap dirinya sendiri.

"Apa selama ini aku sudah menyakiti putriku sendiri?" tanya Mama Rara pada dirinya sendiri dan mulai meremas rambutnya sendiri.

Mama Rara berjalan ke arah meja rias dan mengambil sebuah foto. Itu adalah foto Papa, Mama dan juga Rara ketika Rara berusia 5 tahun. Mama Rara memandangi foto itu, dan tersenyum melihat wajah Rara yang tertawa di foto itu. Gak lama kemudian pandangan nya teralih ke wajah Papa Rara, raut wajah nya seketika menjadi sedih ketika melihat foto Papa Rara. Karna merasa emosional, Mama Rara langsung meluk foto itu dan menangis sejadi- jadi nya.

"Maaf kan aku sayang." Ucap Mama di iringi tangis nya.

Sementara itu Reyhan juga sedang merenung dirumahnya, karena Reyhan merasa kecewa dengan sikap Rara.

"Reyy? Kenapa melamun gitu hm?" tanya Mama Reyhan.

Bukannya menjawab, Reyhan malah mendiam kan Mama nya. Mama Reyhan tahu banget kalau Reyhan bengong kaya gini itu pasti gara- gara mikirin Rara. Karena Reyhan sering cerita ke Mama dan Papa nya soal Rara, jadi mereka sudah tahu banget kebiasaan Reyhan kalau sudah berurusan sama Rara. Kalau Reyhan tiba- tiba diam seperti itu pasti gara- gara mikirin Rara.

"Rey, kenapa malah diamin Mama kaya gini? Cerita dong, biasanya juga cerita ke Mama atau gak ke Papa kan? Masa sekarang mau kaya gini?" ucap Mama Reyhan kemudian mengusap pelan bahu anak nya.

"Reyhan gak tau lagi harus kaya gimana Ma, ngomong ke Rara soal perasaan Reyhan." Ucap Reyhan tanpa melihat Mama nya.

"Tenang saja, Mama yakin ko. Suatu saat nanti pasti Rara akan memiliki perasaan yang sama seperti kamu. Dan mencintai kamu dengan sepenuh hati, sama seperti kamu mencintai Rara." Ucap Mama Reyhan kemudian memeluk anak nya.

YOU ARE THE REASONWhere stories live. Discover now