12. Bianca 2

7.6K 1K 657
                                    

Sudah berapa hari ini, Mia perhatikan putrinya banyak melamun. Bukan pendiam menarik diri seperti biasa. Instingnya mengatakan ada hal lain yang dipikirkan Bianca selain kenyataan dirinya tak bisa lari lagi.

Karena tak tahan, akhirnya ia mendekati Bianca yang tengah makan cwimie di ruang makan sambil melamun. Lagi.

"Mbak, makan kok melamun?" tegur Mia sembari mengusap punggung Bianca lembut.

"Mama..." Bianca sedikit berjengit saat menoleh.

"Mbak sakit?" tanya Mia sambil memegang kening putrinya.

Bianca menggeleng.

"Terus kenapa?"

"Mamaaa..." Bianca yang tadinya mengaduk-aduk cwimienya meletakkan garpunya dan menoleh ke arah mamanya, lalu memeluknya.

"Eh, kenapa ini?" tanya Mia kaget tapi tak urung mengusap punggungnya lembut juga.

"Mama, Abang, Ma..." keluh Bianca sedih juga sebal.

"Abang?" Kening Mia berkerut dalam. Jantungnya perlahan berdetak kencang. Kecemasan mulai merayap. "Abang siapa? Ayip?" rasanya tak ada kabar buruk tentangnya. Bahkan barusan menghubunginya tengah isoma. Masa ... "Shaheer?"

Bianca mengangguk.

Mia semakin bingung. "Abang Ayip?" Putrinya menggeleng. "Shaheer?" putrinya itu mengangguk.

"Abang Shaheer gangguin apa lagi? Assalamu'alaikum," tiba-tiba Rahil sudah muncul sepulang dari kampus.

"Wa'alaikumussalam." Istri dan anaknya langsung menyalim tangannya.

"Kamu ini kok sentimen amat sama Shaheer sih?" tegur Rashad sambil memukul lengan putranya.

Rahil hanya nyengir.

"Grandpa! Grandma!" pekik Bianca. "Miss you!" Ia pun menghambur ke sosok-sosok yang sepuh tapi masih sehat itu.

Keduanya memeluk sang cucu dengan menahan haru. Pasalnya awal kedatangan juga pertemuan-pertemuan sebelumnya hanya direspon dingin saja. Kali ini adalah respon pertama dari Bianca yang mereka kenal. Tanpa mereka tahu, Mia dan Rahil juga saling berpelukan. Lega karena perlahan sang putri mulai kembali.

Frannie menyuruh Bianca menghabiskan cwimienya lebih dulu baru bercerita tapi Bianca menolak. Ia minta disuapi sang Grandma. Dengan senang hati Frannie melakukannya.

"Grandpa sama Grandma nginap sini ya?"

"Memang mau menginap kok," jawab Rashad.

"Merci, Grandpa, (terima kasih)"

Setelah habis, mereka semua duduk di ruang keluarga.

"Jadi Abang Shaheer ngapain Mbak Bian?" tanya Rahil tak sabar yang segera mendapat cubitan istrinya.

Bianca sendiri tiduran di atas karpet dengan berbantalkan paha Frannie. "Abang ganggu tidurku."

"Ganggu gimana? Telponin terus?" cecar Rahil.

"Mas Rahil ih!" tegur Mia yang lagi-lagi mendapat respon seringaian dari sang suami.

"Nggak. Kalau nggak penting, Abang nggak pernah hubungi. Abang...aku kepikiran Abang terus..." terang Bianca lirih lalu segera menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Pardon?" pinta Rahil mengulang tapi Bianca menolak sehingga Frannie yang mengulang untuk mereka.

"Mbak..." Rahil memejamkan matanya seketika setelah mendengar hal yang sudah diperkirakannya bisa terjadi.

"Aku juga...aku...sedih saat Abang...Abang..." Bianca tak sanggup melanjutkan perkataannya.

Frannie mengusap lembut rambut panjang cucunya. "Sedih kenapa? Abang kenapa?"

You're Still LovelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang